🐰 Tangisan Illy 🐰
5. Tangisan Illy
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Ali keluar dari ruang kerja papanya. Meninggalkan Tuan Yarendra bersama temannya. Ingin segera melihat wajah cantik perempuan yang ia cintai. Mata, hidung mungil, bibir tipis juga senyum manisnya. Ah, sungguh cantik dan memabukkan. Illy memang benar-benar membuat dirinya gila.
Ayolah, Li. Bahkan semua yang ada di tubuh Illy selalu membuatmu mabuk. Pria dengan kaus biru donker itu hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum saat menuruni tangga.
Namun, senyum Ali menghilang kala ia melihat Illy menangis dan berlari ke arah taman belakang. Tanpa berpikir dua kali, ia pun memutuskan untuk mengejarnya, tidak ingin terjadi apa-apa dan juga berharap mengetahui penyebab Illy menitikkan air mata.
Langkah Ali turut terhenti kala melihat perempuan itu yang tiba-tiba saja berhenti dan mematung di tengah pintu penghubung rumah dan pintu belakang. Merasa penasaran, Ali pun mencoba mencari tahu.
Di sana, Ali dapat melihat sang Kakak bersama dengan wanita yang ia tahu adalah teman kakaknya dulu. Tidak heran mengapa Illy menghentikan langkah secara tiba-tiba.
Illy pasti merasa sakit hati saat melihat suaminya. Apalagi, Rasya bersikap terlihat begitu mesra dengan wanita yang ia ketahui bernama Tasya. Melihat hal itu, entah kenapa hatinya tidak merasa kasihan pada Illy.
Yang ada, Ali malah merekahkan senyumnya. Katakanlah ia sinting karena lebih suka melihat Illy seperti ini. Syukur-syukur kalau perempuan itu sampai membenci suaminya.
Saat melihat Illy berbalik, dengan segera Ali menyembunyikan tubuhnya. Bisa dilihat dengan jelas tangan mulus itu mencoba untuk menghapus jejak air mata di pipi chubbynya.
Tidak mungkin membiarkan Illy dalam keadaan seperti itu sendirian, Ali memutuskan untuk tetap mengikutinya. Mengamati Illy yang saat ini tengah berpamitan pada sang mama. Tidak lama kemudian kalanya Rasya datang dari arah samping rumah seorang diri.
Ali yang sebelumnya tersenyum, kini menjadi sebuah seringai sinis. Ia mengepalkan kedua tangannya saat melihat sang kakak yang dengan bodoh malah memilih untuk tetap tinggal dari pada mengantarkan Illy untuk pulang. Hei. Apakah laki-laki itu tidak tahu kalau istrinya sedang merasakan sakit hati?
Ali berdecih sinis. "Suami seperti itukah yang kamu harapkan, Ly?" Monolog Ali.
Jujur, ia memang senang saat melihat sebuah perselisihan Rasya dan Illy. Akan tetapi, jika melihat raut wajah perempuan yang ia cintai yang terluka, sungguh ia pun merasa ikut tersakiti. Tidak terima.
Ali tahu, pasti saat ini Illy merasa terluka. Terlihat jelas bahunya yang terguncang saat keluar rumah. Menghela napas dalam, ia tidak akan membiarkan perempuan itu terluka sendiri.
Mengambil salah satu kunci mobil dari laci tempat biasa penghuni menyimpan semua kunci kendaraan, Ali berjalan ke arah ruang keluarga dengan santai. "Ma. Ali mau keluar. Ada janji sama teman."
"Eh, kok pergi. Temani Zizi dong, Li." Desi yang melihat putranya akan keluar rumah berusaha mencegahnya, mencoba untuk membuat Ali tetap tinggal.
"Maaf, Ma. Ali sudah janji sama mereka. Tidak mungkin Ali tidak datang atau membatalkannya," jawabnya tegas. Mimik wajah masih datar berharap mamanya mengerti kalau ia tidak menyukai apa yang direncanakan.
"Ya sudah. Kamu ajak saja Zizi." Kedua tangan Ali yang masih berada di dalam saku celana terkepal melihat kegigihan ibunya untuk menjodohkan dirinya dengan wanita bernama Zizi.
"Semua teman Ali laki-laki, Ma. Jadi Ali tidak bisa membawa Zizi." Tidak ingin mendengar alasan lagi dari mamanya, Ali segera berlalu dari ruangan yang menurut dirinya terasa memuakkan.
Sedangkan Zizi yang melihat sikap Ali seperti itu, semakin merasa terobsesi untuk mendekati dan mendapatkannya. Bagi perempuan itu, pria yang jual mahal terlihat lebih seksi.
Saat sampai di luar rumah, pandangan Ali mengedar. Mencari keberadaan Illy. "Dimana dia?" Keluar pagar, ia menoleh ke kanan dan kirim namun, tidak juga melihat sosok Illy.
"Lebih baik aku mencarinya." Berlari ke arah mobil, ia memasuki dan mulai menyalakan mesin. Lalu menjalankan keluar dari kediaman Yarendra.
Ali dengan segera mengendarai mobilnya sembari melihat sisi jalan. Mencari seseorang yang ia cintai. Berharap tidak terjadi apa-apa kala rasa khawatir semakin menyeruak. "Semoga saja dia tidak bertemu dengan preman, perampok atau semacamnya."
Embusan napas kelegaan ia hela kala melihat sosok mungil yang selalu ia cintai. Ali bisa melihat betapa sedihnya wanita itu. Dengan segera, Ali menghentikan mobilnya tepat di depan perempuan itu. Begitu terlukanya Illy saat ini. Hingga kedatangan mobil Ali pun ia tak menggubrisnya.
Tidak ingin wanita yang ia cintai lebih bersedih, Ali segera turun untuk menghampirinya. "Illy," panggil Ali pelan, ia memandang sosok yang menunduk dengan bahu bergetar.
Illy mendongak ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. Siluet sang sahabat berdiri tegak di hadapannya "Ali," panggil Illy dengan nada lirihnya.
Oh tidak, Ali benci air mata itu. Sigap ia duduk di samping Illy, mengulurkan tangan untuk menghapus lelehan air asin itu. Menangkup wajah Illy, ia memberikan kecupan pada kedua kelopak mata yang terlihat sembab itu.
Ali membawa tubuh mungil yang ia cintai dalam rengkuhannya. Memberikan elusan di punggung untuk meredakan kesedihan Illy. Tanpa kata, Illy pun membalasnya.
"Ssst udah. Jangan menangis. Aku sudah bilang. Aku tidak suka melihat kamu menangis." Illy masih sesenggukan dalam dekapan Ali. Sedang Ali tidak henti-hentinya mengusap punggungnya.
"Aku benci. Aku benci diriku yang lemah." Illy menumpahkan kekesalan di dalam pelukan Ali.
"Kamu tidak lemah, hanya terlalu sabar," ucap Ali menenangkan.
"Aku benci. Aku benci kakak kamu," ucap Illy kembali. Kali ini ia sedikit memberikan pukulan pada dada sang sahabat.
"Iya, bencilah. Kakakku memang bajingan." Dalam hati ia tertawa puas.
"Aku benci. Aku benci mama kamu."
"Iya, bencilah. Mamaku memang jelmaan iblis." Illy terkekeh di dalam dekapan Ali.
Melepaskan pelukan sang sahabat, Illy merajuk. "Kamu mah begitu."
Kening Ali terlipat. "Ya aku harus bagaimana. Benci dan cinta itu, kan terserah kamu. Masa aku harus bilang. Jangan. Kakakku, kan suami kamu. Jangan, mamaku itu jelmaan malaikat," ucapnya dengan nada dibuat-buat.
Illy pun tidak bisa lagi untuk menahan tawa, ia tertawa meski wajah masih dipenuhi air mata. Di tempatnya Ali bersyukur telah berhasil mengembalikan keceriaan perempuan di hadapannya.
"Kamu mah begitu," ucap Illy yang masih terkekeh di sela kegiatannya yang membersihkan jejak air mata di pipi.
Ali tersenyum. "Aku antar kamu pulang, ya?" Illy hanya bisa mengangguk.
Dengan perlakuan manisnya, Ali menggandeng Illy saat masuk ke mobilnya. Membantu untuk memakai sabuk pengamannya. Setelah itu ia segera memutari mobil ke arah kemudi.
"Siap?" tanya Ali saat ia sudah duduk di balik kemudi. Illy mengangguk dengan senyuman yang membuat pria itu segera menjalankan mobilnya.
Tidak ada percakapan dalam perjalanan mereka. Hanya ada kesunyian yang melingkupi. Mobil berhenti saat lampu merah menyala. Tatapan Ali kini beralih pada Illy yang sudah terlelap dalam tidurnya. Mungkin, ia merasa lelah karena terlalu lama menangis.
Dengan keberanian penuh, Ali membelai wajah Illy. "Aku tidak akan membiarkan kamu terus-terusan bersedih. Kamu ada hanya untuk bahagia. Dan akulah yang akan membuatmu bahagia. Aku janji," ucap Ali. Meskipun ia yakin kalau Illy tidak akan mendengarnya.
Ali mendekatkan wajahnya pada Illy. Dengan gerakan pelan, ia mengecup kening Illy penuh kasih, dan segera melepasnya agar Illy tidak terbangun. Pria bermata tajam itu kembali melajukan mobilnya saat lampu telah berubah warna. Tatapan elangnya terarah pada jalan di depannya.
Dengan mengendarai penuh kehati-hatian, dalam hati Ali berkata, "Melihat kelakuan Kakak seperti ini, membuat aku semakin yakin untuk merebut Illy darimu, Kak."
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Up sore🤗🤗🤗🤗
Semoga masih suka😁😁😁
Love you😍😍😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro