Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[04] Choosy Unlucky 🐱

🐱 Choosy Unlucky 🐱

Halo apa kabar? Seninnya kemaren seru? Wkwk

Mari ketemu lagi sama Mas Tujuh. Harusnya ini update sebelum bab Juni yang kemaren tapi aku stuck, jadi ini nanti aku tuker aja, ya.

Anyway, hope you enjoy this chapter too!

Gadis dalam foto itu bernama Alea. Seorang aktris pendatang baru cantik keturunan Kanada-Sunda. Matanya besar, berwarna cokelat terang dengan hidung yang tinggi dan bibir tipis. Dia adalah sahabat Seven dari semasa kecil, bersama dengan Adriel, pria di sisi lain yang tersenyum begitu ceria ke arah kamera. Foto itu sendiri telah menguning, menunjukkan usianya. Maret, 2008, tanggal itu tertulis kecil di bagian bawah.

Semasa kecil, mereka bermain sepeda bersama, saling mengejar, tertawa-tawa, lalu rebah di rerumputan. Kamera berjalan, menyorot wajah-wajah ceria anak-anak itu, lalu beralih pelan ke rerumputan, hingga ke arah matahari tenggelam di mana langit berwarna jingga menyilaukan. Dalam sekejap, rerumputan itu masih sama, tetapi Seven kecil, Alea dan Adriel semua telah menjadi remaja, tertawa bersama. Alea berbaring di antara Seven dan Adriel, tersenyum menatap langit biru yang cerah. Sementara Seven .... terpaku menatapnya.

Waktu berganti. Kini mereka telah duduk di bangku kuliah. Kelas usai, Seven mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan untuk Alea, mengatakan bahwa ia akan menunggu agar mereka dapat pulang bersama. Tetapi, pesan itu tidak terbaca. Pesan-pesan sebelumnya ... juga tidak terbaca.

Sedikit cemas, Seven berlari-lari kecil di sepanjang lorong yang menghubungkan gedung fakultasnya dengan gadis itu, mencari di setiap kelas yang mungkin Alea masuki. Lalu, langkahnya berhenti di depan pintu, tepat di kelas terakhir. Angin lembut menyapa, dan waktu seakan berhenti detik itu juga. Tangan Seven yang tengah menggenggam buku catatan, jatuh di sisinya, barang-barangnya terhambur di lantai. Seperti hatinya.

Di sudut kelas, dekat jendela yang membiarkan cahaya matahari menyiram masuk, Alea tengah mencium Adriel lembut.

"CUT!!!" Om Jon selaku sang sutradara berteriak puas dari balik megafonnya.

Semua orang menghentikan apa yang tengah mereka lakukan; Alea dan Adriel saling melepas dan kembali berdiri, boom operator menurunkan tongkat mikrofon boomnya, kameraman berhenti mengambil gambar dari berbagai angle, sementara para penata rias bergegas memperbaiki make up para artis.

Seven duduk di sofa yang disediakan sementara para penata kostum menyiapkan apa yang akan ia kenakan untuk take berikutnya. Ia mengambil kipas elektronik kecil dari penata riasnya dan mengipasi leher yang mulai berkeringat. Setelah ini masih ada beberapa take lagi. Kalau tidak selesai hari ini, maka harus berlanjut besok. Besok Sabtu. Ia tidak ingin syuting lagi besok.

"Habis ini take apa?" tanyanya selagi rambutnya ditata. Lebih acak-acakan sekarang.

Mbak Indah, penata kostum untuk proyek video klip ini sedang memilah di antara rolling rack, ia lalu mengeluarkan satu jins hitam belel dengan banyak robekan di bagian paha dan lutut, serta jaket kulit hitam.

"Karena Alea sama Adriel bakal butuh waktu lebih lama buat dimake up, jadi kamu ambil take solo dulu. Yang di jalan."

Seven melirik set, sebuah Kawasaki Ninja hitam telah ditempatkan di tengah, dengan set designer yang sibuk mengomando set dresser untuk membuat tempat itu tampak lebih realistik. Penata artistik sedang berdiskusi dengan asistennya, suaranya tercampur berbagai obrolan lain, riuh. Ditambah dua orang runner yang sibuk berlarian ke sana kemari membawa peralatan yang dibutuhkan.

Dalam skrip yang diberikan padanya tempo hari, ada adegan Seven mengendarai motor, ngebut-ngebutan di jalan. Mereka akan mengambil adegan itu dua kali, pertama di dalam ruangan demi menangkap ekspresi mata Seven di balik helm. Lalu yang kedua langsung terjun ke lapangan, tetapi adegan itu akan lebih banyak diperankan stuntman mengingat hal berbahaya yang harus dilakukan.

Seorang asisten sutradara menghampiri Seven.

"Kita take sepuluh menit lagi. Siap?"

Seven mendesah dan mengangguk, membuat yang lain berkerja lebih sigap untuk menyelesaikan pekerjaan mereka tepat waktu. Sang penata rias kembali memoleskan bedak di wajahnya, membuat Seven merasa ia tengah memakai dempul sekarang. Pasti tebal sekali.

Sementara itu, Keyhan berjalan santai dan menyerahkan segelas jus alpukat pada Seven.

Seven menyesapnya sembari memejamkan mata, membiarkan pipinya ditampar-tampar dengan spons dan kuas yang sedikit membuat geli menyapu kelopak matanya. Tidak berapa lama, matanya membuka. Ekspresi terganggu tampak jelas di sana.

"Lo beli dimana sih?" tanyanya pada Keyhan sembari menjauhkan sedotan dari bibir. "Encer banget. Kurang es batu."

"Heh, gue udah capek tahu lari-lari ke sini, mana panas. Itu jus esnya udah keburu meleleh!"

Seven hanya meliriknya dengan mata julid, tanpa merespons, lalu melemparkan ponsel ke pangkuan pria itu, yang ditangkap Keyhan dengan cekatan.

"Fotoin gue. Updatein postingan juga sama story."

Keyhan membuka kunci pola pada Iphone 14 Seven dengan mudah. Ia terdiam sejenak menatap postingan terakhir cowok itu di media sosialnya yang berpengikut mencapai 17 juta pengguna. Lantas, Keyhan memelototi Seven, yang balas menatapnya dengan sok tidak berdosa.

"Lo ngapa sih anjir update segala tanpa ijin gue?!" serunya gusar. "Udah tahu tuh jempol segede lapangan terbang! Sok sokan update! Nih liat komennya? Lo diketawain satu Indonesia raya!"

Seven membuang wajah, berpura-pura tidak mendengar. "Ini poninya agak ganggu," komplainnya pada sang penata rias dalam usaha mengalihkan topik.

Namun Keyhan telah mengenal Seven terlalu lama dan tidak terpengaruh. Ia justru mengacungkan telunjuk pada aktor sekaligus penyanyi yang tengah naik daun di tahun ke lima karirnya tersebut.

"Sekali lagi lo update-update tanpa izin," Keyhan menyipitkan mata, telunjuk bergerak-gerak di depan hidung Seven, "gue raut jempol lo!"

Seven menyeruput jus alpukatnya lagi dibawah tekanan sang manajer. Kali ini, ia tidak lagi komplain soal es atau rasa atau apapun itu. Hanya ketika syuting akan dimulai kembali dan Keyhan baru akan beranjak, Seven buka suara.

"Eh, Bang Ke, besok sore gue ga ada jadwal, kan?"

Keyhan mengangkat satu alis. "Kenapa, emang?"

"Nggak...," Seven menggaruk leher, matanya menatap ke berbagai arah selain kepada Keyhan. "Pengen... nyantai aja."

Dan Keyhan tahu benar, Seven sedang berbohong. Matanya sudah menyipit curiga. "Mau kemana lo? Ketemu cewek?"

"Nggak lah, me time aja."

Keyhan bergeming. Kata-katanya seperti di ujung lidah, tetapi ia menahannya, menimbangnya sesaat sebelum benar-benar menanyakan apa yang segera terbersit di benak. "Lo ... nggak ada niat ketemuan sama Gabby lagi, kan?"

Terdengar mustahil memang, seorang Seven Duha Abrisam, yang dengan rupa dan hartanya bisa memiliki wanita mana saja hanya dengan satu tunjukan jari, justru tidak bisa menyerah dari satu wanita. Tapi Keyhan bukan mengenal Seven baru kemaren sore. Dia ... seperti itu. Meski Seven bilang tidak apa-apa, Keyhan tahu dia masih terluka. Dan mungkin, akan butuh waktu lama untuk menyembuhkannya.

"Enggak lah." Seven tertawa.

Namun Keyhan tidak begitu yakin, tentang makna di balik tawa itu.

***

Walk-in closet milik Seven terletak di sayap kanan kamarnya. Ruangan itu luas, dengan banyak koleksi baju di bagian kiri dan tengah, dan rak kaca yang khusus memajang koleksi sepatu dan topi berjejer di sisi kanan. Di tengah semua barang bermerk itu, Seven berdiri termangu. Ia kesulitan memutuskan koleksi mana yang harus ia pakai saat menemui Gabby sore ini. Apakah kasual, seolah mereka teman dekat yang tidak pernah mengalami konflik apapun, dan perkara putusnya mereka yang sempat menggemparkan itu bukan masalah besar? Ataukah ia harus bergaya romantis, demi menarik perhatian Gabby lagi? Siapa tahu, gadis itu akan terpesona sekali lagi lalu bersujud-sujud memohon agar Seven kembali.

Such a wishful thinking ...

Jika berpakaian terlalu santai, Gabby akan beranggapan Seven sudah lama berhasil move on, yang sama sekali tidak benar. Jika berpakaian mencolok, Gabby akan beranggapan Seven tidak berhasil move on dan ingin membujuknya kembali, hal yang juga tidak Seven inginkan.

Lalu, saat sedang memilah-milah, tatapan Seven jauh pada sebuah kemeja lengan panjang putih dengan print di dada kirinya, seekor burung hitam dengan huruf L dan V di masing-masing sayap. Seven meraihnya. Baju ini ... lebih dari sekedar satu di antara barang bermerk yang ia miliki. Baju ini memiliki kenangannya sendiri, salah satu yang paling berharga.

"Happy anniversary, baby!" Gabby saat itu mengetuk pintu kamar tempat Seven menginap, berdiri di sana dengan sepotong kue kecil dan lilin, serta senyuman manisnya yang lebar.

Hari itu adalah hari jadi mereka yang pertama. Seven sedang berada di Roma untuk pemotretan majalah. Seminggu sebelum berangkat, Seven mengajak Gabby yang saat itu merupakan aktris pendatang baru untuk ikut serta, mereka bisa liburan sekaligus merayakan hari jadi bersama. Tetapi Gabby menolak, mengatakan dia ada job.

Tetapi pagi-pagi, gadis itu telah berdiri di depan kamar hotelnya, memberi kejutan.

Ia juga memberikan Seven sebuah kado. Kemeja putih Louis Vuitton yang katanya dibeli langsung di toko.

"Tadinya, dari airport aku mau langsung kasih kejutan ke kamu," rengeknya saat merebahkan sisi kepala di dada Seven. "Tapi kata Key kamu lagi photoshoot, jadi aku jalan-jalan dulu di Via dei Condotti, mau beli tas Bvlgari inceran aku," katanya, memamerkan handbag putih di tangan, "sama beliin ini buat kamu. Capek banget but worth it!"

Seven ingat, dirinya tersenyum sangat lebar waktu itu. "Thanks, babe."

Sejujurnya, Seven tidak peduli, bahkan jika Gabby memberikannya baju yang diobral di kaki lima, itu akan tetap menjadi barang paling berharga bagi Seven.

Bahkan hingga sekarang.

Seven memisahkan kemeja itu dari gantungan, lantas memakainya di atas tubuhnya yang telah bertelanjang dada sejak awal. Seven melapisinya dengan jaket kulit hitam, tidak lupa ia juga meraih topi dan sepatu. Dan selesai.

Hari ini, ia akan bertemu kembali dengan Gabby setelah sekian lama.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, namun untuk satu alasan Seven merasa ... seakan hari ini ia akan menjemput takdirnya di sana.

***

Bonus!
Update-an yang diketik Keyhan = normal


Maaf saya agak halu 😭🙏

Mau komen kamu dipost juga ga kapan-kapan? Tinggalin aja username + komentar ala-ala.
Kalau cocok dan oke nanti aku post ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro