Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tiga


Ini terlalu mendadak dan Annawi tidak mengerti mengapa Asti membawanya pulang begitu saja. Masih lima belas menit. Sudah lama ia tidak mendengar cerita menyenangkan seperti yang diceritakan oleh Dila. Ia tertawa begitu lebar dan leluasa, tapi ibunya menarik diri dan dengan gelagat yang disopan-sopankan, Asti malah menuntunnya pulang.

"Ann masih mau dengar cerita Mbak Dila, Bu," rengeknya saat masuk ke dalam rumah.

"Ann harus istirahat. Pergilah ke kamar dan tidur."

Annawi mengekori ibunya ke dalam rumah, membuka pintu kamarnya dan menyuruhnya masuk. "Ann salah apa?" protesnya dengan wajah sendu.

Asti membasahi bibirnya dengan ujung lidah, menatap mata Annawi datar. "Ibu bilang istirahat. Jam tiga, satu jam lagi ibu akan memberimu obat."

Ruangan terasa gelap meski cahaya masih berada pada gelembung udara penat kamarnya. Annawi berdiri mematung di depan pintu yang ditutup perlahan oleh ibunya. Sebutir air mata jatuh membasahi pipi, menunduk, memandangi lantai marmer tak berbayang. Ia beralih pada cermin yang menampilkan setengah tubuhnya, membuka topi kupluk kelabunya kesal. Lihatlah sosok aneh di cermin itu. Wajah yang tak beralis dan tak berbulu mata, cekung di bawah mata, pipi yang tirus dan bibir yang mengering. Jika dilihat-lihat, sama sekali tidak ada yang menarik dari dirinya bahkan untuk penglihatannya sendiri.

Ia mengusap wajahnya. Mencari lembaran koran, mengambil selotip dari dalam laci meja peralatannya, kemudian dengan wajah yang masih sembab karena tangis, Annawi menutup seluruh permukaan kaca dengan koran. Bahkan ia sendiri tak tahu, apa hubungan refleksi tubuhnya dengan kemarahan ibunya yang tak dapat ia terka. Namun, ia hanya berpikir, jika ia diberi waktu lebih panjang untuk hidup, mengapa harus dalam keadaan sakit yang tak pernah ada habisnya.

Seperti apa rasanya menderita Leukimia? Annawi tak bisa menggambarkannya bahkan mengungkapkannya. Ia hanya bingung, dirundung begitu banyak pertanyaan yang muncul dari dalam kepalanya sendiri.

***

Untuk membuat hidup Annawi lebih panjang, bagian dari dirinya harus mati. Itulah yang Asti tahu tentang tujuan dari kemoterapi, yaitu memusnahkan sel-sel leukimia. Jaringan tubuh memiliki milyaran sel yang akan terus membelah diri. Proses pembelahan sel ini akan terus bekerja untuk memperbaiki bagian yang rusak. Pembelahannya akan menjadi sangat identik ketika sel terbelah dua. Pada penderita kanker, sel-sel itu terus membelah diri tanpa kendali dan bila dibiarkan tanpa pengobatan yang tepat dapat menyebabkan tumbuhnya sel baru yang lebih ganas.

Asti pernah bertanya pada dokter―saat pertama kali Annawi didiagnosis menderita Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)―apa yang salah dari pola asuhnya sehingga menyebabkan anak lima tahun tak berdosa itu menderita penyakit ganas? Dan dokter onkologi itu tak dapat menjelaskannya secara spesifik sebab belum ada penelitian yang berhasil menemukan apa penyebab penyakit itu menyerang anak-anak. Suatu hari, tubuh mengalami mutasi gen yang tidak dapat diprediksi. Di saat itulah terjadi kesalahan terhadap produksi sel darah putih di sumsum tulang belakang. Pembentukan sel mengalami gangguan dan menyebabkan limfoblas memenuhi sumsum tulang dan keluar menyebar ke seluruh peredaran darah.

Sudah lama sekali, sejak Asti melahirkan Annawi dan meninggalkan profesi sebagai perawat. Ia seakan lupa bahwa penyakit bisa datang dan pergi kapan saja, menyerang siapa saja. Entah gen miliknya atau mantan suami tak bertanggungjawab itu yang bermasalah. Mendadak, Asti pun mengubah dirinya sebagai caregiver yang harus siap menjadi penopang hidup anaknya yang berkebutuhan khusus.

Ia sudah terbiasa membesarkan Annawi sejak lahir seorang diri. Meskipun ayahnya membantu, nyatanya tak berlangsung lama sebab ayahnya meninggal satu tahun kemudian. Asti tak bisa membagi waktu antara menjaga Annawi dengan bekerja. Lalu donasi yang dikumpulkan teman-temannya sangat membantu menunjang kehidupannya. Yayasan Peduli Anak menjadi donatur tetap Annawi berkat bantuan rekan seprofesinya dulu. Disusul dengan yayasan lain yang bersedia membantunya. Siapa yang tak iba melihat anak sekecil Annawi menderita penyakit serius? Yang bisa saja merenggut kebahagiaannya bahkan nyawanya sewaktu-waktu.

Terkadang, kita harus mengorbankan satu hal yang paling berarti dalam hidup untuk mempertahankan hal yang lebih penting. Annawi adalah yang terpenting, hidup putrinya adalah yang terpenting. Akan tetapi ia tak memiliki begitu banyak uang untuk membawa anak itu bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Asti tahu caranya dan ia hanya tahu Annawi akan baik-baik saja berada di tangan ibu kandungnya.

Ia mengumpulkan segala macam peralatan dan keperluan medis untuk pengobatan Annawi. Saat Asti masuk ke dalam kamar anaknya, Annawi sedang membaca novel berjudul The Three Cups of Tea karya Greg Mortenson. Anak itu menurunkan buku dari depan wajahnya, menatap kedatangannya seolah hendak mendapat eksekusi mati.

"Sudah waktunya," kata Asti saat menaruh nampan berisi obat-obatan.

Annawi hanya memperhatikan gerak-gerik ibunya yang sedang sibuk mempersiapkan peralatan. Menyandarkan kepalanya pada tumpukkan bantal. Senyaman mungkin. Ini akan menjadi waktu dan hari yang sangat berat untuk beberapa hari ke depan.

Infus obat-obatan kemo sudah disalurkan lewat slang yang dihubungkan ke chemo port yang melekat di dada kiri Annawi. Asti menggantung kantung infus di tiang lalu mengelus kepala Annawi. Menenangkannya. "Tak apa, Ann tidak perlu takut, oke?" Annawi hanya menjawabnya dengan anggukan.

Ini sudah menjadi siklus rutin setiap 14 hari sekali tetapi wajah itu tetap saja tegang setiap kali Annawi menerimanya.

"Apa Ibu perlu menyalakan tivi dan memutar drama Korea untuk Ann?" tanyanya.

"Apa boleh Ann menonton Looney Tunes saja? Atau Sponge Bob?"

"Ann sudah menontonnya puluhan kali. Bagaimana kalau National Geographic? Episode Kutub Utara."

"Looney Tunes, Bu."

"Oke, untuk Gongju Ibu apa pun akan kukabulkan."

Asti hanya perlu membuat putrinya nyaman selama jam-jam menyakitkan itu. Ekspresi Annawi tampak lebih rileks saat obat-obatan mengaliri darahnya. Methotrexate 2,5 mg sebagai antimetabolite, Daunorubicin 45 mg untuk antrasiklin, 24 jam infus tanpa henti. Asti tahu bahwa itu semua adalah racun. Prajurit yang sedang berperang di dalam tubuh Annawi. Prosedur itu akan membuat Annawi jatuh sakit selama beberapa hari. Penurunan daya tahan tubuh, anemia, lemas dan―akhirnya Annawi muntah-muntah dua jam berikutnya. Memenuhi baskom dengan muntahannya.

Air mata Annawi merembes setiap kali isi perutnya keluar. Wajahnya pucat pasi. Looney Tunes bukan lagi tontonan menarik hingga akhirnya ia berhasil tertidur setelah Asti memberikan 10 mg Metoclopramide untuk meredakan mual dan muntahnya.

Perlawanan itu bergejolak di dalam tubuhnya. Obat-obat itu akan bekerja untuk menghambat pertumbuhan sel abnormal, mengganggu enzim yang bertugas membelah DNA agar sel tidak membelah diri. Sayangnya obat-obatan tersebut juga mengganggu sel dan jaringan tubuh yang normal sehingga penderita lukimia mengalami kebotakan rambut di kepala, alis, bulu mata dan bulu di sekujur tubuh lainnya.

Annawi mengeluh saat tidak muntah. Meringik. Di saat itulah Asti tidur di sampingnya, menggenggam tangannya, mengecilkan volume tivi lalu melantunkan lagu sendu untuk membuat Annawi tertidur. Wajah itu, begitu damai dan menenangkan. Lalu Asti akan terus berada di sana, terjaga dan menjadi orang yang paling dibutuhkan Annawi.

Saat malam, Asti membiarkan putrinya tertidur sendiri. Ada tombol darurat yang menempel di samping nakas putrinya dan lampu emergency di ruang tengah juga  kamarnya akan menyala merah bisa Annawi menekannya. Ini sudah jam sembilan malam, Asti menyeduh jahe merah irisnya dengan air panas, mencampurnya dengan sesendok madu, mengaduknya, lalu membiarkanya sedikit hangat.

Sebelum ia duduk tenang di ruang tengah, Asti membuka lemari es. Di dalam sana, ada sebuah wadah buram transparan yang bila di lihat ke dalam, Asti bakal tersenyum tipis dengan binaran mata yang bagai melihat setumpuk mutiara.

03 Oktober 2020

Author Notes: Jika ada kesalahan penulisan dalam teori medis, boleh memberi saran agar tulisan ini lebih baik. Dan jika ada typo atau kata yang tidak sesuai KBBI, harap maklumi saja dulu karena lagi mode ngebut.

Thank you

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro