Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1

"Kau sudah kerjakan tugas kuliahnya?" Satu meja berlapiskan plastik kemasan berjejerkan varian makanan dan minuman. Kebanyakan makanan pedas dan es teh.

"Tugas apaan?" tanya seorang pemuda ceking, menyeruput es teh soda yang ia pesan.

"Elah, tugas gambar mesin sepeda motor," jawab pemuda berambut ikal panjang. "Lo mau dihajar sama Merida?"

"Siapa yang gak ngerjain tugas?" Mereka terbelalak berjamaah, bahkan pemuda ceking dengan polosnya batuk-batuk tak karuan.

Seorang gadis berambut ikal merah mencolok baru datang sambil mengenakan kemeja biru laut. Rambut dia terlihat belum disisir, pun muka dan kaosnya belepotan akan oli mesin. Jemari lentik yang sama kotor dengan muka menggulung lengan kemeja hingga siku. Lewat senyum miringnya, gadis itu duduk merangkul pemuda ceking----lebih disebut cekikan bagi kaum lelaki.

"Lo gak ngerjain tugas?" Mau seberapa kuat ia memberontak, lengan yang melingkar di lehernya merayap mencengkeram kedua pipi tirus. "Lo gak ngerjain karena lupa? Atau keasyikan ayang-ayangan bareng doi, hah?"

"A-anu...." Lelaki tersebut malah memejam kuat-kuat, menyatukan kedua telapak tangan untuk diperlihatkan depan muka si gadis.

"Anu apaan?" Makin ciutlah dia selepas disambar hardikan.

"Udahlah, Merida." Wajah bengis Merida sedikit memudar, menengok ke arah sosok gadis berambut cokelat panjang. Ikatan rambut yang dikepang dua justru menambah kecantikannya, menyinari hati para lelaki yang beku akan gengsi.

"Kasih dia kesempatan sampai bel masuk buat selesaikan tugasnya." Senyum yang menyertai ucapannya ibarat terik di atas hati mereka yang beku.

Lain halnya Merida yang menjeling sebal, menatap pemuda itu mengerucutkan bibirnya. Satu kata yang mengisyaratkan mata Merida melotot dan alis tipis saling bertautan di bawah kerutan dahi, sebelum ia mendesah pasrah sembari berkata, "Baiklah, gue kasih lo waktu buat selesaikan tugas sampai jam kelas teknik mesin. Lebih dari itu tapi kerjaan lo gak siap...."

Muka dia makin pucat pasi setelah mendengar jari Merida yang berbunyi kala ditekan dalam keadaan menekuk. "Lo tau kan apa yang gue lakuin nanti?"

Gadis itu tersenyum miring, mewarnai sorot mata berapi-api. Ia bersama temannya menjauh dari meja kaum lelaki, mengetuk arloji yang melingkar di tangan. Merida terkikik bertepuk tangan setelah menemukan meja kosong, tapi gadis dengan rupa elok itu tak demikian.

"Merida, gak baik loh lakuin kayak tadi," katanya mengeluarkan buku berukuran tebal dari tas selempang. "Gimana kalau psikisnya terganggu gara-gara kamu?"

"Gue rasa gak mungkin dia kena penyakit mental, Aizy." Merida geleng-geleng meredakan tawanya. Sebuah laptop kelabu ia keluarkan dari tas gendong yang tidur di meja. "Lagian dia udah gede, udah tau tujuan dia kuliah buat apaan. Nyebelin aja gitu kalau ada orang yang kuliahnya cuma nongkrong, gak ngerasain perjuangan orang tua cari duit buat lunasi biaya kuliah anaknya."

"Penyakit mental sama dengan penyakit yang sering kita alami," sanggah Aizy menopang kedua pelipis dengan dua jari. "Mereka gak mandang umur."

Merida berdecak kesal. Tatapannya mulai dingin saat mengoperasikan benda andalan para mahasiswa. "Dianya aja yang manja, gak respect sama kerasnya hidup. Asal lo tau, di dunia kerja tuh gak ada atasan yang baikin karyawannya. Kalaupun ada, palingan bisa dihitung jari. Sedangkan dia mau-maunya manja sama kesenangan duniawi."

"Iya, aku tau niatmu baik, mau nyadarin mereka supaya gak abaikan mata kuliah biar ada ilmu sama pengalaman. Tapi setidaknya jangan bentak dia, Merida."

"Bodo, Zy. Bodo." Dengan judes, Merida mulai menyimak video yang memperlihatkan cara membuat soapbox car, pun Aizy yang membaca dan merangkum materi. Ada yang bilang, membuat soapbox car adalah tantangan terbaik selama masuk jurusan teknik mesin. Merida sangat tertarik untuk membuatnya, ditambah waktu pengerjaan yang terbilang lama untuk pemula. Sebagai perbekalan melaksanakan uji coba soapbox car, Merida tulis bahan dan alat yang ia kenal, menggambar bentuk bodi hingga stirnya beserta pedal gas dan rem, sesuai dengan video yang ia tonton.

"Teman kamu sakit demam?"

"Iya, gara-gara kemarin malam malah pergi ke kampus." Secara tak sadar, Merida menekan tombol jeda. Iris Merida yang seindah safir perlahan melirik tanpa menoleh, menyimak pembicaraan mereka. Sepanjang ia kuliah, baru kali ini tertarik dengan percakapan orang di belakangnya.

"Masa dia gak tau soal kampus kita yang angker?" Dahi Merida mengerut. Ia tak pernah tahu ada rumor seperti itu.

"Dia tau, tapi katanya ada barang penting ketinggalan di kelas. Dia terpaksa ke sana." Merida memutar bola mata dengan garis lurus pada bibirnya. Siapa suruh gak cek barang sebelum pulang?

"Yah, moga dia cepat sembuh." Iya, Merida ikut mengucapkan demikian dalam hati. "Lagian, kok bisa ya Dreamland University yang tenar bin diminati banyak orang ternyata angker?" Ucapan orang itu benar, merangsang rasa ingin tahu dalam benak Merida.

"Aizy." Pemilik nama hanya menggumam tanpa mengalihkan perhatian pada buku yang terbentang. "Kenapa Dreamland University bisa mendapatkan gelar 'angker'?" Barulah ia mendongak menatap gadis bermuka kotor yang sudah bertopang dagu membaca tulisannya sendiri.

"Kamu baru tau soal rumor itu?" Aizy menaruh sebungkus tisu basah bayi, di mana segelnya telah terbuka dan meninggalkan sidik jari. "Bersihin dulu mukamu sana."

"Wajar lah gue gak tau apa-apa soal seluk-beluk Dreamland University," kata Merida mengambil satu helai untuk mengelap oli di wajah bulatnya."Cepat jawab pertanyaan gue."

"Ya udah, aku kasih tau. Rumor 'kampus angker' baru terdengar pas kita keterima kuliah di sini." Aizy mulai bercerita. "Aku gak tau apa penyebabnya, tapi ada berita kalau salah satu dosen yang ngajar di jurusan ilmu sejarah tewas bunuh diri dari ketinggian akibat diteror makhluk tak kasat mata."

"Seriusan bunuh diri?" tanya Merida melotot tak percaya, mengambil sehelai tisu basah lagi.

"Katanya sih," jawab Aizy membenarkan poninya yang berantakan. "Berita tersebut terdengar saat kita berada di sini sekitar 2 bulan. Awalnya yang lain tak percaya, masa bunuh diri gara-gara diteror makhluk halus. Gak sampai di situ, dua minggu kemudian terdengar berita tentang satu mahasiswa jurusan sastra Korea tewas seperti mendiang dosen jurusan ilmu sejarah. Di situlah mereka mulai percaya kalau kampus kita ada hantunya.

"Secara tak terduga karena mereka memercayai adanya hantu di Dreamland University, justru banyak orang yang kesurupan atau mengalami gangguan mental akibat keluyuran malam-malam terus ditemani hantu. Hanya itu yang aku tau dari gibahan teman sekelasku."

Dongeng Aizy menghasilkan reaksi datar dari Merida yang mukanya bersih dari oli mesin. "Cuma gitu doang? Gue masih gak percaya soal begituan. Dan gue masih penasaran sama rumor kampus angker."

"Tunggu," sela Aizy menyipit tajam, "jangan bilang kalau kamu nekat cari tau soal kampus kita yang angker."

Dugaan Aizy ibarat madu manis, mendapatkan kerlingan nakal dan seringai lebar dari Merida. []

Ish, Merida pakai kasih kode lagi. Mereka udah tau kali. Wkwkwk.

Majalengka, 21 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro