22
Aku menatap dalam mata Mentari yang entah sejak kapan telah berkaca-kaca, dan setelah perkataanku, air matanya jatuh. Bibirnya gemetar. Bahunya sedikit terguncang. Ia menurunkan pandangannya.
Hatiku memanas. Ia menangis. Mentari menangis. Wajahnya tidak lagi cerah. Aku menarik napas panjang.
"Mungkin gue nggak akan semenyesal ini kalau gue nggak kenal sama lo, Tari."
Mentari membelalak. Matanya mendongak menatapku yang sekarang justru tertunduk. Entah sekarang aku harus menyesali perkataanku atau tidak, aku tidak tahu. Untuk sekarang, aku tidak mau peduli.
"Gu-gue, gue minta maaf buat semua kesalahan gue, yang bikin-"
"Udah, Mentari. Pergi," pintaku rendah.
🌞🌞
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro