Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💕7. Perasaan Yu Lian💕

Menjadi wanita hamil dengan hormon yang sering bermain jungkat-jungkit di tubuh Dayu tidaklah mudah. Wataknya yang cenderung meluap-luap kini harus dikekang demi sang buah hati.

Selama perjalanan Dayu memilih diam. Dia memandang kosong punggung sang suami. Rasanya Dayu ingin memeluk punggung kekar itu dan bersandar di sana. Namun seolah, ada perasaan yang menggelayut mengganjal di dada Dayu. Sesak, tetapi Dayu tidak tahu dari mana datangnya rasa yang mencekik rongga pernapasannya.

Roda kereta kuda yang ditarik oleh Cokelat membelah jalanan yang berdebu di bulan September.  Perjalanan tidak terlalu jauh tetapi terasa melelahkan bagi Dayu yang sedang hamil muda. Beberapa kali helaan napas kasar Dayu bisa didengar oleh Lian. 

"Kamu lelah, Dayu? tanya Lian di tengah perjalanan.

"Sedikit." Dayu mengurut pelan pinggulnya yang terasa pegal. Wajahnya meringis menahan rasa ngilu di tulang ekornya. Walaupun usia kehamilannya terbilang muda, tetapi Dayu merasa tubuhnya tidak sekuat dulu.

"Kita istirahat sebentar?" Lian menawari.

"Boleh …," jawab Dayu.

Yu Lian akhirnya menepikan kereta kuda di tepi jalan.  Pria itu meloncat turun dan membimbing Dayu turun dari kereta. Dayu menyambut tangan kokoh itu. Namun, selanjutnya ia terpekik kala Lian menarik dan menggendongnya seperti anak kecil.

"Koko! Lepas!" pekik Dayu. Lian terkekeh tak menghiraukan protes dari istrinya. Baba Ji tertawa bahagia melihat anaknya sekarang sudah sering sekali menampakkan senyum dan tawa di wajah.

Ya, lelaki tua itu merasa bersyukur, putranya telah menemukan wanita yang tepat, yang mampu menghapus kenangan buruk masa lalunya. Wajah datar yang penuh kepiluan serta penyesalan itu tak lagi tampak. Ekspresi Lian kini menjadi cerah, dipenuhi oleh senyum lebar dengan sorot mata yang berbinar mendamba istrinya. Pandangan jatuh cinta seorang suami pada sang istri.

Suara gelak Lian menguar di udara. Membuat para petani yang sedang membungkuk menyemai padi, menegakkan badan, dan melihat sekilas siapa yang tergelak dengan nada sukacita. Para petani yang merasakan aura kebahagiaan itu tersenyum dengan batin menghangat ketika tahu pasangan muda itu terlihat saling mendamba.

"Cah ayu! Beruntung sekali kamu, bojomu kuat menggendong kamu!" seruan seorang wanita bertumbuh subur terdengar dari gubug di tengah sawah.

Lian menengok ke arah datangnya suara, dan tersenyum melebar membuat kedua mata sipitnya terlihat seperti garis.

"Turunkan, Ko! Malu!" ujar Dayu. 

Yu Lian akhirnya menuruti titah istrinya. Pelan-pelan kaki Dayu berpijak di atas tanah. Dadanya sedikit membusung, sementara tangannya mengurut punggung bawahnya.

Lian membalas sapaan wanita tua itu dengan lambaian tangan. Dayu terperanjat dengan senyuman yang menghiasi wajah Lian. Wajah itu masih sama mempesona seperti awal mereka bertemu. Lagi, mata Dayu dimanjakan oleh rupa Lian yang mampu menghipnotisnya. 

Dengan diterpa sinar mentari, wajah suami Dayu tampak bersinar dengan menonjol garis wajah maskulin yang membuat desiran di jantung Dayu. Sungguh, mengamati lekuk wajah Lian tak dimungkiri Dayu selalu berhasil membuat organ vital tubuhnya berdetak dengan cepat. Padahal, Dayu seharusnya terbiasa. Namun, tetap saja, getaran batinnya  menghangat bila melihat senyuman Lian.

Yu Lian menjentikkan jarinya di depan wajah Dayu yang menatap nanar ke arahnya. "Melamun saja kamu, Ibu hamil! Aku tahu aku rupawan," bisik Lian di samping telinga Dayu, membuat pipi Dayu memerah. 

Dayu mencebik kesal. "Hih, Koko percaya diri sekali!" 

Lian menyemburkan tawa. Saat angin berembus menerpa wajahnya, lelaki itu terpejam, menikmati belaian angin di wajahnya. Sekali lagi, Dayu terperangah melihat visual profil wajah sang suami. Bagaimana bisa semua tampak begitu sempurna di mata Dayu. Balutan otot yang melekat di tulang wajahnya, disertai dengan komposisi lemak dan tulang rawan hidung yang menonjol. Semuanya disempurnakan dengan bungkusan kulit berwarna cerah dan bibir merah alami.

Dayu menjilat kedua bibirnya. Sungguh beruntung ia mempunyai seorang suami sempurna seperti Lian yang sangat melindunginya. Sikap ingin melindungi itu kadang membuatnya jengah, tetapi jujur saja Dayu sangat menikmatinya.

Lian menoleh, kembali mendapati seorang perempuan yang mendongak memandangnya penuh damba. Embusan angin yang membuat anak rambut Dayu berkibar menutup wajah gadis itu, disingkirkan oleh Lian. Lelaki itu menyibakkan anak rambut Dayu ke belakang telinga. 

"Ko, berjanjilah akan selalu mencintaiku." 

Yu Lian mengernyit mendengar pinta Dayu. "Kalau aku tidak mencintaimu, aku tidak akan melindungi sampai kamu pulang kembali ke rumahmu," sahut Lian.

"Aku tahu. Hanya saja ... perasaanku tak nyaman."

Lian menuntun Dayu duduk di tepi parit yang mengalirkan air sungai yang sangat bening untuk irigasi sawah. Setelah Dayu duduk, dibantunya Dayu untuk melepas sandal dan menurunkan kaki Dayu ke aliran tenang air parit itu.

Hawa sejuk menerpa kaki Dayu, membuat nyaman raga lelahnya. "Nyaman, bukan?"

Dayu mengangguk. Lian menyusul menurunkan kaki putih yang berbulu tak terlalu lebat ke air sungai kecil. Lelaki itu mengembuskan napas panjang, mendapati sensasi dingin di pori-pori kulitnya.

"Dayu, asal kamu tahu, aku sangat mencintaimu." Lian menatap erat mata hitam legam yang juga memandangnya.

"Bahkan dari Ke Yi Jie?" tanya Dayu menelisik kedalaman hati Lian.

Lian terdiam. Dia meluruskan pandangan dan menarik lengannya ke belakang untuk menyangga badan. "Cintaku pada Ke Yi Jie dan cintaku padamu berbeda jauh."

Dayu menelengkan kepala tak mengerti. "Aku mencintai Ke Yi Jie. Dia cinta pertamaku, istri pertamaku—"

"Sekarang Koko masih menyimpan perasaan itu?" potong Dayu tak sabar.

"Aku tidak mau berbohong. Tapi perasaan itu masih ada. Bagaimana pun, Ke Yi Jie adalah istriku. Kami pernah menikah walau terpisah setelah beberapa jam setelah langit dan bumi menyatukan kami. Dia masih bersemayam di hatiku."

"Koko ...." 

"Tapi cintaku padamu adalah cinta terakhir. Aku tak ingin mencintai wanita manapun lagi selain kamu. Cukup Dewi Andayu yang kucintai. Aku mencintaimu di saat kita sama-sama terluka. Kita saling menghibur dengan tidak disengaja. Melalui tingkah polosmu, yang membuatku ingin melindungi, menyayangimu." Lian menerawang, memandang jauh ke hamparan persawahan yang berlumpur. Deretan padi yang masih kerdil sudah tertata rapi berjajar di atas tanah lumpur yang akan menjadi tempat hidupnya.

Dayu terdiam. Mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir merah Lian. Ada rasa tak rela, bahwa dia hanya menjadi yang terakhir, bukan yang pertama. Cemburu pada seseorang yang tidak ada itu membuatnya merasa aneh. Apakah rasa cintanya pada Lian terlalu berlebihan? 

Dayu menunduk menatap kaki yang diterpa aliran air bening. Tangannya mencengkeram rok yang dikenakan. Lian tahu, saat hamil seperti ini Dayu sedikit sensitif.

"Kamu kenapa, Dayu?" tanya Lian.

"Tidak bisakah Koko berbohong, hanya mencintaiku?" Dayu mendongak. Matanya sudah berkaca memerah membuat Lian keheranan.

"Maaf, tapi percayalah padaku, kamu adalah perempuan yang aku cintai. Apakah yang aku lakukan selama ini kurang, Dayu?" tanya Lian menyeka bulir jernih yang menetes di pipi Dayu.

Dayu menghambur memeluk tubuh kekar di depannya. 

"Kamu perasa sekali saat hamil Dayu."

"Siapa yang buat aku perasa seperti ini? Hormonku mempermainkan suasana hatiku. Menyebalkan!" protes Dayu.

Lian terkekeh dan mengecup pucuk kepala istrinya. "Ayo, kita lanjutkan perjalanan, sebelum makan siang sebaiknya kita harus sudah sampai."

Mereka melanjutkan perjalanan lagi dengan kereta yang ditarik oleh Cokelat. Udara panas tak terlalu terasa karena payungan atap yang sengaja dibuat oleh Baba Ji agar menantunya bisa nyaman dalam perjalanan. Tak sampai satu jam mereka sudah sampai di kota Soerakarta yang lebih ramai karena dari segi sejarahnya, kota itu adalah kota pusat pemerintahan Kasunanan.

Kereta mereka membelah keramaian kota Soerakarta menuju sebuah daerah di sekitar pasar gedhe di mana rumah keluarga Yu berada. Ini kali pertama Dayu akan menginjakkan rumah itu. 

Lian mengendalikan Cokelat berkelok ke sebuah gang yang cukup besar. Dengan langkah yang tak terlalu berderap, Cokelat menarik bebannya sampai sang kusir menghentikan lajunya di depan sebuah rumah bergaya arsitektur Belanda. Rumah itu tak terlalu besar. Hampir mirip dengan rumah yang ada di Soerabaja. 

Sekali lagi Lian mendahului turun dan membantu istrinya turun. "Ini rumah kami. Sudah beberapa bulan tidak ada yang menempati, tapi kemarin Fuqin sudah membersihkannya walau mungkin belum terlalu maksimal. Fuqin tidak ingin menantunya datang dalam keadaan rumah kotor."

Dayu terenyuh dengan perhatian Baba Ji. "Fuqin selalu memperhatikan saya. Saya jadi terharu."

"Haya, sudah kewajiban wo membuat wo punya  anak dan menantu nyaman tinggal di kediaman Yu. Apalagi ni sedang hamil," ujar Baba Ji sambil berjalan menuju pintu depan. Lelaki paruh baya itu bergegas membuka pintu rumah, dan dengan tersenyum memberi salam kepada Dewi Andayu. 

"Selamat datang di kediaman keluarga Yu, Dewi Andayu."

Cinta terakhirku adalah Dewi Andayu

Hormon kehamilan Dayu bikin sensi

💕Dee_ane💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro