15
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Roko dan Jentał kini duduk di samping meja makan yang berada tepat di sebelah dapur. Di atas meja kayu berbentuk persegi panjang itu, hidangan panekuk yang tadinya berada pada satu piring dibagi ke dua piringh, dengan 3 untuk Jentał dan 3 lainnya untuk Roko. Kedua hidangan panekuk itu telah dituangi oleh sirup manis berwarna jingga kemerahan yang manis. Melengkapi piring tersebut adalah satu set garpu di kiri dan pisau di kanan, keduanya terbuat dari baja yang mengkilap bersih.
Sebelum mulai mencicipi hidangan tersebut, Jentał merapatkan kedua telapak tangannya, dengan ujung-ujung jarinya menghadap ke atas. Kedua tangan itu diposisikannya setinggi data. Sementara itu, kepalanya sedikit menunduk ke arah tangan itu sambil memejamkan mata. Wanita itu berdiam sejenak.
Roko yang duduk di depannya memperhatikan kelakuan sang pemilik rumah itu dengan penasaran. "Apakah ini semacam doa?" Roko bertanya dalam hati. Ini bukan pertama kalinya dia melihat Jentał melakukan ini, tapi dia ingin tahu apa maknanya.
Beberapa detik kemudian, Jentał melepas kedua telapak tangannya dari satu sama lain, dan mulai memposisikannya untuk mengambil pisau dan garpu. Dia mengangkat kepalanya dan membuka matanya. Di depan, dia mendapati wanita berkacamata itu memandangi dirinya sambil menyandarkan pipinya pada kepalan tangannya.
"Itu... kamu berdoa ya?"
"Iya" jawab Jentał, sambil mengambil satu panekuk dengan garpunya.
"Berdoa pada siapa?" Roko ikut mengambil panekuknya dengan garpu.
"Pada roh kapal ini."
"Roh? Maksudmu, kapal ini punya nyawa seperti orang dan manusia?"
"Hmm... semacam itu tapi... kurang pas." Jentał mulai memotong panekuk yang ditahan oleh garpunya dengan pisau. "Lebih tepatnya, kapal ini punya kecerdasan. Kamu tau, kapal ini bekerja dengan sistem yang lumayan rumit. Kalo kamu abaikan mekanisme pendorong dan navigasinya, kamu berurusan dengan 'simulasi' dan perawatannya. Dunia lunak atau dunia virtual ini dapat dibilang adalah simulasi dari dunia keras atau dunia luar, dan simulasi seperti ini bukanlah masalah yang sederhana."
"Terus?" Roko mulai memotong panekuk itu dengan pisau di tangannya.
Jentał memasukkan potongan panekuk tadi ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya hingga habis sebelum kembali berbicara. "Dan masalah serumit ini perlu komputer yang canggih buat menyelesaikannya, buat meng-handle-nya. Semakin canggih komputernya, semakin cerdas dia. Dan komputer yang menjadi bagian dari kapal ini - berkat kecerdasannya - semua mekanisme dunia ini berjalan dengan lancar, dan kita dapat hidup dengan aman."
Jentał menjeda pembicaraannya sejenak untuk mengunyah potongan panekuk lagi hingga dia menelan semuanya. "Tapi, Roko, cerdas bukan berarti sadar. Nah, kapal ini mungkin lebih pintar dari kita, tapi dia... istilahnya gimana ya... dia kayak orang yang lagi tidur. Dia gak bakal menjawab pertanyaan kita, apalagi berbincang dengan kita."
Roko, baru selesai mengunyah panekuknya, mulai berbicara juga. "Gitu ya... kalo gitu kenapa kamu berdoa padanya?"
Panekuk kedua di piring Jentał mulai dipotongnya lagi. "Karena... adat barangkali? Lagipula... ini lebih merupakan semacam ungkapan rasa syukur terhadap aman dan tentramnya dunia ini, sehingga kita bisa menikmati makanan yang enak seperti ini."
Wanita itu memakan potongan panekuk di garpunya sebelum akhirnya kembali berbicara. "Dan kenapa aku cuma melakukan itu tiap sebelum makan? Karena aku gak seberapa taat dalam berdoa kepada roh kapal. Di luar sana ada yang lebih rajin berdoa dan menyembah, tapi aku bukan mereka. Selain itu... apakah praktik keagamaan atau spiritual perlu serba masuk akal?"
Roko baru menelan panekuknya. "Iya sih..."
"Sekarang kamu belajar hal baru tentang dunia ini."
Pembicaraan itu akhirnya berhenti. Mereka kembali menikmati hidangan malam mereka dengan tenang.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Seusai makan malam, sesudah mencuci peralatan makan dan masak, serta sesudah membereskan bahan masakan sisa, Jentał mengajak Roko untuk melakukan tour di sepanjang rumahnya, sebagai cara Jentał untuk mem-brefing Roko mengenai tugas-tugas rumahnya.
Kegiatan mereka yang pertama nyatanya adalah apa yang keduanya lakukan di dapur, dan sesi itu belum selesai.
"Buat makan malam" Jentał berkata. "Kamu bebas sih mau masak apa, asalkan bahannya ada di kulkas. Kalo soal makan malam sih aku gak seberapa pilih-pilih. Ada yang mau ditanyain?"
"Nggak" jawab Roko.
"Oke, kalo gitu kita ke kamar mandi."
Mereka berdua berjalan dari dapur dan ruang makan ke pintu yang berada di sisi kanan depan. Di sana, Roko dan Jentał mendapati diri mereka tidak langsung di dalam kamar mandi, melainkan di suatu ruang yang mengarah ke kamar mandinya.
Di sana terdapat keranjang baju yang terbuat dari kayu. Keranjang itu begitu penuh dengan pakaian dari berbagai warna, sehingga tutupnya berada di atas puncak tumpukan tersebut, terpisah dari keranjangnya. Di dalam sana, Roko bahkan menemukan overalls yang satu hari sebelumnya Jentał kenakan.
"Orang ini antara malas bersih-bersih atau sibuk banget deh" komentar Roko dalam hati. "Kayaknya alasan yang pertama deh."
Di sebelah kirinya, dekat dengan pintu kamar mandi, terdapat mesin cuci berwarna putih, dengan corak kelabu dan hitam. Bentuknya kubus dengan ujung-ujung yang membulat, dan di tengah sisi depannya terdapat jendela yang memperlihatkan ruang cuci yang ada di dalam mesin tersebut.
Jentał mulai berbicara. "Ini ruang di mana kamu bersih-bersihin pakaian. Nah, nanti kamu cuci bajunya tiap hari ya."
"Baik Bu" jawab Roko setengah bercanda.
Kemudian, mereka pergi ke halaman belakang. Untuk sampai ke sana, mereka keluar dari ruang cuci baju tersebut ke dalam dapur dan ruang makan. Kemudian di dapur dan ruang makan, mereka akan menemukan pintu yang terletak di tengah belakang ruang. Melalui pintu tersebut, mereka sampai di ruang santai, di mana Roko terbangun di dunia ini dan bertemu Jentał untuk pertama kalinya. Melalui pintu yang berada di sisi belakang ruang itu, mereka sampai di teras belakang rumah.
Lantai teras itu terbuat dari kayu yang dicat putih. Di dekat ujung bawah atap yang menurun ke depan, menggantung 5 lentera dengan rangka baja yang dicat hitam, dan cahaya terang berwarna jingga kekuningan pucat. Lentera tersebut terhubung dengan sisi bawah atap oleh rantai-rantai kecil yang sama hitamnya.
Halaman belakang itu sendiri dipenuhi oleh beragam tumbuhan dengan beragam jenis, bentuk, dan ukuran. Sayangnya, di malam hari, mereka tidak dapat menikmati cerah bunga-bunganya karena gelap.
"Tunggu... kok..." Roko memperhatikan ada yang tidak biasa dengan tanaman-tanaman ini. Satu hari yang sebelumnya, saat dia terbangun untuk pertama kalinya di sini, tanaman-tanaman itu masih pendek dan kecil. Tapi malam ini, tanaman-tanaman itu sudah tumbuh tinggi dan lebat.
Wanita berkaca mata itu menunjuk halaman belakang sambil menoleh ke Jentał dengan ekspresi heran. "Kok... mereka udah sebesar ini?"
"Oh itu..." Jentał tersenyum sombong pada Roko. "Yah... tumbuhan tumbuh secepat itu adalah hal yang normal di dunia ini. Malahan, menurutku, kalo mereka tumbuh lebih lambat itu aneh... antara tumbuhan itu merupakan simulasi hiperrealistis, atau ada kelainan sama tumbuhan itu."
"Ah... gitu ya."
"Nah, masalah tanaman ini, mulai besok kamu siram tiap pagi dan sore. Jadi 2 kali sehari. Oh iya." Jentał menunjuk gulungan selang hitam yang terletak di atas rerumputan pendek dekat teras. "Nanti kamu siramnya pake itu, oke?"
"Oke Bu" jawab Roko.
"Nah, sekarang... jam berapa sekarang?" Jentał memunculkan layarnya di udara. "Oh, jam 7 malam lewat."
"Sudah itu saja kan" tanya Roko.
"Iya. Aku masuk ke dalam ya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro