Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Enam

Asti ingin memberitahu Dila bahwa melihat isi lemari orang lain dan mencari tahu adalah sebuah kesalahan besar. Namun, ia tak bisa mengatakannya sebab rupa dengan kening berkerut dan penuh tanya itu tampak menuding. Memperumit.

"Ah, itu kantung darah persediaan jika Ann mengalami anemia," jawabnya.

Pintu kulkas belum tertutup sepenuhnya saat Dila mematung di sana. Asti melangkah maju, menyingkirkan tangan Dila, memeriksa wadah lalu menutupnya dengan benar. Dila sedikit bergeser saat Asti melakukan itu. Gelas berisi air dingin masih berada di tangannya.

Wadah yang berbentuk persegi dan seukuran kotak P3K tipe dinding tersebut terisi hampir penuh dengan tumpukan kantong darah 250 cc. Dari warnanya yang pekat dan berkilat-kilat, Dila bisa saja menerka bahwa darah itu masih berkualitas baik. Akan tetapi, sebuah kesalahan sebab Dila tidak mengerti bagaimana lazimnya kantong darah itu disimpan untuk transfusi.

"Sebanyak itu?" tanya Dila.

Suara pintu kulkas yang ditutup menjadi peredam. Asti tersenyum pada Dila lalu menyibukkan diri dengan menyusun piring yang sudah kering ke dalam rak di kabinet bawah.

"Terkadang malah tidak cukup untuk persediaan dua minggu. Anemia bisa menyerang Ann kapan saja dan ia jelas membutuhkan transfusi darah yang cukup untuk memulihkan tenaganya."

"Ann yang malang." Nada suara Dila menurun dan rasa penasaran di benaknya belum sepenuhnya hilang. "Apa golongan darah Ann?"

Tangan Asti yang semula sibuk, berhenti sesaat. Menoleh ke belakang, menatap wajah Dila. "AB+."

"Ah, apa itu golongan darah langka?"

"Lumayan."

"Golongan darahku O, kudengar O bisa menyumbangkan darah ke mana saja."

"Ann berbeda. Dia tidak bisa menerima sembarangan darah."

Apa yang dikatakan Asti berhasil membuat bibir Dila spontan terkatup. Kedua matanya masih melekat pada Dila. Gadis itu hanyalah orang awam yang tak begitu paham soal medis. Apa pun yang diutarakan Asti, jelas peluang besar baginya untuk menyelamatkan apa yang menurutnya penting.

Barangkali rasa penasaran Dila telah menyurut. Saat gadis itu meneguk air esnya, Asti mengembalikan wajahnya ke depan dan meneruskan kesibukan. Suara denting piring yang disusun membuatnya jauh lebih baik. Pada udara yang sedikit gelisah, Asti menarik napas ketika Dila sudah meninggalkan dapur.

***

Rutinitas berjalan bagai rantai yang tak pernah putus. Beberapa hari berikutnya, Asti bisa melihat kondisi Annawi membaik. Dalam artian, Annawi menanggalkan rona pucat di wajahnya. Seakan anak itu menaruh dan menyimpannya ke dalam wadah khusus. Yang mungkin, atau bakal ia pakai lagi sewaktu-waktu. Di saat bersamaan, pada jam-jam penting sebelum siang, Asti melihat Annawi tidak sendiri di dalam kamarnya. Boneka-boneka itu menumpuk, memenuhi rak dan juga tempat tidurnya.

Anak itu duduk bersila di atas kasur, kepalanya ditutupi kupluk berwarna peach. Menjahit bagian pinggir boneka yang hampir jadi secara manual. Kain-kain flannel berwarna kuning bertebaran bagai daun yang berguguran. Kapas silikon berkilauan di terpa cahaya matahari. Asti berharap benda ringan itu tidak berhambur dan berterbangan ke udara. Apa jadinya jika Annawi menghirupnya?

Asti pun dengan cepat menarik laci nakas di sebelah tempat tidurnya. Mengambil masker. "Ann melupakan ini," katanya. "Sudah sering kali Ibu bilang, gunakan maskermu jika sedang mengisi kapas."

Tanpa persetujuan—dan mau tidak mau Annawi juga harus setuju—Asti mengaitkan dua sisi tali masker ke daun telinga Annawi. Hanya senyum seumpama maaf yang ditunjukkan anak itu, menipiskan kelopak mata.

"Ann sudah berhasil menyelesaikan tiga, Bu," ungkapnya bangga. Seakan-akan itu adalah keberhasilan mutlak.

"Ini pesanan dr. Danu?"

Annawi mengangguk antusias. "Bagaimana menurut Ibu? Sudah rapi? Ann tidak mau memberikan boneka yang jahitannya tidak rapi pada dr. Danu."

Smile, laugh, dan kiss. Asti memeriksa dan seperti yang selalu anak itu hasilkan. "Sempurna!"

Ponsel Asti berdering memutus cengkerama mereka. Yanuar, Asti bagai mendapat kabar baik meskipun ia belum tahu apakah itu benar-benar kabar baik. Ia meletakkan boneka itu di samping Annawi kemudian berjalan sedikit menjauh. Di depan pintu.

"Halo, Mas Yanuar?" sapanya.

Yanuar membalas sapaannya dan tanpa perlu berbasa-basi, Yanuar langsung bicara ke intinya. "Ada kabar baik, Mbak," ujarnya. "Corporate akhirnya bersedia menjadi donatur tahunan YK. Sukmawati. Jumlahnya cukup besar, tapi mereka minta data terbaru penerima donasi."

"Data baru?" Asti membeo.

"Ya, data baru tentang catatan medis penerima bantuan. Dan mereka juga akan mengirimkan perwakilan untuk mendatangi langsung calon penerima. Kebetulan, Sukabumi, tempat tinggal Mbak Asti masih bisa dijangkau oleh mereka. Jadi kemungkinan, minggu depan mereka akan datang berkunjung."

Asti melihat Annawi, anak itu terbatuk kecil tapi tidak perlu dikhawatirkan. "Itu kabar yang sangat bagus, Mas. Tentu, mereka boleh datang kapan saja mereka mau. Ann pasti akan sangat senang jika ada tamu yang mau mengobrol dengannya."

"Saya akan mendampingi mereka langsung. Sudah lama juga saya tidak menjenguk Ann. Bagaimana keadaannnya sekarang?"

"Sedikit pendarahan di bawah lapisan kulit punggungnya. Saya benar-benar kehabisan obat, Mas." Annawi terbatuk lagi. Asti memperhatikan, jemari kecil itu masih terus melanjutkan jahitan.

"Ya sudah, saya akan transfer sedikit dana ke rekening Mbak Asti. Mudah-mudahan cukup untuk membeli obat Ann."

Senyum terulas tipis. Asti menggigit bibirnya lalu mengucapkan terima kasih untuk ke sekian kalinya pada pria di seberang sana. sejak dulu, sejak pertama kali Yanuar menjenguk Annawi di Rumah Sakit Anak, pria itu selalu menjadi yang paling pertama maju jika mendengar Annawi butuh sesuatu untuk pengobatan. Asti tidak terlalu paham bagaimana cara Yayasan Kanker Anak Sukmawati bekerja, ia hanya tahu, dana itu terus mengalir pada Annawi. Kepedulian yang tulus dan tinggi.

Sejak lama, bahkan ketika Annawi baru dilahirkan, anak itu dianugerahi rezeki yang melimpah. Datang dari berbagai arah. Tuhan menyertakan rasa cinta yang tak akan pernah habis pada putrinya. Bahkan di saat Annawi menderita karena sakitnya, cinta dan anugerah itu tidak tertutup sama sekali.

Asti, sebagai ibunya, punya cara yang sangat indah untuk membuat putrinya tampak istimewa.

***

Saat Annawi berusia empat belas tahun, ibunya membelikan buku ensiklopedia bekas padanya. Dibeli dari pedagang di pasar loak buku. Aromanya tidak baik. Apak dan sedikit usang. Akan tetapi, saat ia membuka dan membacanya, Annawi seakan menyelam kemudian tenggelam ke dalam lautan ilmu.

Ada begitu banyak teori menarik di sana. Tentang alam, tentang makhluk hidup yang mendiami bumi. Ia baru tahu kalau sapi ternyata mengunyah makanannya kembali setelah mengeluarkannya dari lambung. Annawi membayangkan apa yang terjadi jika manusia memuntahkan makanan lalu memakannya kembali. Ia juga baru tahu ternyata ada binatang bernama kanguru yang memiliki kantong seperti Doraemon, tapi tidak bisa menyimpan segalanya kecuali anak kanguru. Annawi baru tahu kalau ternyata tumbuhan juga bernapas. Ia bertanya-tanya, bagaimana tanaman bernapas jika tidak memiliki hidung dan mulut. Mereka bahkan tidak memiliki paru-paru. Ternyata, tak selamanya makhluk hidup bernapas menggunakan hidung. Lebah tidak memiliki hidung tetapi hewan itu bisa hidup dan bernapas.

Lalu ibunya membelikan VCD tentang National Geographic. Memperkenalkan makhluk hidup di seluruh muka bumi dengan visualisasi yang dramatis dan menakjubkan. Annawi tahu dia tak akan mendapatkan ilmu secara resmi dari pendidikan sekolah. Namun, ia juga tahu bahwa ilmu tak pernah terbatas. Ia selalu menjadi anak yang digandrungi rasa penasaran tinggi dan akan terus bertanya sampai menemukan jawaban. Meski terkadang sikap ingin tahu berlebihannya itu sering membuat ibunya marah, Annawi selalu ingat apa yang dikatakan ibunya. Semakin banyak kau ingin tahu tentang sesuatu, maka kau tak akan pernah bisa keluar dari lingkaran tersebut.

Matahari sore menyorot di halaman belakang rumahnya yang sempit. Halaman itu berbatasan langsung dengan lahan milik orang lain. Yang menghamparkan ladang yang ditumbuhi tunas-tunas jagung. Kebun kacang tanah juga membentang, menunjukkan pola bergaris bagai jalur arsir yang ditarik menggunakan penggaris. Annawi berdiri di sana, di antara kusen pintu yang terbuka lebar dan menyandarkan sisi samping tubuhnya.

"Bu," panggilnya. Annawi baru saja yakin bahwa ibunya ada di dapur, tapi saat ia menoleh ke dalam, ibunya justru baru muncul dari ruangan lain. "Kenapa kebun di sana terlihat begitu subur?"

Asti membuka lemari tempat persediaan obat-obatan. Memeriksanya satu per satu sambil menjawab. "Karena mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan."

"Memangnya apa yang mereka butuhkan?"

"Air, pupuk, perawatan yang baik." Annawi mengusap dagu dengan jemarinya, membenamkan bibir. "Pupuk adalah obat bagi tanaman. Yang membuat tanaman menjadi sehat dan tumbuh subur. Dan sebagai petani, mereka mencurahkan seluruh tenaga dan pikiran mereka untuk merawat tanaman itu subur hingga siap panen."

"Tumbuhan juga butuh obat? Ann kira hanya orang seperti Ann yang butuh obat."

"Ayolah, Ann teori ini ada di buku ensiklopedia seri tumbuhan."

"Ann sedikit lupa."

Asti tersenyum maklum. "Baiklah, masuk ke dalam kamar. Ibu akan mengambil darahmu untuk ibu bawa ke lab."

Annawi tersenyum. Mengekori Asti yang memenuhi tangannya dengan nampan perak berisi peralatan sampai ke dalam kamar. Ia dibiarkan duduk rileks dengan tumpukan bantal dan juga guling sebagai sandarannya. Yang Annawi tahu, pengambilan darah tidak terlalu menyakitkan asal kondisi tubuhnya fit. Ibunya selalu tahu kapan ia berada dalam keadaan fit. Waktu yang bagus untuk mengambil darah, membawanya ke laboratorium rumah sakit, menunggu hasilnya, lalu dengan harapan yang digelembungkan, Annawi dan ibunya berharap jumlah limfositnya berubah. Setidaknya, sedikit kemajuan.

Apa yang mereka lakukan, yang Annawi lalui, anggap saja kemoterapi seumpamma ujian tes kelulusan, pengambilan darah adalah proses koreksi, sedangkan hasil tes laboratorium adalah rapor. Annawi bakal memenuhi map binder hasil tes darahnya. Ia bukan kolektor kertas keramat semacam itu.

06 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro