5/5
Sejak kejadian beberapa hari yang lalu, baik Haruka maupun dirimu tidak lagi bertemu. Duyung bermata kuning cerah itu tidak pernah berenang ke permukaan lagi untuk menemuimu. Haruka bahkan sangsi kau akan datang lagi kesana setelah mendengar pengakuan darinya.
Sekarang Haruka lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melamun seraya memandang ke luar jendela. Menyaksikan ikan-ikan serta makhluk sebangsanya berenang kesana kemari dengan pikiran yang melanglang buana entah kemana.
Saudara-saudaranya hanya bisa menghela napas pasrah melihat perubahan sikap adik kecil mereka. Mereka yakin kemurungan Haruka ada kaitannya dengan manusia yang selalu ditemuinya di atas permukaan.
Haruka mengira kau pasti tidak ingin menemuinya lagi, namun faktanya tidaklah seperti itu.
Kau masih datang ke tempat biasa kalian bertemu hanya untuk mendapati tempat itu kosong tanpa ada tanda-tanda kemunculan Haruka bahkan hingga malam menjelang.
Kau mengerti mungkin Haruka marah padamu karena waktu itu kau pergi begitu saja. Tapi kau tengah kebingungan saat itu. Bingung atas pengakuan Haruka dan juga bingung akan perasaanmu padanya.
Apa yang dialami orangtuamu mau tidak mau membuatmu enggan untuk sekedar jatuh cinta. Tapi meski begitu, kau tidak bisa menampik alam rasa nyaman yang kau rasakan ketika kau bersama dengannya.
Jadi, apakah itu berarti kau juga mencintainya?
"Hey...."
Sebuah suara membuatmu tersentak dari lamunan. Begitu kau mendongak, langit yang tadinya diterangi cahaya jingga kini sudah berganti menjadi gelap gulita. Mencoba mencari dimana asal suara, kau akhirnya bersitatap dengan seorang laki-laki yang memunculkan kepalanya di atas permukaan air laut.
Tidak, itu bukan Haruka.
"Apakah kau manusia yang bernama [Full Name] itu?"
Bagaimana dia bisa tau namamu?
"K-kau siapa?"
"Tidak penting siapa aku. Yang jelas, ada duyung yang sedang galau gara-gara dirimu."
Duyung? Apakah mungkin itu Haruka?
"Haru?" Tanyamu memastikan.
"Ah, sudah memakai nama panggilan rupanya." Orang itu bersiul, sedangkan kau berusaha menyembunyikan rona di wajahmu.
"A-apa itu buruk?"
"Tidak. Tentu saja tidak. Itu manis, malahan."
Kau membuka mulut, hendak bertanya tentang Haruka sebelum mengatupkannya kembali. Sepertinya laki-laki berhelai coklat itu mengerti akan bahasa tubuhmu karena dia kembali berkata.
"Apakah kau mau bertemu dengannya? Haru-mu itu."
"Benarkah?!"
Laki-laki itu tersenyum kecil melihat keantusiasanmu, "Tentu saja. Tapi aku tidak mungkin membawamu ke dasar laut. Kau bisa mati, kecuali kau bisa bernapas di dalam air."
"A-aku tidak bisa bernapas di dalam air." Ucapmu seraya menundukkan kepala.
"Aku tau. Maka dari itu aku tidak akan membawamu kesana."
"Lalu bagaimana aku bisa bertemu dengannya? Haru mungkin tidak ingin menemuiku."
Kalian terdiam sesaat sebelum manik coklat kemerahan laki-laki itu terpaku pada sesuatu yang melingkar di pergelangan tanganmu.
"Berikan gelangmu padaku."
"A-apa? Untuk apa?" Kau memegang erat gelangmu begitu mendengar pertanyaannya. Gelang itu adalah pemberian Haru, bagaimana mungkin kau memberikannya pada orang lain?
"Sudah, berikan saja. Kau mau bertemu dengannya tidak?"
Kau menggigit bibir bawahmu. Sedikit ragu untuk menyerahkan gelangmu padanya. "Apakah jika aku memberikan gelang ini padamu, aku bisa bertemu dengan Haru?"
"Iya. Sudah, sini berikan padaku gelangnya."
Dengan masih diliputi keraguan, akhirnya kau menyerahkan gelangmu padanya.
"Sudah kuduga dia membuat ini untukmu." Dia bergumam pelan, hingga kau perlu bertanya padanya atas apa yang baru saja dia katakan.
"Bukan apa-apa." Laki-laki itu mengibaskan tangannya, "Tunggu saja ya."
Sebelum kau bisa menanggapi kata-katanya, laki-laki itu sudah menyelam ke dalam air.
Tunggu, katanya?
Sampai kapan kau harus menunggu?
Bagaimana jika laki-laki itu berbohong?
Aish, kau ini bodoh sekali. Bagaimana bisa kau percaya bagitu saja pada orang yang baru saja kau temui?
Mencoba untuk mempercayai kata-katanya, kau pun menunggu meski angin malam mulai membuatmu menggigil kedinginan.
.
.
Di dalam air, terlihat seekor duyung tengah berenang dengan cepat. Ekornya berkibas dengan keras untuk mempercepat laju renangnya. Hampir saja Haruka menghajar saudaranya ketika kakak keduanya itu menunjukkan sebuah benda padanya.
Benda itu adalah gelang yang dia buat sendiri untuk dia berikan padamu.
Haruka tidak pernah mengira bahwa saudaranya akan berenang ke permukaan untuk bertemu denganmu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata kau masih datang ke tempat biasa kalian bertemu. Haruka mengira kau marah padanya, dan lucunya kau juga mengira dia marah padamu. Konyol.
Setelah beberapa saat berenang, akhirnya Haruka tiba di atas permukaan. Hatinya membuncah dengan suka cita saat manik kuning cemerlangnya bergerak kesana kemari. Namun alih-alih menangkap eksistensi dirimu, yang tertangkap indra penglihatannya hanyalah udara kosong tanpa adanya dirimu di manapun.
Secepat itu datang, secepat itu pula ekspresi bahagianya pergi.
Apakah saudaranya berbohong?
Tapi gelang ini ada padanya, mana mungkin dia berbohong?
Apakah Haruka terlalu lama untuk sampai kesini hingga kau- ....
"Haru!"
Suara yang Haruka hapal di luar kepala membuat laki-laki berhelai biru langit itu menoleh.
Kau disana. Berdiri di atas jembatan tempat pertama kalian bertemu. Senyum lega menghiasi bibirmu yang Haruka yakin juga menghiasi bibirnya saat ini.
Haruka tidak pernah sebahagia ini bertemu dengan manusia. Ah, faktanya dia selalu bahagia jika itu menyangkut dirimu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro