🐰 37. Mabuk 🐰
37. Mabuk
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Bohong jika Ali tidak merindukan Illy. Bohong jika Ali benar-benar melupakan Illy. Keputusannya untuk menjauhi Illy adalah sesuatu yang tidak mungkin ia lakukan. Nyatanya, Rasa cintanya yang teramat besar membuatnya tidak mampu melupakan Illy begitu saja.
Ok. Dia memang memutuskan untuk menyerah dalam memperjuangkan cintanya terhadap Illy. Tapi tidak untuk menjauhinya. Ia benar-benar tidak sanggup akan hal itu.
Alhasil, Ali memutuskan untuk Memandang wajah cantik wanita yang ia cintai dari jauh. Mengikuti wanita itu jika ia memiliki waktu luang. Atau, membayar seseorang untuk selalu mengikuti Illy dan memintanya untuk senantiasa memberikan informasi apa pun mengenai Illy saat ia mempunyai urusan lain.
Dan Siang tadi adalah puncaknya. Di mana ia mengikuti Illy sendiri tanpa orang bayarannya. Ali melajukan mobil pada salah satu rumah sakit kala orang suruhannya memberi tahu jika saat itu Ali tengah menjenguk salah satu temannya yang baru saja melahirkan.
Akan tetapi, Ali merasa bingung kala melihat Ava yang pulang dengan berjalan kaki seusai menjenguk Resti. Kening Ali terlipat kala melihat perempuan itu berbelok ke arah jalan yang tidak sesuai dengan tujuannya.
Entah itu toko atau pun rumahnya. Apakah ia akan mengunjungi suatu tempat?
Masih ada pertanyaan dalam benaknya, Ali tetap mengikuti langkah Illy. Memberi jarak agar perempuan cantik itu tidak mengetahui keberadaannya. Hingga sesuatu terjadi. Ali melihat seorang laki-laki menarik tas yang dibawa Illu.
Ali semakin geram kala melihat Illy yang mempertahankan tasnya. Bodoh. Rutuk Ali akan hal itu. Saat Illy mulai berteriak, mau tidak mau Ali keluar dari mobil dan menolong Illy.
Terjadilah pertemuan itu setelah hampir satu bulan ia hanya menjadi penguntit untuk Illy.
Dan efeknya, membuat Ali semakin merutuki kelakuannya. Pertemuan singkat itu, membuat Ali semakin tidak bisa melupakan Illy. Apalagi saat ia mengingat wajah sedih Illy kala ia mengabaikannya. Begitu terlukanya Ali akan hal itu.
Di sinilah Ali saat ini. Duduk di depan sebuah meja panjang dengan gelas di tangannya. Kepala tegaknya tak lagi terangkat. Hanya mampu bertumpu pada telapak tangannya.
"Tambah lagi." Suara seraknya keluar. Seseorang di depannya pun kembali menuangkan sebuah cairan dalam gelasnya. Tanpa ba-bi-bu, ia langsung menenggaknya hingga tandas.
"Lagi," ucapnya kembali. Namun, kepala yang sebelumnya tertelungkup kini nampak ia paksa untuk mengangkatnya kala dirinya tidak merasakan gelasnya terisi. "Apa kau tidak dengar? Aku bilang tambah."
"Tapi, Tuan, Anda sudah terlalu banyak minum. Sudah tujuh botol Anda habiskan." Mabuk? Ali mabuk? Tidak biasanya seorang Ali akan kalah dengan alkohol.
Suara gebrakan itu terjadi kala Ali membenturkan telapak tangannya pada meja sebuah bar. Membuat si bar tender berjangkit karena terkejut. "Apa kau takut aku tidak bisa membayarnya? Ha?" teriak Ali dalam keadaan mabuk.
"Asal kau tahu, aku bisa membeli tempat ini."
Tangan Ali terulur untuk mencengkeram kerah si bar tender. Menarik kasar hingga mendekat ke arahnya. "Bahkan aku bisa saja membeli dirimu kalau aku mau." Apa yang dilakukan Ali memancing perhatian beberapa pengunjung diskotek malam itu.
Melihat ada keributan, penjaga dari klub malam itu pun mulai berdatangan. Menatap sosok Ali yang membuat ulah dengan salah satu bar tender. Beberapa orang dengan tubuh kekar itu pun mulai menarik Ali yang terlihat mencari masalah.
Ali memberontak. "Lepaskan aku. Apa kalian tidak mengenalku?" racau Ali Kala tubuhnya ditarik oleh beberapa bodyguard klub itu. Teriakan Ali tidaklah menampilkan sosok Ali yang sebenarnya. Betapa terlihat hancurnya dia.
Ali yang terus memberontak dalam cekalan para bodyguard membuat ia terpaksa harus mendapatkan pukulan yang bertubi-tubi dari pada bodyguard itu.
Tubuh Ali yang lemah akibat alkohol tidak dapat membantunya untuk melawan. Hingga ia hanya bisa menerima setiap pukulan yang di layangkan padanya. Ali dapat merasakan tubuhnya remuk kala ia mendapat pukulan di sekujur tubuhnya. Bahkan wajahnya pun tidak luput dari pukulan itu.
"Stop. Stop. Stop!" Teriakan seseorang mampu menghentikan para bodyguard itu dalam memukul Ali. Ziqry, adalah seseorang yang berteriak itu. Pria dengan kaus biru tua itu menatap nanar tubuh Ali yang sudah terkulai lemas di bawah. Meringis kala melihat lebam-lebam yang menutupi wajah tampan sahabatnya.
"Sorry-sorry. Dia temen gue. Dia lagi kacau. Makanya bisa bikin ribut. Sorry," ucap Ziqry menjelaskan pada para bodyguard itu yang tampak masih kesal terhadap Ali.
Salah satu menatap dirinya garang, tangannya menunjuk keberadaan Ali yang tergeletak di bawah. "Bilang sama dia. Kalau dia membuat kekacauan lagi di sini, dia bakal tidak diizinkan lagi datang ke sini."
Ucapannya begitu tegas, mata melotot dan perawakan yang besar membuat Ziqry menatap orang itu dengan perasaan ngeri. Menyeramkan.
"Oke. Oke." Ziqry mulai membopong tubuh lemah Ali. Memapahnya untuk keluar dari tempat itu. "Haduh., kau ini merepotkanku saja. Apa coba yang kau lakukan ini? Hanya gara-gara seorang perempuan yang sudah bersuami kau hancur seperti ini. Cari saja perempuan lain, banyak yang rela mengangkang di bawahmu. Kau tidak lupa ingatan siapa dirimu, kan?"
Ziqry merutuki dirinya yang seperti orang gila. Untuk apa ia berbicara panjang lebar sedangkan yang diajak bicara saja tidak sadarkan diri.
Ziqry terus menggerutu saat memapah Ali. Padahal ia pun sadar. Gerutuannya tidaklah mungkin dapat Ali dengar. Saat sampai di parkiran, Ziqry mendudukkan Ali pada kursi penumpang mobil pria yang tak sadarkan diri itu. Berdecak kala melihat penampilan tak karuan sahabatnya saat ini.
"Li, Ali. Coba lihat wajahmu saat ini. Hancur. Kalau Illy melihat, dia pasti bakal tambah tidak mau."
"Mana aku ada perlu lagi. Tidak ada waktu untuk mengantar Ali pulang. Harus hubungi siapa ini?" Ziqry tampak mulai berpikir. Saat satu nama terbesit dalam pikirannya, senyuman di bibirnya pun terbit. Dengan cepat ia merogoh saku celana dan baju Ali. Mencari ponsel milik pria itu.
Saat ponsel Ali sudah berada di genggamannya, ia pun mulai mendial nomor seseorang dari ponsel Ali.
"Hallo."
***
Dua gelas dalam satu nampan berisikan air sirup tengah Illy bawa ke ruang tamu. Menampakkan senyumnya kala melihat tamunya tengah duduk di kursi rumahnya.
"Minum dulu ." Satu gelas Illy berikan pada tamu itu. Diteguknya sedikit minuman itu, dan memandang Illy dengan perasaan tidak enak hati.
"Kamu beneran, Ly? Rasya bakalan ngizinin?" Terlihat wajah tidak meyakinkan yang ditunjukkan oleh orang itu.
Satu tangan Illy terangkat untuk menggenggam tangannya. "Kamu tenang aja. Aku bakalan ngomong sama Rasya, kok."
"Maaf ya sudah merepotkan kamu. Kalau tidak dalam keadaan seperti ini, aku juga tidak bakal seperti ini, Ly. Sudah empat kali aku pindah, dan dia selalu berhasil menemukan aku." Illy menatapnya iba.
"Jadi yang-"
"Ya. Aku hanya pura-pura." Illy menghela napas dalam. Ya. Saat Illy tahu masalah yang orang itu hadapi, Illy memutuskan untuk membantunya. Betapa baik bukan hati Illy?
"Aku pulang, Sayang." Suara seseorang yang baru datang terdengar. Illy beranjak dari duduknya karena ia tahu siapa yang datang. "Malam, Sayang." Rasya memeluk Illy sekilas dan mencium keningnya. Sungguh. Siapa pun yang melihat itu akan merasa iri melihat keromantisan pasangan suami istri ini.
Illy menampakkan senyum termanisnya. "Ada tamu rupanya?" tanya Rasya ketika ia melihat orang lain ada di rumahnya.
"Iya. Mas, aku mau ngomong sama kamu."
"Ngomongnya sambil beberes, ya. Aku harus keluar kota malam ini juga." Rasya memotong saat Illy ingin mengutarakan sesuatu.
Bola mata Illy membulat sempurna. "Kok dadakan, sih?"
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
45
Selamat dini hari. Aku up cepet, kan? Pada senang, kan?😁😁
Happy reading
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro