Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

chap. 2: Ryouta

"Ryouta kau melihat apa?"

Kami berhenti di lampu merah, dan melihat Ryouta sedang menatap keluar jendela.

"Boneka bebek ssu, aku dulu punya. Boneka itu ssu!!"

Aku tersenyum, walau umurku sudah 21 tahun tapi aku tetap saja luluh ke anak kecil.

Aku melihat mata berbinar Ryouta saat melihat boneka itu. "Kau mau ikut denganku? Aku mau beli camilan di sana."

Ryouta menoleh, lalu mengangguk.

"Nanti ambil 2 boneka, untukmu dan Tetsuya."

"Benarkah ssu?!"

Aku mengangguk. Toh mau beli 10 juga aku tidak akan bangkrut, sudah 3 jam perjalanan kami, dan hantu hantu lain kecuali Ryouta sudah terlelap di mobil. Walau hantu mereka juga sering kelelahan sampai tertidur. Aneh kan? Pft...

Aku membayar camilan ku dan boneka yang di pilih Ryouta, 2 boneka dengan tinggi lebih dari 60 cm itu sangat mirip dengan Ryouta dan tetsuya. Berwarna kuning dan Biru.

Aku mengajak Ryouta duduk di depan toko, saat aku menoleh. Aku melihat sosok kecil itu sedang mengasah ke atas sambil tersenyum.

"Ryouta, apa kau ingin bercerita?"

"Apa boleh ssu?"

Aku mengangguk. "Bagaimana kehidupanmu dahulu?"

"Aku tak menyukai saat aku hidup, aku membenci kehidupanku saat aku hidup."

"..."

Aku membiarkannya mengatakan itu semua tanpa ku potong. Tak tega aku jika memotongnya.

"Apa Akashicchi tak keberatan menjadi pendengar ke 2 ceritaku ssu?"

"Siapa yang pertama?"

"Kurokocchi..."

Aku mengangguk. Tetsuya memang salah satu anak yang menutup dirinya sendiri,  tapi dia akan terbuka  (tanpa membocorkan masalahnya) ke anak yang membutuhkannya.

"Apa Akashicchi masih akan tetap menjadi temanku ssu? Setelah aku menceritakan kejadian 3 bulan sebelum aku mati ssu?"

Aku mengangguk. Lalu melihat Ryouta mengadah langit dan tersenyum pilu. "Aku adalah anak hasil dari perselingkuhan..."

Deg!

°•°•°•°•°•°

Sosok kecil itu sedang menatap 2 orang di depannya yang bertengkar. Ayahnya menampar ibunya. Dan Ryouta hanya bisa menangis sesenggukan karena takut.

Kise Moshiro, biasa di panggil Oshi. Dia menatap Ryouta dengan garang, lalu menghampiri Ryouta dan melemparnya keluar rumah.

"TOU-SANNN... TOLONG..."

Pintu di tutup dan membuat Ryouta gelagapan mengais ngais pintu. Tubuhnya menggigil dan menahan sakit.

"TOU-SAN TOLONG DI SINI HUJAN DERAS TOLONG AKU TOLONG..."

Ryouta menjerit saat petir menggelegar satu sama lain saling terhubung. Ryouta memeluk tubuhnya sendiri, saat melihat di dekat pohon ada sebuah sosok hitam besar dengan mata merah menyeringai kepadanya, dia semakin menjerit.

"TOU-SANNNN TOLONGGGG HUWAAAAA...."

Jeritannya seakan akan terpendam oleh suara berisik dari gemericik air yang turun dari langit. Hujan deras dengan angin yang kencang.

Ryouta terus menjerit dan menangis, sampai ia kelelahan sendiri dan akhirnya tertidur di luar di temani oleh angin dan hujan.

Hampir setiap hari Ryouta akan di lempar ke luar, dan berakhir dia tidur di luar.

"Ka-san, Ryou sakit..."

Ryouta tersenyum tipis, saat mendengar dari balik pintu. Kata kata mati dan kutukan yang di tujukan kepadanya.
.
.

Matahari membuat sang empu surai kuning blonde mengerjap. Matanya terbuka. Dan dia langsung berlutut di depan pintu menunggu kakak atau siapapun membuka pintu.

Setelah beberapa menit Ryouta berlutut muncul dari balik pintu wanita dengan rambut acak acakan. Dia menatap Ryouta dengan sinis. Lalu melewatinya begitu saja.

Ryouta berjalan ke dalam rumah dan menuju ke dapur. Dia tersenyum kecil, karena memang sudah tak ada makanan hanya sisa sisa makanan.

Sehina itukah dirinya?

Ryouta menghela napas, lalu menjadikan satu semua sisa makanan itu. Dia berdoa lalu memakan makanan itu, setelah itu matanya melihat kakaknya dari lantai 2 menghampirinya.

"Ryou-kun... aku bawakan makanan untukmu." Bisiknya.

Kakanya memberikan 2 roti dan beberapa daging dari sebuah kantung. "Makan yang kenyang."

Ryouta mengangguk, ia senang kakaknya ada. Karena alasan Ryouta hidup paling besar adalah kakanya. Sungguh Ryouta senang.

Tapi, Ryouta paham. Kakanya harus ke luar desa untuk panggilan kerjanya hari ini. Ntahlah untuk berapa minggu.

Setelah makan, Ryouta langsung ke kamar dan mengganti pakaiannya. Dia tak ingin tambah parah demamnya, jadi dia ingin segera istirahat. 

Baru saja matanya menutup, dia di kagetkan dengan sosok ibunya yang membanting pintu.

Ryouta duduk, dan melihat ibunya. Sontak ia langsung menghindar saat buku buku tebal di lemparkan ke arahanya.

"Ka-san? Na-nande?"

"SIALAAN!! KAU DASAR BAJINGAN!!!"

Rambut Ryouta di tarik. Dan tubuhnya di lemparkan ke sudut ruangan.

"I-ittai..."

"KAU! Gara gara kau aku harus mengalami ini semua?!"

Ryouta menatap ibunya dengan arti apa salahku? Anak itu hanya menahan rasa sakit. Ibunya terus memukulnya, tanpa memberi ampun sedikit pun.

Duagh!

Bugh!

Ntah beberapa kalinya, pukulan itu melayang. Dari arah pintu Ryouta melihat ada Oshi yang sedang melihatnya sambil tersenyum.

Hati Ryouta cukup hangat saat melihat senyum tipis dari sang ayah.

"Apa yang kau lakukan?"

Wanita itu menoleh dan melihat Oshi di depan pintu. Dia langsung menyenggol Oshi dan pergi dari sana.

Ryouta menatap Oshi. "Tou-san, Ryou sakit..." lirihnya. Berharap Oshi akan segera membantunya. Tapi naas,

BUGH!

"MENJIJIKAN SAAT AKU MENDENGAR KAU MENGATAKAN AKU ADALAH AYAHMU!"

Tubuh kecil itu menghantam lemari. Mata Ryouta mengabur. Dan gelap. Kimononya kotor karena bekas noda darah dari hidung dan punggungnya.

.
.

Sudah 3 hari kakaknya pergi keluar kota. Dan ntah bagaimana kekerasan di rumah semakin menjadi.

Saat ini Ryouta tiduran sambil memeluk boneka piyo kecil berwarna kuning. Ia menemukannya di dekat pembuangan sampah.

Badannya demam tinggi, dia tak tahu harus bagaiamana.jadi ia hanya bisa tertidur di ranjangnya.

Baru saja dia menutup matanya ia langsung di tarik oleh ayahnya ke kamar mandi.

"Sialan akh biadap!"

Ryouta menatap Oshi. Apa? Apa yang terjadi?

Wajah Ryouta di tenggelamkan ke bak mandi, Oshi menikmati pemandangan saat melihat tubuh Ryouta memberontak karena kehabisan nafas.

Setelah puas Oshi membiarkan Ryouta di sudut kamar mandi sedang menangis. Dia tak peduli. Toh Ryouta itu bukan anaknya, hanya anak dari istri dan pejabat itu.

Oshi menggeram saat mengingat wajah istri dan pejabat itu, dia melempari Ryouta dengan balok kayu kecil dari sudut lain kamar mandi dan keluar.

"Kenapa? Kenapa aku? Ka-san Tou-san kenapa? Apa salahku? Tolong hentikan... tolong hiks..." lirihnya.

Rasa sakit yang tak pernah ia rasakan, atau ia selalu rasakan? Ntahlah Ryouta tak tau. Dia hanya benci saat ibu dan ayahnya mengalahkannya tanpa ia tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dadanya sakit, kepalanya pusing, badannya menggigil. Dia menahan itu semua, dengan berharap ibunya dan kakaknya akan selalu sehat dan bahagia.

.
.

"Ryouta!"

Ryouta menoleh, dan melihat ibunya memanggilnya. Ia menaruh kain pel dan menghampiri ibunya. "Ke-kenapa ka-san?"

"Menangkan kompetisi itu!"

Ryouta melihat yang di tunjuk ibunya. Dia membayangkan wajah ibunya yang senang, dengan senang hati ia mengangguk.

Besoknya ia langsung di seret ke tempat kompetisi itu, tempat yang tak terlalu jauh dari rumah nya. Dia duduk dan menatap perias yang mendandaninya.

Perias itu sedikit mengerti saat melihat tubuh kecil itu banyak lebam. Dia menoleh ke ryouta. Tapi, wajah anak itu berseri seri seperti tanpa beban.

"Nee-chan... apa tak rugi membuat kompetisi? Padahal di tahun ini bahan pangan banyak yang tak tumbuh. Dan pasti menghamburkan banyak uang dengan membuat kompetisi ini ssu."

Perias itu terkekeh. "Tidak, ini juga termasuk sumbangan juga. Kise-kun nikmati saja bagaimana enaknya punya kimono yang mahal."

Kise mengangguk mantap. "Aku tidak pernah memakai yang seperti ini ssu."

"Tuhkan, ga pernah..."

Ryouta berceloteh dengan bibirnya yang mungil sesekali cemberut atau tersenyum.

"Hidupmu sepertinya sangat menyenangkan ne..."

"Iya donk ssu! Aku 'sangat menyukai' kehidupanku ssu..."

M

ereka saling bercanda dan tertawa tak Menyadari ada sosok wanita yang gemeletuk giginya akan terdengar jika kalian mendekatinya. Wanita itu, tak menyukai tawa dan senyum Ryouta. Dia benci sangat benci. Ia selalu teringat dengan mantan pacarnya, wanita itu berbalik dan pergi.

.
.
.

"KA-SAN..." panggil sosok kecil itu. Dia berlari ke dalam rumah dengan hati cukup girang.

"Kenapa sih?!"

Ryouta mengambil kertas dari balik kimononya, lalu memberikan uang dan 2 kertas. "Aku menang!!!!" Ujarnya antusias.

Ibunya menatap Ryouta. Dia mengambil paksa uang dari tangan mungil Ryouta. "Bagus, sana bersihkan toilet."

"Bolehkah hari ini aku-..."

Ryouta melihat ibunya sedang menatapnya garang langsung mengangguk, "ha'i"

Anak itu menggosok permukaan kamar mandi, tapi saat di rasa ada yang masuk dia menoleh. "Tou-san?"

Bugh!

Ryouta di tendang lebih kencang dari biasanya. Membuatnya terbentur dan mengeluarkan darah dari belakang kepalanya karena benturan.

Kepala nya berdenyut ntah untuk beberapa kalinya, hidungnya mulai mengeluarkan darah.

"I-ittai,,,"

"BIADAP!!!"

Ryouta di tenggelamkan ke bak mandi yang lebih besar membuatnya harus tenggelam. Pagi mendorong tubuh Ryouta agar ke dasar bak mandi.

"TOU- HAH HAH SAN... TOLONG.... KA-HAH SANNNNNN... NII-SANNN TOLONGGG HAH.... HNG... NN..."

Bak mandi yang terbuat dari kayu itu penuh dengan air, setelah itu Oshi mengambil penutup bak mandi dan menutup bak itu.

Bolehkah Ryouta berharap? Bolehkah dia berharap dia mempunyai ayah dan ibu yang sangat mencintainya?

Ryouta menatap wajah ayahnya yang tersenyum puas saat menutup bak mandi itu. Ryouta tak pernah bisa berenang, dia kehabisan nafas.

Saat mengingat wajah ayah dan ibunya, serta kakaknya yang tersenyum. Dia menutup matanya, kaki dan tangannya berhenti memberontak. Berhenti menggapai ke atas.

"Nii-san, tolong aku..."

Bolehkah Ryouta berharap? Berharap dia bisa di beri sebuah teman? Bolehkah Ryouta menagih janji tuhan? Menagih kepada tuhan janji di mana dia mendapatkan bidadari yang akan menemaninya?

Satu bulir air mata menetes dari matanya, Ryouta memberikan air mata untuk kehidupannya yang berakhir.

Air yang bercampur darah, dan air di bak itu menjadi keruh, seolah olah tak rela anak cantik itu harus mati di usianya yang baru 6 tahun.

Setelah itu, beberapa hari kemudian arwah Ryouta yang sedang di depan rumah melihat ayah dan ibunya di tangkap oleh pihak keamanan. Ryouta tersenyum kecil saat melihat tubuhnya di angkut dan di kremasi oleh kakaknya.

Dia melihat ibu dan ayahnya menangis saat melihat 2 kertas saat Ryouta memenangkan kompetisi. 2 kertas impiannya, kertas harapannya, kertas berisi keinginanya. Berharap dia bisa membaca dan menulis. Bermimpi dia bisa bahagia, dan berkeinginan dia bukan anak dari hasil perselingkuhan.

2 kertas berisi tulisan yang di tuliskan oleh sang perias. Tulisan untuk ayah ibunya. Berharap menjadi keluarga yang bahagia.

Tapi semua itu hanya sia sia. Ryouta sudah tiada dan dia berharap ibu dan ayahnya tak akan mengulangi kesalahan mereka. Toh, walau bukan anak sendiri tapi itu adalah titipan tuhan. Mereka tak ada sangkut pautnya dengan masalah orang tua mereka.

Ryouta mengangguk, dan berjalan menjauh dari sana. Berjalan mencari teman yang bisa di ajak bermain dan memahaminya. Mencari kehidupan barunya, ia tak bisa kembali ke tuhan sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Arigatou ne Sayonara Nii-san."

°•°•°•°•°•°

Dan Ryouta tak mau memberitahukan apa yang dia inginkan kepadaku.

#####

Maafkan aku feel sadnya kurang. Masalahnya ketikanku ga sengaja kehaapus. Dan itu lebih sad daripada ini. Amjer...

Huwaaa....

Maaaffff huwaaaaaa

Tapi makasih minna...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro