21
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Roko merasa penasaran bercampur khawatir saat ini. Trin, makhluk asing yang lebih menyerupai batang bercakar 3 daripada makhluk hidup, kini mendekati dunia mereka — Bintang Terang — tanpa alasan yang jelas.
"Apa kita gak mencoba mengontak makhluk-makhluk ini?" Wanita berkacamata itu bertanya.
"Nah itu... kita masih belum yakin apakah mereka secerdas orang atau sekadar hewan. Yang jelas, kita udah ngirim transmisi radio berkali-kali, tapi gak ada respon dari mereka."
"Dan kita belum pernah mengirim prob sama sekali ke sana?"
Ekspresi muka Jentał mengkerut seakan sedang cemas.
"Pernah sih... jadi kita pernah ngirim sampai 4 prob dalam misi buat menginspeksi makhluk-makhluk ini. Tapi semuanya ujung-ujungnya hilang, belum lagi setiap peluncurannya selalu ada gangguan dalam sistem navigasinya. Sejak saat itu misi buat mendatangi Trin dibubarin — gak boleh ada lagi prob yang diluncurkan, atau prob-prob yang ada bakal habis."
"Wah susah juga ya." Roko menengadah kembali ke langit-langit berbintang. "Masalahnya... kalau makhluk ini... Trin ya namanya? Siapa tahu kalau Trin ini berbahaya bagi dunia ini, dan kita gak tahu apa yang harus kita lakukan seandainya mereka mulai berulah."
"Makanya itu." Roko ikut menengadah memandang bintang-bintang. "Untungnya mereka gak ngapa-ngapain selama seabad ini — cuma mengambang di atas sana, gak menjauh atau mendekat atau apa..."
"Iya."
Percakapan mereka diganti oleh bunyi latar belakang yang terdiri atas suara percakapan pengunjung yang lembut dan musik instrumental yang pelan.
Sementara itu, Roko bertanya-tanya dengan cemas dalam pikirannya. Apakah makhluk-makhluk ini utusan dari Drakonia? Barangkali demikian. Tapi mereka datang dari belakang Bintang Terang yang sedang menuju Tsuʻbān, jadi mereka harusnya bukan dari sana.
Apakah Kabal atau apalah itu bekerja sama dengan mereka? Bisa jadi. Lagipula, semua prob yang tahu-tahu rusak terus hilang itu pasti ada hubungannya dengan kejanggalan pada sistem kapal ini, yang disebabkan oleh campur tangan Kabal. Sepertinya organisasi ini ingin menutup mata warga Bintang Terang dari para Trin, yang mungkin sudah sangat dekat dengan kapal ini dan hendak menjajah dunia ini.
Apapun itu, Roko menyadari bahwa dia punya satu hal lagi untuk dicemaskan.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Setelah beberapa menit berlalu, Jentał akhirnya mulai berbicara, memecah kesunyian di antara dirinya dan Roko.
"Hei, Roko."
Roko yang tadinya melamun dibuat kaget olehnya. Dia segera mengalihkan perhatiannya pada wanita yang berdiri di sisinya itu. "Ah iya? Ada apa?"
"Kamu udah mulai bosan?"
"Iya sih."
"Sama. Mau keluar?"
"Iya."
"Ayo kalo gitu."
Roko dan Jentał meninggalkan posisi mereka semula — memalingkan hadapan dari langit — meskipun belum beranjak dari titik di mana mereka berdiri. Untuk sesaat, badan mereka berhadapan satu sama lain.
"Ini ke mana jalan keluarnya?" Roko bertanya.
Sementara Roko menoleh-noleh ke sekeliling, Jentał diam berdiri di hadapannya, memandang wanita berkacamata itu. Jentał baru menyadari betapa tingginya teman barunya ini, sehingga ujung kepalanya hanya setinggi selangka wanita itu. Dia tidak yakin apakah Rokonya yang tinggi atau dirinya yang pendek.
Namun yang jelas, Roko yang tinggi dengan posturnya yang gagah terlihat menawan.
"Tunggu. Kenapa aku jadi mengagumi dia?" Jentał bertanya dalam hati. "Aku mandangin dia buat ngingat... aku mau ngapain ya? Seingatku aku janji sesuatu sama dia..."
Roko baru selesai melihat-lihat, namun dia belum menemukan apa yang nampak seperti pintu keluar sama sekali. 'Cakrawala' ruangan ini begitu gelap, dan dari ujung ke ujung hanya ada kerumunan orang dengan wujud manusia dan bukan manusia.
"Jentał?"
Tepat saat Roko memanggilnya, sesuatu terlintas di kepala Jentał.
"Eh iya Roko!" Jentał berseru. "Kapan lalu aku janji ngajarin kamu itu kan?"
Roko menjadi heran. "Itu... itu apaan?"
"'Trik' hidup di dunia lunak. Waktu itu aku janji bakal ngajarin kamu, ya kan?"
"Ah iya... ingat ingat..."
"Gimana kalo kita habis ini belajar itu?"
"Ayo."
Akhirnya, mereka berdua meninggalkan tempat mereka tadinya berdiri. Perjalanan keluar dari observatorium itu tidaklah mudah, karena mereka harus melalui kerumunan orang dan mencari pintu keluar, di tengah-tengah ruangan yang gelap dan sangat luas. Bintang-bintang di langit-langit menonton petualangan dua insan itu.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Matahari telah berada di puncak zenit, kini mulai bergeser ke cakrawala barat.
Sementara itu, di taman yang hari-hari sebelumnya mereka kunjungi, Roko dan Jentał berteduh di bawah pohon rambut gadis yang rindang. Daun-daun pohon itu berbentuk seperti kipas, dan sebagian dari daun-daun itu telah rontok, membentuk permadani kuning yang membentang dalam naungan bayang-bayang pohon. Tumpukan daun tersebut memisahkan kedua wanita itu dari rerumputan pendek yang kasar dan kaku seperti sikat. Di antara kipas-kipas mini itu, terdapat buah-buah kecil berwarna kuning, tersebar di sepanjang dedaunan layaknya kerikil.
Roko dan Jentał sendiri duduk di kaki pohon. Punggung mereka bersandar pada batangnya yang berkayu. Keduanya tengah menonton pemandangan taman dengan lantainya yang ditumbuhi rumput pendek dan diteduhi oleh pohon-pohon lain, baik rambut gadis atau bukan. Sejauh mata memandang, selalu ada orang di taman itu: sebagian — sama seperti mereka— berteduh di bawah pohon, sedangkan yang lain berjalan lalu-lalang di bawah terik mentari tanpa terganggu sama sekali. Melengkapi suasana itu adalah angin siang sepoi-sepoi yang menyejukkan udara yang panas dan terang oleh mentari semu di atas langit.
Suasana ini bagi Roko persis dengan hari itu. Tenang, damai, tidak ada musuh yang mengejar-ngejar, dan sebagainya. Dia begitu menikmati waktu itu, hingga dirinya lupa akan Kabal dan Trin.
Namun di tengah waktu santai mereka, Roko mulai merasa sedikit terganggu.
Bukan karena cuacanya, atau tempat mereka berteduh, atau kebosanan karena tidak melakukan apa-apa, atau hal semacamnya, namun karena perasaan bahwa mereka harus melakukan sesuatu di sini. Masalahnya Roko lupa apa.
"Kita ke sini buat apa ya?" Roko bertanya dalam hati. Sementara Jentał duduk di sampingnya sambil menikmati pemandangan taman, Roko menguras otaknya untuk menemukan apa tujuan mereka berada di sini.
Untungnya, sesuatu terlintas dalam pikirannya. Roko telah mengingatnya kembali.
"Jentał."
"Iya?" Jentał membalas.
"Gak jadi ngajarin aku trik hidup di dunia lunak?"
"Oh iya! Bentar!" Saat itu juga dia menegakkan badannya dari batang pohon, sebelum membungkuk untuk mengangkat badannya dari tanah. Roko pun ikut berdiri.
"Sekarang gimana?" Roko bertanya dengan antusias, meskipun perasaan itu disembunyikan oleh ekspresinya yang datar alami.
"Ayo mulai!" Jentał berseru. Sebagai pembuka, Jentał memunculkan layar putih berbentuk persegi panjang dari udara.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro