Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[01] Clumsy Juni 🌻

Halo~ Ayo kenalan dulu.

Kamu?

Cerita ini bakal ringan dan buat lucu-lucuan. Minta vote dan comment yang banyak, boleh?

Update tiap Jumat. Tapi bisa lebih sering kalo rame~ Jadi ramein, ya~

Satu jam menjelang jam makan siang, Juni merentangkan kedua tangan ke atas, lalu meraung keras-keras sembari menggeliat.

"RAWRRR AING CAPEK!!!" teriaknya, menguap. Otot-otot lengannya yang diregangkan terasa mulai rileks, Juni pun menurunkan tangan dan terkulai di kursi, menatap hasil pekerjaannya di layar komputer. Tulisannya untuk kampanye jelang ramadan. Masih mentah. Belum direvisi ulang.

Ini sudah revisi ketiganya. Dia harus merombak semua dari awal, dari bagian brainstorming yang paling menguras energi. Jika si Tua Bangka itu menyuruhnya revisi sekali lagi, niscaya Juni akan menjambaknya, menggigit kupingnya lalu memeras perut lembeknya seperti memeras cucian selimut, meski semua hanya dalam kepala Juni sendiri. Deadline-nya hari ini, karena besok hasilnya sudah harus dipresentasikan dalam rapat internal bersama seluruh tim. Tapi Si Tua Bangka itu terus saja menyuruhnya revisi. Juni pikir, jika dia hidup di zaman Roro Jongrang, ia mungkin bisa mengerjakan seribu candi lebih cepat daripada Bandung Bondowoso, saking terbiasanya dengan revisi semalam.

Ia ingin istirahat. Sebentar saja, meluruskan punggung. Dan musala yang kadang disalahgunakan sebagai tempat rebahan sejenak, berada dua lantai di bawahnya, terlalu jauh.

Maka Juni turun dari kursinya, mengibas-ngibaskan debu di lantai dengan blazer, lalu menggunakan benda itu sebagai alas sebelum dia mulai merebahkan punggung di sana, di lantai, di bawah kubikelnya dengan pot-pot tanaman sebagai pelindung. Kubikel Juni terletak di sudut, berbagi ruang dengan rekan-rekannya yang sudah begitu hafal dengan kebiasaan Juni harus rebahan sehingga sudah lelah berkomentar. Selama tidak ada Bu Aluna, team leader proyek ini, atau Pak Ravi, kepala divisi, dia aman.

"Ju-Juju!"

Sedang Juni asik tergolek di lantai, ikon kerusuhan dari divisi sebelah, Media Planner, mengetuk-ngetuk kaca yang memisahkan ruangan mereka. Joana yang tingginya mencapai 167 dengan berat tidak pernah menyentuh angka 50 itu membuka pintu kaca divisi Juni, lalu melangkah masuk tanpa permisi.

Ia menyingkirkan pot kecil yang menyembunyikan kepala Juni dan berjongkok di dekat gadis itu.

"Wak, maksi dimana kita?" tanyanya, dengan nyablaknya. Semua orang yang baru melihat Jo─panggilan untuk Joana─akan berpikir dia adalah wanita karir yang mandiri, kuat, ketus, dan anggun. Namun sekali dia bicara dengan santai, atau tertawa dengan mulut terbuka lebar, semua asumsi itu segera terpatahkan.

Juni berpikir sejenak, namun masih belum bersedia bangkit duduk. "Pesen aja deh. Capek, panas, mager."

"Ayo bangun, Wak! Nggak baik anak gadis rebahan di lantai gini! Nanti usus buntu lho!"

"Apa hubungannya?!"

Meski begitu, ia pasrah-pasrah saja saat Jo menarik kedua lengannya untuk bangkit. Juni masih belum bergerak setelahnya, seolah tulang-tulangnya melunak. Ia ingin makan, tapi tidak ingin bergerak. Seandainya ada seseorang yang mengantarkannya makanan, menyuapinya, juga memblenderkan makanannya agar Juni tidak repot-repot mengunyah...

Namun energi yang sedari tadi menguap setelah disedot habis revisi, sepertinya terkumpul kembali hanya karena satu pesan yang baru muncul di notifikasi pesannya. Shena, teman kecilnya, salah satu putri Tante Sashi, baru saja mengirimkan tautan di grup obrolan mereka berempat.

Thumbnail itu menampilkan ekspresi wajah Icha alias Alisya alias si Karen, gym influencer bermuka lima─saking palsunya─yang terkejut berlebihan dan Gilang yang berlutut di satu kaki seperti sedang melamar Icha dengan buket lembaran uang berwarna merah. Judulnya berbunyi, 'Bikin Gempar! Icha Machicha Bakal Menikah dengan Gilang! Budget 3 M?!'

Seandainya si Icha ini hanya influencer yang sekedar lewat di beranda Youtube-nya, Juni paling-paling hanya akan mengucapkan 'oh', lalu berlalu, tidak peduli sama sekali. Tapi ia mengenal Icha sekaligus muka kedua, ketiga hingga keempat dan kelimanya. Gadis itu sepertinya gatal-gatal kalau tidak menyindir-nyindir orang lain di story-nya. Dan tenggorokan Juni pun rasanya gatal jika belum menggibahnya.

"Dih?!" Ia memutar bola mata. "Si Karen Solehot itu mau nikah?! Settingan apa lagi, ini?"

Selanjutnya, masalah datang. Denting notifikasi dari grup yoga ramai berdatangan bersamaan dengan sebuah undangan yang membuat kepala Juni panas.

Shena kembali mengirim pesan di grup. RAPAT PENTING! Tempat biasa.

Maka Juni bergegas meraih blazernya.

***

Ketika Juni tiba di Blooming Town, kafe kecil yang menyamar menjadi toko bunga lantaran terletak di balik labirin rumpun bebungaan, Shena dan Sheya sudah datang. Sepertinya belum lama karena mereka juga belum memesan apa-apa. Ah, ya, mereka adalah kembar, anak Tante Sashi dan Om Aryasa, salah satu Om kesayangan Juni selain Om Eros karena suka memberinya uang atau membelikan jajanan waktu kecil. Sekilas, kedua gadis itu mirip, bahkan hingga postur tubuhnya, Shena hanya sedikit lebih tinggi. Tetapi karena sudah bermain bersama sejak masih mengenakan popok, Juni enteng saja membedakan keduanya hanya dari kibasan rambut atau suara langkah saat berjalan. Penampilan keduanya yang sangat berbeda juga mempermudah orang-orang agar tidak salah panggil. Anggota geng yang lain, Shua si anak sultan, belum datang.

Juni bergegas mencopot segala atributnya melawan panas dan polusi sebelum merapatkan kursi pada keduanya.

"Serius mereka mau nikah?!" sambarnya bahkan tanpa mengambil jeda untuk bernapas terlebih dulu.

"Iya! Masa' sih budgetnya 3 M?" Shena memelototkan mata.

Dan pertanyaan itu menyuarakan pikiran Juni, hingga ia dengan agresif mengangguk-angguk. "Ya, kan? Emangnya dia anak Raffi-Gigi? Perasaan barang-barang dia nggak branded-branded amat, deh."

"KW nggak, sih?" Sheya ikut menimbrung.

Juni dan Shena lagi-lagi mengangguk setuju.

"Sponsornya gede, kali?"

"Atau settingan."

Lagi, Juni mengangguk-angguk. Ya Tuhan, indahnya bergibah. Nikmat-Mu mana lagi yang kami dustakan?

Obrolan mereka hanya terhenti ketika Shua masuk, masih mengenakan jaket dan sarung tangan tebal. Cuaca siang ini memang tidak kira-kira, berjemur lima menit saja di bawah matahari, sudah bisa gosong.

"Apa nih?" tanyanya.

Dan acara gibah pun berlanjut. Shena menjelaskan berita penting yang sepertinya dilewatkan oleh Shua. Dari berita Icha alias Karen yang akan menikah dengan Gilang, cowok yang sebelas dua belas dengan perempuan itu, yang meski tidak masuk akal, bisa dimengerti alasannya (apa lagi jika bukan untuk menambah views, ad sense, dan berakhir cuan?)

Permasalahan selanjutnya adalah, bagaimana mereka akan datang ke pernikahan itu tanpa menciderai ego mereka dan debut di story Karen dengan kata-kata pahit bersalut gula seperti, 'Kasihan dateng sendiri. Makanya standar tuh disesuain dengan muka, jangan ketinggian, oops. Tapi semoga aja yah, bisa segera dapet yang minimal seperempat baik hatinya cowok gue, deh. Yang maharnya seperempat mahar gue juga udah lumayan banget, tuh.'

Berbagai alasan dikemukakan kemudian. Mereka berdiskusi sembari memesan makan (dan saling toyor sesekali). Sheya mengusulkan untuk check berdua lalu datang sendiri dengan alasan sudah putus. Juni memiliki ide mungkin mereka sebaiknya mengarang alasan sedang umroh atau sejenisnya sehingga tidak bisa hadir. Dan Shena, hadir dengan ide mencengangkan.

"Kalian cari cowok buat temen kondangan dari aplikasi dating aja."

Memang ada gila-gilanya si Shena itu. Mentang-mentang sudah punya pacar dan terbebas dari ancaman hujatan si Karen. Selanjutnya, meski dihadang protes dari berbagai penjuru, ia meraih ponsel dan tetap mempromosikan aplikasi yang dia maksud itu. Aplikasi baru, sepertinya karena Juni belum pernah dengar. Tapi ia cukup menyukai tampilannya yang menggunakan warna-warna pastel. Juga motonya, Me and You, yang disingkat menjadi MenU. Ia pikir, idenya cukup gemilang dan fresh, siapa kira-kira content writer yang telah mengusulkan ide itu?

"Ya udah, opsi terakhir nih kalau kalian enggak mau disindir bertahun-tahun sama si Karen, bikin akun di MenU, abis itu tinggal pilih yang mana yang cocok, gampang, kan?"

"Gampang sih," Juni mengangguk lambat. "Gampang gila kayaknya!"

Shena tertawa, lantas merangkulkan tangannya di pundak Juni, membiarkan rambut panjangnya yang terurai menyentuh pipi gadis itu. Dia satu-satunya gadis berambut panjang lebih dari sebahu di kelompok ini.

"Ayo ikut aja, Jun. Coba dulu. Di aplikasinya tuh biasanya kalo udah match, suka dikasih rekomendasi juga tempat-tempat sekitar. Bisa langsung ketemuan biar nggak ngerasa kayak beli kucing dalam karung."

"Enggak! Enggak!" Juni menolak mentah-mentah usulan itu. Ia mengangkat tangannya, memamerkan jari yang ... tidak berhias cincin, tapi berhias bekas cakaran yang belum sembuh. "Gue udah menikah sama Adimas dan punya 6 orang anak yang lucu-lucu!"

"Lo nggak ngelahirin kucing-kucing itu!" Shena menjulingkan mata. Tahu dengan persis siapa enam anak yang dimaksud. Dua di antaranya cukup hobi mencakar orang.

"Dan Adimas bahkan nggak tahu lo hidup!" Sheya ikut-ikutan.

Shua menuntaskan, "Emangnya lo mau pergi ke kondangan si Karen sambil bawa-bawa kocheng?!"

Juni memanyunkan bibirnya. Kenapa sih, tidak ada yang mengerti bahwa hidupnya sudah lengkap? Dia punya Dimas Lukman, yang Juni panggil dengan nama Adimas alias Aa Dimas, aktor layar lebar maupun layar kaca dengan wajah tampan dan brewok tipis yang semakin menambah gagah penampilannya. Lalu, dia juga punya Doc, Sleepy, Dopey, Happy, Bashful dan Sneezy, enam anabul menggemaskan yang selalu memastikan hari-hari Juni tidak pernah tenang. Jika ada yang kurang, maka itu adalah uang. Sebagai pembantu yang baik, Juni perlu gaji minimal dua digit demi memanjakan majikan-majikannya itu. Sayangnya, gajinya masih jauh dari harapan.

"Jadi kalian mau, nggak?" Shena menodongnya lagi. "Coba dulu aja."

"Enggak!" Juni, Sheya dan Shua semua kompak menjawab mantap.

Shena mencibir, seolah berkata, liat aja nanti lo pada!

***

Juni sudah bersin empat kali dalam kurun waktu lima menit. Hidungnya berair dan ia menyusutnya dengan tisu. Di pangkuannya, Sleepy, kucingnya yang berwarna oranye dan putih serta hobi rebahan menelengkan kepala menatap Juni.

Duh, apa gue mendadak flu gara-gara alergi mendengar berita Karen mau nikah? pikir Juni. Rasanya ia dendam sekali pada wanita itu. Tapi, siapa sih yang tidak dendam pada orang gila yang menjelek-jelekkan suami sepihaknya, Dimas Lukman? Sampai menyebarkan gosip yang tidak-tidak. Katanya Dimas Lukman gay lah, pernah menjalani operasi transplantasi kelamin di Thailand lah. Rasanya, ingin sekali mulut si Karen itu yang Juni operasi. Mana dia pernah terang-terangan mengatai Juni gendut. Padahal bagi Juni, badannya sudah ideal, ideal bagi ibu-ibu. Dia hanya menyimpan sedikit lemak yang unyu di perut dan pipi, itu saja.

Ia berpikir untuk menitip obat pada Joanna, namun baru saja teringat gadis itu mengatakan bahwa dia akan lembur malam ini. Dan Jo biasanya lembur sampai jam sepuluh, minimal. Hidungnya mulai gatal, dan Juni pun bangkit setelah memindahkan Sleepy ke sofa. Anak itu justru membuntutinya, menggesek-gesekkan hidung ke kaki Juni.

"Mami mau ke apotek bentar! Kalian tunggu di sini sampai Tante Jojo datang, oke?"

Sleepy dan Doc mengeong, Dopey masih sibuk bergulat dengan Sneezy, yang lain tidak terlihat. Mungkin bermain di ruangannya. Apartemen itu punya dua kamar yang seharusnya masing-masing ditempati oleh Juni dan Joana. Tapi Juni telah ikhlas menghibahkan ruangannya untuk disulap menjadi ruang bermain kucing-kucingnya, lengkap dengan berbagai mainan sehingga lebih seringnya, ia yang tidur di depan TV.

Apotek yang Juni datangi berdampingan persis dengan apartemennya, terjepit antara rumah makan padang dan kedai minuman. Pertama-tama, Juni singgah ke kedai itu untuk membeli boba, meski sadar dengan kondisi hidungnya. Barulah ia berbelok ke apotek.

Mbak-mbak di kasir tampak sedang mengobrol seru dengan rekannya ketika Juni berdiri di depan mereka.

"Mbak, ada─"

"─IYA ANJIR! GUE KETEMU LANGSUNG! YA AMPUN DIA PUTIH BANGET! TINGGI BANGET! BENER-BENER DEFINISI KETURUNAN INDONESIA-KOREA-SURGA TAHU NGGAK, SIH?!"

"Mbak, ada obat─"

"ADAAAA GUA FOTONYA ADA!!!" Mbak-mbak itu mengeluarkan ponsel dengan gahar. "NIH LO LIAT! GUE FOTO BARENG SEVEN ABRISAM CUY!!!"

"Obat flu dan─"

"Sebentar ya, Mbak!" Mbak-mbak itu tiba-tiba menyetop Juni dari bicara, hanya sedetik sebelum melanjutkan obrolan berapi-apinya. "GILA BERUNTUNG BANGET GUE! DAN GUE SALAMAN CUY! INI AJA GUA UDAH NGGAK MANDI TIGA HARI!"

Juni mendadak merasa mual mendengarnya. Gila aja nggak mandi tiga hari di cuaca Jakarta bagian pinggir neraka kayak gini?! Ia ingin beringsut mundur dan lari, namun seketika, hidungnya kembali gatal ingin bersin. Juni pun menyeruput bobanya sembari melihat-lihat sekitar, mencari kesibukan lain.

Pandangannya jatuh pada layar televisi yang terpasang di bagian atas mesin kasir.

"In-News!" Suara pembaca berita populer yang sering dijadikan meme (dengan caption Ingus alih-alih In-News) muncul di televisi. Diikuti video amatir yang diambil dari kejauhan secara sembunyi-sembunyi. "Dimas Lukman mengungkapkan secara resmi tentang hubungannya dengan pesinetron cantik sekaligus lawan mainnya di sinetron Cinta Terajut Duka, Gabby Anastasya."

Yang diikuti dengan wawancara ekslusif. Wajah Dimas muncul di layar kaca, tersenyum semringah menunjukkan susunan gigi yang putih dan rapi di bawah kumis yang terawat sementara di sisinya, berdiri Gabby, wanita yang menjadi lawan mainnya di proyek sinetron terbarunya itu.

"Ya, kita udah menjalin hubungan kurang lebih ... hampir empat bulan, ya Sayang, ya?" katanya sembari menatap Gabby sembari menjawab pertanyaan wartawan. "Dan sekarang kita sedang mencoba untuk berlanjut ke tahap yang lebih serius. Doain aja."

Mulut Juni terbuka. Meskipun telah santer berita kencan dan cinta lokasi antara Dimas dan Gabby, selama ini belum pernah ada konfirmasi. Dan Juni terus menyugesti diri bahwa itu tidak benar, bahwa itu hanya gosip tidak berdasar. Tetapi sekarang ... semua itu terbantahkan. Oleh Dimas sendiri.

Hampir saja, Juni menjatuhkan gelasnya. Pikirannya melayang ketika penjaga apotek memanggil.

"Nyari obat apa tadi, Mbak?"

Juni menatapnya lunglai. Berusaha keras menahan air mata. "Obat patah hati, ada?"

***

Juni suka cowok yang brewok tipis ya, kayaknya 😅

Juni suka aktor Dimas Lukman. Kalau kamu?

Nantikan cerita Shua dan Sheya besok, ya. Dan nantikan juga chapter selanjutnya cerita Juni~

See you ❤🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro