Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💕9. Hukuman Untuk Dayu 💕

Mature content ya gaes. 21++

Harap bijak. Kalo di bawah umur skip aja ya. Jangan lagi ada ocehan anak kecil yang mampir di lapak ini.

💕Happy Reading💕

Wajah Baba Ji memucat. Ucapannya gagu sulit berkata-kata. Yu Lian bangkit dari tempat tidur dan menghampiri Baba Ji yang mengacungkan telunjuk ke belakang. Lian pun mengurut arah yang ditunjuk ayahnya.

"Ada apa, Fuqin?"

"A ... a ... a ..." Baba Ji masih tergagap bicaranya.

Lian hendak keluar tapi Baba Ji menahan pergelangan tangannya. Sementara tangan yang satu masih menunjuk ke belakang. 

"Ada apa?" tanya Lian tak mengerti. 

Baba Ji menggeleng berulang. Telunjuknya memang mengarah ke arah pintu yang di belakangnya, tapi bukan itu yang ia maksud. Baba Ji pun akhirnya  berbalik, memperlihatkan punggungnya.

"Li ... li ... lihat!" titah Baba Ji menunjukkan punggungnya. Baru Lian ketahui bahwa seekor hewan menempel di punggung lelaki tua itu. 

Cicak ....

Baba Ji mempunyai ketakutan yang berlebihan terhadap binatang yang merayap di dinding itu. Dia geli saat ekor si cicak putus dan bertambah ketakutan karena mendengar mitos bila jatuh di tubuh seseorang maka kata orang Jawa kejadian buruk akan terjadi.

Lian bergidik. Lelaki kekar itu juga geli dengan cicak. Wajahnya turut memucat, hanya diam menatap nanar punggung sang ayah. Tangannya bergetar hendak mengambil cicak yang mencengkeram baju Baba Ji dengan rambut halus yang ada pada telapak kaki kecil si cicak.

Dayu heran dengan ulah ayah dan anak itu. Ia pun turun dan segera menghampiri keduanya. "Fuqin, Koko? Kalian sedang apa? Wajah kalian seperti melihat hantu saja."

"Ci ... ci ...cak, Dayu!" jawab Baba Ji dengan ekspresi bergidik. 

Dayu mendekati punggung sang ayah mertua. Kepalanya dijulurkan sampai jarak satu jengkal dengan cicak berwarna albino itu. Matanya yang memicing mengamati cicak yang tak berekor lagi, dan pandangannya beralih ke arah suaminya.

Wajah Lian masih sama pucat dengan wajah sang ayah. Satu kesimpulan yang didapat oleh Dayu bahwa suaminya juga mempunyai ketakutan berlebihan terhadap cicak. Tawa Dayu menyembur keras, mendapati reaksi ayah dan anak itu.

"Ko! Koko takut cicak?"

Mendengar pertanyaan Dayu, Lian tersadar bahwa dirinya sudah membuka aib yang selama ini ingin ia sembunyikan. 

"Tidak! Aku hanya jijik saja!" Mata Lian masih memperhatikan binatang di punggung Baba Ji. "Lihat Dayu, ekornya lepas. Rasanya aku ingin muntah! Menjijikan sekali!"

Tawa Dayu memenuhi ruangan kamar. Saking gelinya, air mata Dayu meluap dan perutnya terasa sakit. 

"Ayo, Xiao Kai! Ambilkan cicaknya!" sergah Baba Ji tak sabar.

"Sebentar. Aku cari kertas dulu untuk mengambilnya." Mereka bercakap dengan bahasa dunia lain yang tak dipahami Dayu. 

Lian segera ke meja tulis di salah satu sisi kamar. Melihat suaminya yang mengobrak-abrik laci untuk menemukan kertas tak terpakai, maka Dayu berinisiatif mengusir cicak itu. Ia melepas karet rambut yang digunakan untuk mengikat rambutnya. Dalam sekali jepretan, cicak itu terkejut sehingga jatuh dan berlari ke bawah kursi.

Saat Lian kembali dengan kertas yang sudah digulung, matanya mencari-cari cicak albino yang tadi seingatnya berada di tengah punggung sang ayah. Dayu dengan tidak peduli dan masih mengeluarkan sisa kekehan akhirnya kembali berbaring.

"Loh, mana cicaknya?" Lian mendekatkan wajah ke punggung Baba Ji. Wajahnya terlihat lega karena tak mendapati binatang melata itu ada di punggung ayahnya.

"Ko, itu cicaknya. Ada di kaki Koko!" 

Lian menarik badannya mundur ke belakang. Kakinya diangkat bergantian seolah menghindari cicak yang dimaksud Dayu. Lelaki tinggi itu membungkuk memastikan tidak ada cicak yang menempel di kakinya.

Tawa Dayu menggelegar melihat tingkah konyol Lian. Sungguh suatu hal yang tak disangka oleh Dayu bahwa suaminya sangat ketakutan dengan binatang kecil yang sering ditemui merayap di dinding.

Mendengar tawa jail Dayu, Lian paham bahwa wanita itu hanya menggodanya. Lian kembali menegakkan badan dan berdeham mengatur ekspresi. Setidaknya dia tidak ingin wibawanya jatuh hanya karena cicak kecil itu. 

"Sudah tidak ada, Xiao Kai?" tanya Baba Ji memastikan dalam bahasa Mandarin.

"Iya, Fuqin." 

Mendengar jawaban putranya, Baba Ji mengucapkan terima kasih dan segera keluar dari kamar anaknya. 

Saat Baba Ji hendak menutup pintu, dia berbalik. "Dayu, jangan kaget, kami ini sama ta—"

"Tidak menyukai cicak!" potong Lian cepat, tak ingin wibawanya hancur dan ditertawakan oleh Dayu.

Dayu masih saja tak bisa menyembunyikan gelak tawanya. Saat Lian berbalik setelah menutup kembali pintu kamar, lelaki itu menatap Dayu dengan pandangan gusar. "Dayu, bisakah kamu berhenti tertawa?"

Dayu tak mengindahkan ucapan suaminya. Dia masih memegangi perutnya yang sakit karena ledakan tawa yang tak bisa ditahan. 

"Dayu ... berhenti tertawa, atau kamu akan menyesal?" ancam Lian dengan mata memicing.

Tetap saja Dayu terkekeh. Kali ini Lian melepas sandalnya dan naik ke atas ranjang. Dengan disangga oleh sikunya agar tidak menindih perut istrinya yang sedang hamil muda, Lian berada di atas tubuh Dayu yang berbaring. Dayu terhenyak karena tiba-tiba Lian sudah ada di atasnya.

"Ko, sedang apa di atasku?" Dayu berusaha mendorong Lian.

"Aku akan menghukummu, Dayu," ucap Lian dengan senyuman miring.

Lian membelai pelan sudut rahang istrinya dengan punggung jemari tangannya, membuat Dayu kali ini yang bergidik ngeri. Selama ini Dayu sering menggoda Lian, tapi tak sungguh-sungguh ingin melakukannya. Namun, sekarang sepertinya Lian tidak bermain-main dengan ucapannya.

"Ko ... ko, aku ha—"

"Aku tahu kamu hamil, Sayangku? Sebagai dokter, aku menyimpulkan kehamilanmu baik-baik saja, dan siap untuk melayani suamimu," bisik Yu Lian di sebelah telinga Dayu. 

Dayu memalingkan wajahnya ke kanan. Sepanjang tulang punggungnya merasakan gelenyar yang lama tak ia rasakan. Kuduknya meremang dan bulu halus di kulit tangannya tegak berdiri. Mendapati reaksi Dayu yang pipinya memerah, Lian mengulum senyuman di bibir merahnya. 

Lelaki itu menyapu daun telinga Dayu dengan otot pengecapnya. Lian bagaikan riak air yang membelai tubuh Dayu. Menenggelamkan wanita itu dalam pesona karisma sang suami. Tangan Lian yang menjelajah tubuh wanita hamil itu seperti deburan ombak yang berkejaran ingin membelai bibir pantai.

Lian bak gulungan ombak samudera yang ingin mencecap daratan. Sementara Dayu bagaikan bibir pantai yang menunggu deburan air laut menyapanya. Seperti saat ini, bibir Lian mencecap setiap inchi bibir penuh Dayu. Membuat Dayu hanya bisa memejamkan matanya, menikmati sentuhan manis itu. Aroma manis dari napas Lian yang selalu dirindukannya. Dayu terhipnotis dengan sentuhan lembut di bibirnya. Lengan kecil merengkuh pundak kekar Lian, membuat tubuh mereka mereka semakin mendekat. 

Lian melepas pagutannya. Dia menarik wajahnya dan menatap dalam bola mata kelam yang kini dipenuhi oleh luapan hasrat yang mendamba akan belai kasihnya. Lelaki itu mengecup lembut kening Dayu membuat wanita itu merasa dilindungi dan disayangi oleh sang suami.

"Aku menginginkanmu malam ini, Dayu." Lian meminta ijin.

"Aku milikmu, Suamiku," jawab Dayu lirih. 

Mendengar persetujuan Dayu, Lian mulai pergerakannya. Tangannya dengan lincah mengurai kancing blus yang dikenakan oleh istrinya. Saat blus itu sudah terbuka, dada Dayu yang kini terlihat lebih padat berisi itu terkuak. Mata Lian berbinar menikmati pemandangan tubuh istrinya. Tangan Lian membelai lembut bahu Dewi Andayu. Kecupan pun didaratkan di tepi pundaknya saat hendak menanggalkan blus Dayu. Tangannya yang terselip di balik punggung Dayu pun sudah semakin lincah melepas kaitan kutang istrinya.

"Seperti yang aku bilang dahulu, aku akan mahir melepaskan kaitan kutang istriku," bisik Lian yang tak direspon Dayu. Wanita itu terlanjur terlena dengan sentuhan yang memanjakan tubuhnya.

Tubuh indah sewarna madu hutan itu menggairahkan di mata Lian. Lelaki itu tak ubahnya seperti beruang madu yang menyukai manisnya lelehan yang dihasilkan oleh lebah. Dengan pencecap dan bibirnya, Lian mencicipi setiap inchi tubuh Dayu yang menjadi candu baginya.

Dayu hanya bisa pasrah. Hormon kehamilannya menginginkan setiap belaian lembut Lian di tubuhnya. Wanita itu menikmati setiap perlakuan Lian yang memberikan usapan kasih sayang. Dayu hanya bisa melenguh tertahan, saat jemari Lian menjelajahi satu persatu bagian tubuhnya yang menawarkan kenikmatan.

Napas Dayu pun terengah, kala hasratnya dipermainkan oleh sang suami. Dadanya kembang kempis dan jantungnya berdetak semakin kencang saat melihat Lian yang melepas kemejanya. Walau sudah sering melihatnya, Dayu selalu terkesima dengan liatnya otot yang membentuk dada Lian. Membuat Dayu ingin selalu berada dalam rengkuhan dada bidang itu. 

Lian menyelubungi badan mereka dengan selimut, untuk menyatukan kehangatan tubuh mereka. Dia kembali mendekatkan badannya dan memandangi sejenak bola mata sang istri yang sudah berkabut hasrat. 

Tubuh mereka saling menghimpit dengan Lian masih berada di atas Dayu. Mereka saling berpagutan, saling membelai. Keduanya saling menyentuh dan memberi usapan. Mereka saling melayani untuk memberikan kepuasan dan kenikmatan pada pasangannya. 

Gerakan Lian seperti jilatan ombak di bibir pantai. Bergulung mencapai pantai, kemudian deburannya ditarik ke tengah laut. Berulang-ulang tanpa putus. Lenguhan kenikmatan yang tertahan keluar dari getaran pita suara Dayu membangkitkan naluri kelaki-lakian sang suami. Membuat lelaki itu semakin meningkatkan kecepatan gerakannya, seperti samudera yang bergolak diterpa badai, hingga akhirnya ledakan kenikmatan mereka capai bersama.

Malam itu, mereka saling menyerang dengan cinta yang ingin memberi alih-alih menerima. Namun dengan memberi, masing-masing juga mencecap kenikmatan yang tiada tara. Kenikmatan yang selalu mereka rindukan untuk mengulanginya lagi dan lagi.

Lian ambruk di sisi badan Dayu yang masih merasakan sisa kenikmatan untuk kesekian kali malam ini. Napas mereka menderu dengan senyum kepuasan membingkai di wajah keduanya. Mereka berbaring miring saling berhadapan, menatap mata pasangannya dengan penuh cinta.

"Dayu, terima kasih," ucap Lian sambil mengecup lembut bibir Dayu. "Perutmu tidak apa-apa bukan?" 

Dayu tersenyum tipis dan menggeleng. "Terima kasih juga, Ko."

Lian menyelipkan lengan kekarnya di bawah leher Dayu dan membawa tubuh kecil itu ke rengkuhannya. Mereka terlelap dalam sisa malam yang semakin larut hendak berganti menjadi pagi.


💕Dee_ane💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro