Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4: Kebangkitan 💜

Bab 4: Kebangkitan

Titik pusat Dunia Moirei,
3333 Lux.

“Takdir selalu mengejar, walau itu mustahil,” -Asier de Azul.

Mataku menangkap sosok pria tampan yang gagah perkasa, mata terpejam dan kepalanya sedikit menunduk dengan lemah. Pria itu terikat rantai emas yang diselubungi sihir biru. Sihir itu mirip dengan sihir milik ayah. Ayahku, Raja Arfan terkenal sebagai pemilik sihir biru satu-satunya di Dunia Moirei dan hanya ayah yang dapat menetralkan Samudra Xea.

Aku terus menelusuri rantai yang memancarkan sihir biru. Indah, tapi berbahaya. Ayah hanya menggunakan sihir biru untuk menetralkan kekuatan Samudra Xea, tapi faktanya arus laut yang terlihat diam itu sering mencakar kulit hingga terkelupas.

Di tengah mengamati pria misterius yang terikat rantai, tubuhku berputar-putar dan membentur tebing. Rasanya perih, tapi aku tetap berusaha untuk keluar dari pusaran laut sialan ini. Namun, pusaran laut tidak terima dengan pergerakan. Ia tetap melempar tubuhku, hingga terhempas ke dasar palung. Aku terpejam, menahan rasa sakit yang akan menghampiri. Aku menunggu rasa sakit hadir, tapi sebaliknya, bibirku menempel dengan benda kenyal.

Benda apa itu? Rasanya manis, lembut dan bergerak. Aku yang penasaran, mencoba membuka mata perlahan-lahan. Sembari, merasakan sensasi baru yang aneh. Pandanganku bertemu dengan mata merah  tajam dan indah. Mata itu mengunciku untuk beberapa saat. Ternyata, bibirku bertemu dengan bibir pria tampan yang terikat rantai emas, aku berusaha melepaskan ciuman itu. Namun, ia menahan tengkuk leherku. Seolah, ciuman ini ganggang hijau yang bisa menjadi candu. Aku hanyut dalam ciuman itu, meluapkan semua emosi, kecewa, dan dendam. Kami berciuman cukup lama, hingga aku sadar ini salah. Aku berusaha memberontak.

Ciuman itu semakin dalam, rasanya manis dan kekuatan spiritualku terasa bertambah.  Begitu pun pria yang ada di depanku. Pria dengan tangan terikat rantai itu melepas ciuman. Ia menatap mataku penuh nafsu yang membara. Lalu, secara tiba-tiba ia menarik rantai yang mengikatnya. Rantai emas besar yang terdapat sihir biru hancur dengan sekedip mata. Aku terkejut, lalu ia mengeluarkan sihir berwarna merah dari kedua tangannya. Ia melemparnya ke sihir biru yang merambat ke tebing. Palung yang awalnya gelap menjadi terang benderang, pahatan wajah pria itu terlihat jelas olehku. Rahangnya kokoh, hidung mancung, kulit putih dan bibir tebal. Pahatan Tuhan yang sangat tampan. Aku takjub melihat penampakannya.

“Terima kasih, kamu telah membangkitkanku.” Pria itu memeluk pinggang dan hendak mencium bibirku lagi.

Otak warasku masih berfungsi dengan baik, aku tidak akan memberikan ciuman kepada pria asing yang tidak aku kenal. Aku mendorong tubuhnya yang berusaha mencium bibir. Aku berhasil terlepas, tapi terhuyung ke belakang dan menabrak tebing, setelah itu  terpental ke dasar palung. Kepalaku terbentur tebing berbatu. Seketika semuanya gelap.

Aku merasakan sebuah tangan kekar yang sedikit kasar mengelus pipi kanan dengan lembut. Berulang kali sosok itu mengelusnya, pelan dan selembut bulu yang bertabur debu. Aku menikmati sentuhan itu, hanyut dalam fantasi liar. Membayangkan pria tampan berada di depanku.

“Nona.”

Sial, aku bisa mendengar suara pria memanggil dengan merdu. Lalu, tangan kekar yang sebelumnya mengelus pipi naik ke puncak kepala. Rasa nyeri akibat benturan, tercabut secara paksa. Aku tersentak dan membuka mata. Di depan, merman dengan pahatan wajah rupawan tengah duduk dan menatapku heran. Tunggu, aku mengenalnya. Dia pria yang merebut ciuman pertamaku. Jadi, sentuhan itu berasal dari tangannya.

“Kamu, baik-baik saja?” tanyanya dengan raut cemas.

Dia terlihat mengkhawatirkanku. Namun, kami baru bertemu, kemungkinan besar ia hanya kasihan. Kebanyakan merman kagum sesaat dan kasihan melihat penderitaanku. Tatapan iba itu, sebatas rasa empati terhadap sesama.

Dia berenang mendekat ke arahku dengan gerakan merayap. Ia menatap mataku dan menguncinya. Di dalam mata merah itu terdapat gambaran emosi, ambisi dan pesona. Aku hampir hanyut dalam bola mata merahnya. Aku tersadar dengan cepat, saat bisikan bahaya terdengar di telinga dan tersalurkan ke otak kanan.

Perlahan aku bergerak mundur, berusaha menjauhinya, hingga membentur tembok gua. Keringat dingin menyatu dengan air saat ia semakin dekat. Degup jantung berpacu tidak karuan. Rasanya hendak meledak saat ia mendekat dengan gaya yang tenang, tapi terlihat berbahaya.

“A-aku baik, berhenti di sana!” Aku berbicara dengan terbata-bata, sembari menjulurkan tangan untuk menyuruhnya berhenti.

Dia menganggukkan kepala dan tersenyum tipis, “Aku senang, kamu sehat.”

Merman itu tersenyum, sangat manis dan seksi. Bibirnya menggoda untuk dilumat. Rahang kokoh yang terlihat kuat itu menantang untuk digigit. Pesonanya sangat memikat kaum hawa, termasuk aku.

“Nona?”

Aku mengerjapkan mata dan tersadar dari lamunan gila, “Berhenti memanggilku dengan sebutan nona.”

Pria itu diam, entah memikirkan apa? Ia terlihat mengamati ekorku yang cokelat dan membusuk. Pasti dia merasa jijik. Namun, ia tidak berbicara atau menjauh.

Di tengah keheningan, aku memutuskan bertanya, “Siapa sebenarnya kamu?”

Mata merah itu menatapku dengan raut wajah serius, “Deckey.”

Pria itu menjawab singkat, sikapnya mendadak dingin. Perubahan sikap yang menonjol. Membuatku sedikit   penasaran dengan identitas Deckey, “Kenapa kamu berada di titik pusat Dunia Moirei?”

Pria itu menggelengkan kepala, “Aku tidak ingat apa pun selain nama.”

Wajahnya berbicara tanpa ekspresi, terkesan datar, aneh dan misterius.

“Sungguh? Sepertinya kamu gangguan jiwa,” ucapku dengan kesal.

Deckey tertawa hambar, “Mungkin.”

Aku hendak bertanya mengenai adegan sebelumnya saat aku terpental ke dasar palung dan membentur sesuatu, tapi aku urungkan niat itu, karena ia terlihat aneh. Selain itu, aku tidak mau mengingat momen ciuman pertama yang raib dengan sia-sia. Anggap saja, itu tidak pernah terjadi.

Aku berpikir akan mudah menemukan guru di dasar palung. Seperti apa kira-kira wajah penguasa Dunia Moirei? Mungkin lebih tua dari ayah. Dia pasti kakek tua yang bersembunyi di dalam palung atau dia sudah pindah rumah. Mencarinya sangat sulit, tidak ada petunjuk selain tempat tinggalnya. Tidak ada ciri fisik yang menggambarkan rupa dari penguasa Dunia Moirei. Sepertinya, aku gagal menemukan penolong yang disebutkan peramal tua dari Navaciras itu.

Sialnya, aku malah bertemu pria aneh bernama Deckey yang tidak jelas asal-usulnya. Bahkan tingkahnya seperti hilang kewarasan. Wajah berbahaya, otak mesum, dan misterius. Saat, aku mengamati pria itu, Deckey berbalik badan dan melihat palung dengan linglung, sembari duduk di depan gua. Di punggung Deckey terdapat luka bakar dipunggungnya yang memanjang berbentuk huruf S. Namun, aku tidak terlalu peduli dengan Deckey atau masa lalunya. Aku lebih fokus mencari penguasa Dunia Moirei.

Aku menyadari satu hal, kepala yang awalnya berdenyut nyeri dan mengeluarkan darah, tidak terdapat luka sakit. Sangat menakjubkan, mungkin Palung Dunia Moirei ini memiliki sihir yang ajaib. Karena aku merasa baik, aku memutuskan pergi dari gua. Meninggalkan Deckey yang masih termenung.

“Aku pergi dulu, sampai jumpa Deckey!” Aku berenang dengan ekor cacat.

Aku tidak mungkin diam bersama Deckey—pria aneh yang mesum. Ciuman pertama direbut olehnya. Menjengkelkan, untung dia tampan. Kalau dia jelek, aku akan memukul wajahnya.

Aku berusaha menerobos pusaran laut, hingga terpental beberapa kali. Aku hendak menyerah, lalu secara tiba-tiba pusaran itu terbelah dua, seolah memberikan jalan kepadaku. Setelah aku melewati pusaran laut, aku merasa diikuti. Sosoknya mengintaiku.

Siapa itu?

BERSAMBUNG
(1106 kata)

*****
BONUS BUAT KAMU YANG MEMBACA MERMAID IN LOVE WITH HANDSOME DRAGON BAB 4

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro