💕10. Tamu Spesial💕
Dayu membuka matanya di pagi hari. Angin sejuk yang menerobos di sela-sela daun jendela yang tidak bisa tertutup rapat, membelai lembut bahu polos yang tidak tertutup selimut. Badan kecil Dayu larut dalam kehangatan rengkuhan lengan kekar Yu Lian.
Sungguh menyenangkan terlelap setelah pergulatan malam tadi. Feromon yang menguar dari tubuh suaminya menenangkan Dewi Andayu, membuat dia ingin bermanja-manja sejenak. Namun, mendengar azan subuh berkumandang, Dayu tidak ingin dirinya terlambat bangun. Aktivitas menjadi seorang istri dan menantu memanggilnya.
Dayu mengurai kalungan tangan suaminya, dan menegakkan tubuh seraya memegang selimut di depan dadanya. Tangannya menggerayangi baju di sekitar ranjang yang semalam dilucuti oleh suaminya. Setelah mengenakan pakaian dengan susah payah di atas ranjang, wanita itu menurunkan kakinya dari ranjang dan segera menapakkan kaki di lantai yang cukup dingin di pagi itu.
Namun, langkah Dayu terhuyung, dan matanya berkunang, saat tubuhnya berdiri cepat dari posisi duduk. Perempuan itu kembali duduk di bibir tempat tidur. Sesekali dia memijat pelipis dengan jempol dan jari tengah tangan kanannya.
"Kalau dari posisi duduk ke berdiri jangan tergesa-gesa. Tensimu bisa ngedrop, Dayu." Suara serak yang berat itu memecah sunyi subuh.
"Iya ...." Hanya itu jawaban Dayu. Dia menyadari dirinya mengalami hipotensi postural karena tergesa bangkit dari posisi duduknya. Sementara, tekanan darah dayu sendiri bisa dibilang cenderung rendah.
Yu Lian menegakkan badan hingga selimutnya melorot sebatas pinggang. Dada bidang dengan perut terukir indah itu dibelai udara sejuk pagi. Lelaki itu beringsut menggeser pantat dan melingkarkan lengan untuk memeluk Dayu yang sedang memijit pelipisnya.
"Kamu istirahat saja. Semalam pasti kamu lelah. Gula darahmu bisa saja turun karena energimu terkuras habis." Lian menyurukkan kepala dan meletakkan dagunya di atas bahu Dayu.
"Bagaimana aku bisa enak-enakan istirahat? Mau makan apa kita nanti, kalau aku tidak bangun?" Dayu berusaha melepas rangkulan tangan Lian di pinggangnya.
"Untuk sementara, pagi ini beristirahatlah dulu. Aku jadi merasa bersalah membuatmu kurang istirahat." Nada Lian terdengar menyesal.
Dayu mencibir. Rasa penyesalannya tidak sebanding dengan apa yang terjadi semalam. Seolah Lian melakukannya seperti tidak ada hari lain untuk melakukannya.
Perempuan itu mengubah posisi duduknya menghadap sang suami. Ia menangkup pipi Lian, sambil memberi kecupan lembut.
"Semalam kamu memberi hukuman yang tidak ada ampun padaku, dan sekarang berlagak menyesal," kata Dayu sambil memicingkan mata.
"Karena kamu terlihat pasrah dan menginginkannya. Aku hanya memberi apa yang kamu inginkan."
Dayu mencubit keras otot perut Lian yang liat. "Menyebalkan! Kenapa jadi aku yang terlihat menginginkan? Koko juga menginginkannya bukan?"
Lian memekik tertahan dan berusaha melepas cubitan Dayu. Lian menduga cubitan Dayu itu bisa dipastikan akan membuat gosong kulitnya yang putih.
Direngkuhnya perempuan yang sedang merajuk di depannya. "Kita sama-sama menginginkannya, bukan? Sama-sama menikmatinya."
Pikiran Dayu melayang mengingat kenangan masa lalunya. Yu Lian, pemuda perkasa itu sempat tidak mempunyai hasrat seksual sama sekali. Trauma melihat istri dan adiknya yang diperkosa di depan mata, membuat Lian sungguh tidak ingin melakukan kegiatan seksual di waktu awal pernikahan. Setidaknya hal itu membuat Dayu merasa aman, karena tidak perlu dipaksa melayani suaminya di saat cinta mereka belum bersemi.
Kini semua berjalan normal. Lelaki itu sudah bisa mengatasi traumanya. Bahkan kini Dayu sudah mengandung benih yang ditaburkan Lian di rahimnya yang akan tumbuh dan berkembang menjadi bakal penerus keluarga Yu.
Dayu mendorong pelan tubuh suaminya. "Pakailah baju. Setelah itu Koko bisa bantu aku mencuci."
"Loh, kamu istirahat saja, Dayu."
Dayu menggeleng perlahan.
"Aku akan menjadi istri yang baik untukmu dan menantu yang baik untuk Fuqin."
Dayu segera berdiri dan Lian pun tidak dapat mencegah istrinya. Wanita muda itu segera menghadap ke cermin di sisi daun pintu lemari pakaian yang terbuat dari kayu jati. Ia menyisir pelan rambut hitam sebahu yang lebar dan mengikatnya ke belakang.
Sesudahnya Dayu pergi ke dapur, diikuti Lian kemudian. Lelaki itu mengikuti titah istrinya. Ia menimba air terlebih dahulu untuk mengisi seluruh gentong air dan bak mandi. Lian juga mengisi baskom kayu dengan air, untuk mencuci. Dia tidak ingin istrinya susah payah di saat kehamilannya mulai membuncit.
Melihat suaminya yang mengangkut pakaian kotor dari kamar mandi, Dayu tersenyum. Lelaki itu benar-benar melakukan pintanya. Tak dipungkiri raga Dayu tak sekuat dulu. Kini ia cepat lelah dengan perut yang membesar. Dewi Andayu sangat bersyukur memiliki suami yang pengertian dan sangat melindunginya. Mungkin tak banyak lelaki semacam Lian yang tahu pekerjaan rumah tangga.
Sembari memasak sayur kangkung dan menggoreng tahu, Dayu bersenandung lirih. Tangannya mengusap perut yang membuncit. Hati Dayu dipenuhi rasa bahagia. Saking penuhnya, dada perempuan itu terasa sesak ingin meledak.
Bagaimana Dayu tidak bahagia ketika semua yang disayanginya bisa berkumpul bersama. Dewandaru, kakaknya, tak lagi menjadi orang yang diburu, dan Dayu bisa hidup bersama suami dan mertuanya dengan keadaan damai tanpa ada rasa was-was lagi.
Kaca pintu depan yang diketuk keras itu membuyarkan lamunan bahagia Dayu. Buru-buru dia meneriaki Lian untuk membukakan tamu yang berkunjung di pagi hari itu karena dia tidak bisa meninggalkan tumisan sayurnya.
"Ko, tolong bukakan pintu depan. Ada tamu sepertinya. Fuqin juga belum bangun!" seru Dayu dari dapur sambil membolak-balik daun kangkung yang berwarna hijau.
Mendengar seruan istrinya, Lian segera bangkit berdiri dari dingklik kayu pendek. Lelaki itu mengeringkan tangannya dengan mengusapkan di pantat. Bergegas ia menuju ruang tamu dan menyibak lebih dahulu gorden yang menutup kaca daun pintu. Mata sipitnya memicing melihat sosok perempuan yang menghadap ke belakang.
Tanpa curiga Lian membuka pintu dan menyapa perempuan itu. "Maaf, mau mencari siapa?" tanya anak sulung keluarga Yu itu dengan sopan.
Wajah Lian memucat kala perempuan itu berbalik mengurai senyuman yang semringah. Langkah kaki Lian mundur teratur. Mulutnya bergetar, tetapi lidahnya terkunci. Matanya pun tak mempercayai apa yang telah ia lihat.
"Lian Ke!!" Perempuan itu mengamburkan diri memeluk Lian. Yu Lian hanya berdiri mematung di tempatnya. Kakinya terpatri di lantai tegel itu. Pandangannya kosong karena otaknya tak bisa mencerna yang terjadi.
Keterkejutannya itu dibuyarkan oleh suara Dayu dari belakang. "Siapa tamunya, Ko ...."
Suara itu terpenggal, menggantung di udara. Bisa dipastikan Dayu sama terkejutnya dengannya saat ini. Mendapati suaminya dipeluk oleh perempuan lain di rumahnya, tentu saja membuat kejutan yang tak nyaman bagi Dayu.
Yu Lian buru-buru mengurai pelukan perempuan itu. Tatapannya masih bingung mengamati perempuan yang diketahuinya telah menikam raganya dengan Wakizashi di hari pernikahan mereka. Perempuan di depannya itu benar serupa dengan Ke Yi Jie, seorang gadis yang dinikahinya lima tahun lalu.
"Si ... si ... siapa itu, Ko?" tanya Dayu tergagap. Dia berusaha mengatur emosinya karena tak ingin terpancing dengan apa yang dilihat.
Dayu melangkahkan kaki perlahan. Langkahnya tak mantap menghampiri kedua orang itu. Dengan satu langkah panjang, Yu Lian mendukung raga Dayu yang terhuyung. Namun, perempuan itu menepis kasar tangan Lian.
"Siapa itu, Ko?" Suara Dayu terdengar tegas dan penuh penekanan. Penuh rasa ingin tahu.
Pemuda bermarga Yu itu menelan ludah kasar. "I ... ini ... istri pertamaku. Ke Yi Jie." Hanya itu yang bisa dikatakan Lian.
Dayu tertawa sumbang. Ekspresinya enggan mempercayai jawaban Lian. "Jangan bercanda! Tidak lucu, Ko. Mana ada orang mati, bangkit dari kubur."
Rona wajah Lian memudar. Dia hanya menggeleng dengan otot muka yang tegang. Ya, penyangkalan Dayu sebelumnya seperti patah setelah mendapati mimik wajah Lian yang tidak bercanda. Begitu menyadari bahwa Lian memang mengatakan apa adanya, saat itu juga raga Dayu seperti dihempas badai. Tubuhnya serasa lunglai.
Namun, dia tidak ingin terlihat lemah. Wanita itu menguatkan diri, dan mencengkeram kuat roknya. Ingin Dayu meledak, dan menanyai Yu Lian, bagaimana bisa orang mati itu hidup lagi?
Sungguh tidak masuk akal! Tidak ada orang mati yang bangkit kecuali sejak awal Lian mengarang cerita!
"Bu ... bu ... bukannya dia su ... sudah mati?" tanya Dayu tergagap berharap itu hanya imajinasinya saja.
"Kukira begitu. Tapi nyatanya, dia masih hidup."
Dayu menggigit bibir bawahnya kuat. Matanya memerah, mengendalikan gelombang rasa kecewa yang tiba-tiba menderanya.
"Kalau begitu ... aku benar-benar seorang madu," cicit Dayu. Tenggorokannya terasa tercekat tak mampu memutar kata lagi.
"A ... aku ...." Yu Lian berusaha menjelaskan, tetapi Dayu justru mundur.
Dewi Andayu menatap lekat perempuan ayu di depannya. Perempuan itu berambut panjang sepunggung, dengan kulit putih halus bak porselen dan mata yang cukup lebar untuk etnis Tionghoa. Bola matanya kemudian bergulir ke arah Lian dan disadarinya kenapa cinta Lian tak bisa padam walau sudah lama berlalu. Gadis itu begitu cantik memikat hati. Cocok sekali bersanding dengan Lian.
"Aku akan melanjutkan menyiapkan sarapan." Dayu terlihat linglung. Kejutan pagi itu cukup membuat hatinya hancur.
Dewi Andayu, istri kedua? Ya, pernikahan kami adalah pernikahan kedua bagi Yu Lian. Tapi, ternyata istrinya muncul dan sekarang statusku adalah istri kedua? Aku tak ubahnya seperti seorang gundik!
1
Kenalkan saya Ke Yi Jie, istri pertama keluarga Yi
Ya ampun, mimpi apa aku tiba-tiba jadi seorang madu😔
💕Dee_ane💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro