19
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
₪ ₪ ₪
"Ke observatorium?" Roko bertanya. "Berarti malam-malam dong?"
"Nggak sih." Jentał tertawa ringan sambil melonggarkan posisi tangan kirinya. "Siang juga bisa liat-liat kok."
Roko memegangi sendoknya yang berkuah-kuah dengan heran. "Siang? Bukannya gak keliatan yang bintang-bintangnya?"
"Bisa kok. Ini bukan observatorium dunia keras. Beda cara dia ngeliat bintang-bintangnya. Ingat sore itu, waktu kita pulang dari taman? Bintang-bintang di langit malam itu?"
Roko diam sejenak, dengan sesendok kuah masih ditahan oleh tangannya di udara. Dia mengingat apa yang Jentał beritahu dirinya pada hari itu, tentang bagaimana langit malam itu nyata, dan bagaimana Bintang Terang telah dipasangi oleh kamera-kamera untuk memantau keadaan di luar. Selain itu, dia juga ingat bahwa dunia ini sedang berada di tengah-tengah luar angkasa — tidak mengorbit bintang apapun — sehingga siang di dunia ini adalah siang buatan dengan matahari semu. Apa artinya ini?
Artinya, observatorium ini terhubung dengan kamera luar Bintang Terang layaknya langit tiruan di atas dunia ini. Namun tidak seperti langit buatan tersebut, pemandangan observatorium ini mungkin tidak terhalang oleh langit siang yang semu — observatorium ini selalu memperlihatkan langit 'malam' yang bebas dari sinar mentari.
"Ah ingat ingat!" Roko menjawab, sebelum mulai menanyakan panjang lebar apa yang dia sadari.
"Benar!" Jentał menjawab. "Pemandangan langit di observatorium gak terhalang oleh langit siang, jadi kamu bisa liat bintang-bintangnya."
"Hmmm gitu ya? Sudah kuduga..." Roko menyendoki supnya yang kini mulai habis. "Omong-omong... dari caramu habisin hari libur kemarin dan besok, kayaknya kamu suka jalan-jalan ya?"
Jentał tertawa ringan. "Iya bener."
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Roko dan Jentał keluar dari dalam sebuah mobil putih, mendapati diri mereka berada di tengah-tengan lapangan parkir yang terbuka dan dipenuhi mobil. Mentari pagi bersinar terang dari kiri atas mereka berdua.
Pakaian kedua wanita itu persis dengan apa yang mereka kenakan saat pergi ke dinas kependudukan dan museum sejarah. Roko mengenakan kaos, cardigan, dan roknya yang serba hitam, sedangkan Jentał mengenakan sweater dan rok kotak-kotaknya yang bernuansa krem dan sawo.
Di hadapan mereka berdua, berdiri suatu bangunan putih berbentuk kubus dengan kubah yang besar di atasnya. Keempat sisinya yang berada di kiri dan kanan dihias oleh tiang-tiang tebal, dengan ukiran yang rumit di ujung atas dan bawahnya, serta ukiran yang lurus dari atas ke bawah di sepanjang permukaannya. Di antara tiang-tiang tersebut, di setiap muka kubus, terdapat jendela hitam yang mengisi muka tersebut, serta 2 tiang putih yang lebih kecil. Pintu masuk bangunan itu terletak beberapa meter dari permukaan lahan parkir, sehingga untuk ke sana, mereka harus menaiki tangga yang besar dan lebar yang membentang di depan. Secara estetis, observatorium ini mirip dinas kependudukan.
Mata Roko tertuju pada kubah putih yang duduk di atas bangunan. Pada kubah itu, terdapat apa yang nampak seperti 4 dinding rendah yang membujur di sepanjang permukaannya, lalu bertemu pada puncak kubah. Sementara itu, dia tidak menemukan apapun yang nampak seperti teropong pada kubah, maupun bukaan di dalam mana teropong harusnya berada.
"Jentał. Observatorium ini gak punya teropong?"
"Oh, punya. Tapi di dalam gedungnya."
"Di dalam sana?" Roko mendapati dirinya terjebak di antara keadaan bingung dan memahami sesuatu. "Jadi... kita gak lihat langsung dari langit siang ini? Maksudku... kirain teleskop observatorium ini bisa nembus langit siang ini..."
"Oh nggak. Kan observatorium ini terhubung langsung ke kamera-kamera luar kapal, jadi buat apa melihat ke langit ini?"
"Oh gitu ya..."
"Kalo masih belum paham, ayo kita masuk."
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Lagu instrumental yang lembut mengisi ruangan itu.
Roko dan Jentał mendapati diri mereka diselimuti oleh kegelapan.
Meskipun demikian, terdapat pendar biru yang redup di sekitar mereka, tidak jelas dari mana asalnya. Selain itu, di atas mereka bergantung langit hitam dengan jutaan bintang yang tersebar ke mana-mana. Ruangan di mana mereka berada memang gelap, namun cukup terang untuk melihat bahwa ada orang-orang lain di sini dan bernavigasi.
Roko menengadah ke arah kubah itu. Di sana, bintang-bintang di langit nampak begitu banyak dan terang. Seumur hidupnya, belum pernah dia melihat sebanyak ini. Polusi cahaya, awan, dan sebagainya... langit ini tidak punya hal-hal demikian.
Meskipun langit berbintang itu nampak begitu berbeda dari yang Roko pernah lihat, dia dapat mengenali satu bentuk yang khas di langit malam manapun: kumpulan bintang yang padat, yang membentuk suatu sabuk cahaya yang meliuk-liuk mengelilingi langit. Di satu sisi, sabuk itu menipis hingga lenyap. Namun di sisi yang lain, sabuk itu nampak padat, dan bahkan ada gumpalan yang menonjol di sana.
"Itu Bima Sakti" Jentał menambahkan.
"Iya aku tahu... tapi aku belum pernah lihat sejelas ini." Roko kembali berfokus pada langit berbintang.
Dia menyempatkan diri untuk melihat ujung kiri, kanan, depan, dan belakang langit itu. Semuanya nampak tenggelam ke dalam cakrawala lantai, seakan-akan langit itu membentang sangat luas. Roko juga memperhatikan bahwa ada orang-orang di dekat cakrawala, dan mereka terlihat begitu kecil sehingga hampir tak terlihat, seakan-akan mereka tengah berdiri beberapa kilometer dari dirinya dan Jentał.
"Ini perasaanku aja... apa ruang observatorium ini lebih besar dari yang kelihatan di luar?" Roko bertanya heran.
"Memang gini" Jentał menjawab. "Ada banyak kok bangunan kayak gini, yang dari luar keliatan kecil tapi isinya ternyata besar. Itulah salah satu keajaiban dunia lunak!"
Setelah berdiri beberapa menit di titik itu, Roko dan Jentał kembali melanjutkan jalan mereka. Kali ini, mereka mendekati suatu bintang biru yang menggantung lebih rendah dari zenit di sisinya. Bintang itu lebih besar dan lebih terang dibandingkan dengan bintang lainnya, sehingga tidak susah bagi mereka untuk menemukan dan mengikutinya.
Jentał menghentikan langkahnya, disusul oleh Roko, setelah berjalan beberapa puluh meter dari titik awal. Roko akhirnya dapat melihat bintang yang mereka dekati dengan lebih jelas: bentuknya bukan lagi titik dengan duri-duri yang mencuat panjang dan tipis, melainkan bulatan yang nampak memanjang seperti kapsul, seakan-akan ada dua bintang di sana.
Roko menyempatkan diri untuk melihat sekeliling. Wanita berkacamata itu mendapati ada banyak orang di sekitar sana, dengan wujud mereka yang beragam. "Kayaknya ini titik atraksi yang populer" pikirnya.
"Roko!" Jentał memanggil, disusul dengan perhatian Roko padanya.
"Eh iya Jentał?"
Wanita ber-sweater itu menunjuk langit itu dengan jari telunjuknya. Lebih tepatnya, dia sedang menunjuk ke arah bintang biru itu. "Kamu tau kita lagi liat bintang apa?"
"Bintang apa?" Roko bertanya dengan nada datar, meskipun dalam hati dia penasaran.
"Itu ke mana Bintang Terang harusnya pergi, Tsuʻbān."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro