🐰 38. Menginap 🐰
Menginap
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
"Kok dadakan, sih?" tanya Illy dengan suara tinggi ia terkejut dengan rencana yang baru saja dikatakan sang suami. Ia memanyunkan bibir beberapa Senti, menandakan bahwa perempuan itu tengah merajuk.
Raut wajah cemberut yang tercetak di wajah Illy malah terlihat lucu bagi Rasya. Membuat pria itu merasa gemas dan akhirnya mencium pipi Illy berulang kali. "Mau bagaimana lagi. Ada masalah sama cabang di luar kota, Sayang," ucap Rasya penuh sesal.
"Jangan ngambek dong." Pria itu memeluk pinggang sang istri, menempatkannya untuk saling berhadapan. "Ini sudah tugas aku, Sayang."
Illy pun mengangguk lemah. "Ya sudah deh." Jari-jari Illy bermain di kancing kemeja sang suami.
Sesaat kemudian ia mengingat suatu hal. Illy menoleh, melihat seseorang yang masih berada duduk nyaman di sofa rumahnya. Perempuan bermata hazzle itu menepuk keningnya pelan. "Ya ampun aku lupa. Aku ada tamu," ucapnya penuh sesal. Menatap Rasya dan sang tamu bergantian.
Perempuan yang duduk di sofa itu mengangguk dengan senyuman ramah. Rasya membalasnya sekejap lalu mengalihkan pandangan pada Illy. "Ayo, Sayang," ajak Rasya.
Illy mengangguk, ia menatap sahabatnya sejenak. "Aku tinggal dulu, ya?" Tamu Illy pun mengangguk. Dengan lengan yang merangkul pinggang Illy, Rasya dan Illy berlalu menuju kamar mereka.
Illy segera menyiapkan koper untuk meletakkan baju-baju Rasya yang akan Rasya bawa. "Sayang. Kamu tahu tamu aku di bawah?"
"Iya." Rasya mengangguk dalam sela ia memakai pakaiannya.
"Dia mau menginap di sini beberapa waktu." Pergerakan Rasya terhenti, ia mulai berbalik memandang Illy tidak suka.
"Kenapa?" Mendengar nada dingin dari suaminya, Illy tahu Rasya sepertinya kurang setuju.
Perempuan bermata hazzle itu mulai berjalan mendekat ke arah Rasya. "Ada sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan pada kita. Yang perlu kita tahu, dia membutuhkan pertolongan kita. Dengan dia menginap di sini."
"Kenapa harus rumah kita? Ini rumah tangga kita loh, Sayang."
"Dia sudah empat kali pindah. Tapi selalu tidak bisa membantunya keluar dari masalahnya. Boleh, ya? Hitung-hitung, dia buat nemenin aku selama kamu keluar kota." Nada manja Illy tak mampu membuat Rasya berkutik.
Rasya menghela napas panjang dan mengangguk. Membuat Illy mengembangkan senyum penuh bahagia. "Ya sudah. Aku antar kamu keluar, yuk!" a dan sang suami mulai melangkah keluar. Saat melewati ruang tamu, Rasya hanya menampakkan wajah datar pada tamu Illy. Terlihat jelas ketidaksukaan Rasya akan kehadiran orang itu.
"Kamu hati-hati, ya." Illy berpesan sembari membenarkan letak dasi Rasya. Menepuk dada suaminya sebentar dan memberi kecupan sayang pada dada berbalut kemeja itu.
"Iya. Kamu juga hati-hati di rumahnya." Setelah memberikan satu kecupan sayang pada kening Illy, Rasya mulai berlalu ke arah mobilnya. Keduanya saling melambaikan tangan saat mobil Rasya mulai keluar dari gerbang rumah.
Illy kembali melangkah ke dalam rumah saat mobil Rasya benar-benar hilang dari pandangan. "Aku antar ke kamar kamu, ya?"
"Makasih ya, Ly." Illy mengangguk dengan senyuman. Tiba-tiba saja ponsel Illy berdering. Menampilkan nomor seseorang yang satu bulan ini tak ada kabarnya.
"Halo." Illy melipat keningnya kala mendapati suara di seberang sana bukanlah si pemilik ponsel.
"Apa? Di mana? Oke. Saya segera ke sana." Terlihat jelas raut kekhawatiran dari wajah Illy.
"Ada apa, Ly?"
"Aku tinggal nggak papa, kan? Aku ada urusan yang mendesak." Orang itu pun mengangguk. Segeralah Illy berlari ke kamarnya untuk mengambil tas tangan. Tidak lupa juga sebelumnya ia memesan sebuah taksi.
***
Ziqry mengembuskan napas lega kala orang yang baru saja dihubunginya menyanggupi untuk datang kemari. Menatap Ali yang masih tidak sadarkan diri, Ziqry kembali menggelengkan kepala mengingat betapa bucinnya seorang Yarendra.
"Kau ini tampan. Sukses. Kaya. Tinggal tunjuk, wanita siap membuka selangkangan di depanmu. Tapi kenapa kau bego. Kau memilih repot-repot mengambil istri kakakmu sendiri," gerutu Ziqry yang tidak mungkin Ali dengar. Pastilah. Jika Ali mendengarnya, mungkin Ziqry akan mendapatkan sesuatu dari Ali.
Suara sebuah mobil berhenti mengalihkan tatapan Ziqry. Dilihatnya sebuah taksi yang kini baru saja berhenti tidak jauh darinya. Seorang wanita yang memang Ziqry akui memang cantik baru saja turun dari taksi itu. Ah, pantas saja temannya tidak bisa melepaskan wanita ini.
"Maaf, saya terlalu lama," ucap wanita itu saat ia sampai di depan Ziqry.
"Tidak apa-apa," jawab Ziqry pada wanita itu yang tidak lain adalah Illy.
Illy menatap Ali yang berada di kursi penumpang. Ia meringis saat melihat beberapa luka lebam yang ada di wajah Ali. Satu tangannya terulur untuk menyapu sedikit darah yang ada di sudut bibir Ali.
"Kenapa dia bisa seperti ini?" tanyanya pada Ziqry meski tatapannya tidak teralihkan dari wajah Ali yang penuh luka.
"Saya juga tidak tahu, pas saya dateng, dia sudah dipukuli sama bodyguard klubnya." Keduanya tampak membisu sesaat.
"Mm, maaf, ya. Saya merepotkan Anda. Saya tidak tahu lagi harus menghubungi siapa. Kalau saya menghubungi Tuan Yarendra, pasti Ali akan mendapat masalah." Ziqry berucap untuk menghilangkan senyap di antara keduanya.
Mendengar Ziqry berbicara, Ava pun mengalihkan pandangannya pada pria itu sejenak. "Terima kasih, ya. Kamu sudah mau menolong Ali."
Dengan senyuman tipis Ziqry menjawab. "It's ok. Kalau saya tidak lagi ada urusan, saya juga yang akan membawa dia pulang." Keduanya tampak melempar senyum.
"Ya sudah. Saya pergi dulu. Ada urusan yang benar-benar tidak bisa saya tinggal." Illy mengangguk dan tersenyum. "Saya titip Ali. Memang menyusahkan anak ini." Ava tersenyum tipis mendengar cemoohan Ziqry yang ditujukan pada Ali. Setelah mendapat anggukan dari Illy, Ziqry pun meninggalkan mereka berdua.
Dengan segera, Illy memasangkan sabuk pengaman pada tubuh Ali, lalu membawa mobil Ali menuju ke apartemennya. Waktu yang memang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam membuat jalanan tampak sepi. Membuat Illy tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di apartemennya Ali.
Sesaat setelah memarkirkan mobil, ia tampak kebingungan. Bagaimana caranya ia membawa Ali ke apartemennya?
Illy mengembuskan napas lega saat ia melihat satpam yang tengah berkeliling.
Tidak menunggu waktu, ia pun meminta bantuan satpam itu. "Pak satpam," panggilnya sekali yang langsung mendapat jawaban.
"Mbak Illy?" Illy tampak menautkan kedua alisnya saat mendengar satpam itu memanggil namanya. Dalam hati ia bertanya. Dari mana satpam ini mengetahui namanya?
Pertanyaan itu ia enyahkan saat mengingat kondisi Ali. "Pak, saya minta tolong. Tolong bantu saya membawa teman saya ke apartemennya." Si satpam pun mengangguk dan segera membantu Illy saat mengetahui seseorang yang pingsan adalah salah satu penghuni apartemen ini.
Illy tampak bersyukur akan hal itu. "Terima kasih, Pak." Setelah kepergian satpam yang sudah membantunya, Illy mulai merawat luka-luka Ali. Ia lepaskan sepatu yang masih Ali kenakan.
Melepaskan baju yang terkena darah dan menyisakan tubuh Ali yang polos. Hingga memperlihatkan bentuk gagah tubuh Ali yang sangat terawat.
Illy mulai membersihkan sisa-sisa darah yang mengering pada lebam di wajah Ali. Melihat luka yang begitu banyak, Illy menjadi meringis saat mengobati luka itu.
"Sshh." Desisan Illy dengar kala ujung kain yang ia gunakan untuk membersihkan luka Ali menyentuh sudut bibir Ali yang terluka.
Illy pikir, Ali akan bangun. Akan tetapi, ia masih setia dalam pingsannya. Setelah usai mengobati Ali, Illy menutup tubuh Ali dengan Selimut. Duduk di sampingnya sembari memandang lekat pada wajah Ali.
Salah satu tangan Illy terulur untuk membelai kening Ali. Entah kenapa, perasaan bersalah tiba-tiba menyeruak dalam hatinya. Belum lagi saat ia mengingat Ali yang mengacuhkannya siang tadi. "Maaf." Kata-kata itu tiba-tiba saja terlontar dari bibir Illy. Entahlah, maaf untuk hal apa yang Illy maksud. Yang jelas, Illy benar-benar merasa bersalah.
Illy merogoh tas tangannya untuk mengambil ponselnya. Mendial dua nomor untuk memberitahukan pada pemilik dua nomor itu jika ia akan menginap di sini untuk menjaga Ali. Meskipun suaminya berada di luar kota, ia pun harus meminta izin pada Rasya.
Saat sambungan itu terputus, Illy mendudukkan dirinya di bawah. Tepat di samping tubuh Ali yang tertidur. Entah dorongan dari mana, Illy mulai menggenggam tangan Ali. Mendekapnya erat, dan mulai turut terlelap di samping Ali.
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
47. Selamat pagi semua. Ada yang kangen aku tak?😁😁😁😁
Bagaimana kabar kalian di sana? Smeoga sehat selalu, ya.
😘😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro