Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2 Sebuah Undangan

"Lu nyariin apa sih Nan? Jangan bikin gue penasaran deh," ucap Aya mengerutkan dahinya, pandangannya tak luput dari tingkah aneh Kinan.

Kinan tetap diam dan sibuk menggeledah tasnya. Ia mengeluarkan isi tasnya di meja yang membuat Aya semakin penasaran dengan apa yang Kinan cari. Kinan bertambah frustasi kala ia tak kunjung menemukan benda yang ia cari.

"Fyuhh … Dimana lagi ini undangannya," keluh Kinan kesal.

"Jadi lu ubek-ubek seisi tas hanya cari undangan? Emang undangan apaan sih?" tanya Aya penasaran.

Kinan mengangguk lemah lalu menghembuskan nafas lega kala melihat undangan kecil yang terselip diantara buku kuliahnya.

"Nih! Ketemu. Lu baca aja sendiri," ucap Kinan menyodorkan sebuah undangan berwarna navy.

Aya membuka undangan tersebut lalu terkekeh.

"Astaga! Jadi lu nyuekin gue dan asik ngorek ngorek isi tas hanya untuk undangan ini, Nan?" cibir Aya.

"Gue barusan uda ditelpon sama orangnya langsung kali," ujar Aya sembari menunjukkan ponselnya.

Kinan membelalakkan matanya dan mendengus kesal. Ia merasa dikerjai oleh sahabat suaminya itu. "WHAT! Adrian emang bener-bener ya,"  umpat Kinan kesal.

"Lalu apa gunanya dia nitip undangan ke gue. Kurang ajar tuh anak. Awas aja kalau ketemu bakalan aku maki dia!" omel Kinan tidak terima.

"By the way, lu datang kan, Nan?" tanya Aya memastikan.

Kinan menggeleng lemah. "Gue nggak bisa datang Ay, banyak tugas dari kampus. Lu kan tau sendiri otak gue cetek gak kayak otak lu yang encer. Gue kirim kado aja deh nanti, lagian kamu tau sendiri gimana model mertua gue," terang Kinan.

Aya menghembuskan nafas kasar, tentu saja ia tidak lupa bagaimana sifat mertua sang sahabat yang super protektif dan menjunjung tinggi nama baik itu. Maklum saja, mertua Kinan adalah orang tersohor di republik ini.

"Yah! Gue sendirian dong berarti. Gue sebenernya juga malas sih, Nan. Apalagi gue tahu Adrian pasti nanti ngeledekin gue kalau gue datang sendirian," tutur Aya mencebikkan bibirnya.

"Tapi kalau gue gak datang juga gak enak. You know me lah, Nan. Kami teman sejak kecil, jahat banget gak sih kalau gue sampai gak datang karena malas. Iya kan?" ucap Aya sembari terkekeh.

"Haha … Datang aja kali, Ay. Itung-itung sambil cuci mata, syukur-syukur kalau ketemu jodoh di sana karena gue yakin salah satu dari teman Adrian pasti ada yang sesuai dengan kriteria lu, Ay."

"Hahaha ngaco lu, Nan. Mana ada yang mau sama gue?" ucap Aya merendah.

"Eh lu gak siap-siap? Cari gaun gitu buat besok?" tanya Kinan memberi saran.

Aya mengedikkan bahunya. Ia membuang nafas kasar, wajah terlihat tak bersemangat. "Entah lah, Nan. Gue bingung," keluh Aya.

Kinan mencebikkan bibirnya, ia gemas melihat ekspresi sahabatnya. Ia pun teringat akan suatu hal. "Gak usah bingung ayo ikut gue," ajak Kinan.

Kinan menarik lengan Aya keluar Cafe menuju tempat parkir. Ia mengulurkan tangannya ke arah Aya. "Siniin kuncinya, biar gue yang nyetir," pinta Kinan.

Aya tersenyum jumawa, ia melemparkan kuncinya kepada Kinan yang dengan sigap langsung ditangkap oleh Kinan. Kini Kinan mengemudikan mobilnya meninggalkan pelataran cafe menuju ke sebuah butik ternama milik tantenya. Ia menggiring Aya masuk ke dalam butik dan meminta Aya memilih gaun yang cocok untuk dipakai pergi ke pesta ulang tahun Adrian.

"Nan ngapain ke sini? Kita pulang aja yuk?" ajak Aya ketika memasuki sebuah butik.

"Enak aja balik, baru juga sampek sudah ngajak balik," cibir Kinan yang kekeh menarik lengan Aya masuk ke dalam butik.

Seorang karyawan butik menyapa dengan ramah kedatangan Aya dan Kinan. Karyawan itu meminta Kinan langsung masuk ke dalam. Tentu saja Aya tidak heran, keluarga suami Kinan adalah konglomerat, bukan tidak mungkin jika semua orang bersifat baik dan hormat kepadanya.

"Selamat sore, Mbak Kinan," sapa seorang karyawan ramah menyambut kedatangan Kinan.

"Sore, Mbak. Saya mau cari baju untuk teman." Kinan berbicara kepada salah seorang karyawan dengan ramah.

Perlu Aya acungi jempol, meski Kinan adalah menantu dari seorang konglomerat tetapi sifatnya sangat baik dan santun kepada siapa saja.

"Iya, Mbak Kinan sudah ditunggu Ibu di ruangannya saat ini."

"Oke, Mbak. Terima kasih," jawab Kinan sembari menarik lengan Aya masuk ke dalam.

Aya hanya berjalan membuntut di belakang Kinan, Aya berbisik kepada Kinan kenapa mereka tidak langsung memilih baju saja jika ingin membeli.

"Nan kenapa kita gak langsung pilih baju aja sih kalau mau beli," tanya Aya heran.

"Udah ikut aja sih," ucap Kinan sembari terus berjalan menuju ke sebuah ruangan.

Tok tok tok

Kinan mengetuk sebuah pintu ruangan yang langsung disahut oleh sebuah seruan yang mengijinkan dirinya masuk ke dalam.

"Masuk!" seru seseorang dari dalam ruangan.

Seorang wanita paruh baya bergaya modis menyapa dan tersenyum ramah menyambut kedatangan Kinan.

"Hai, Sayang. Ayo masuk. Sini-sini duduk," tutur wanita tersebut ramah.

Kinan mengajak Aya duduk di sofa panjang yang berada di sudut ruangan. "Nan, dia siapa?" bisik Aya yang penasaran dengan kedekatan keduanya.

"Tante gue, istrinya om Bima," bisik Kinan menjawab pertanyaan Aya.

"Oh … Kenapa lu engga ngomong dari tadi sih," bisik Aya lagi.

Tak lama setelahnya Mira menghampiri sang keponakan dengan menenteng sebuah gaun berwarna merah menyala. Mira lantas duduk di sisi sofa yang kosong.

"Ah ya ini gaun yang kamu pesan, warna dan model serta ukuran sesuai yang kamu minta tadi pagi ya," ucap Mira sembari menyodorkan sebuah gaun.

"Tante, ini bagus banget. Terima kasih ya, Tan." ucap Kinan tulus.

"As  you wish, Sayang," sahut Mira sembari memeluk sang keponakan.

"Ah ya Kinan sampai lupa, kenalin ini temen Kinan namanya Attaya, Tante bisa panggil Aya saja," ucap Kinan memperkenalkan Aya.

Mira tersenyum lembut, ia mengulurkan tangan kanannya kepada Aya. "Oh hai, Aya. Saya Mira, Tantenya Kinan." Sama seperti Kinan dan ibunya, wanita di depan Aya ini terlihat begitu ramah. Ia bisa menilai jika sifat mereka tidak jauh berbeda.

"Aya, Tan." Aya menjabat tangan Mira dan membalas senyuman Mira.

***

Keesokan harinya Kinan meminta Aya untuk segera bangun dan bersiap lantas mengajak sang sahabat pergi ke salon untuk mempercantik diri.

Brak brak brak

Suara gedoran pintu membuat Aya terpaksa harus bangun dan membuka pintu, dengan muka khas bangun tidur Aya berjalan malas ke arah pintu.

Ceklek

Suara pintu terbuka menampilkan sosok Kinan yang nampak sudah rapi sedang berkacak pinggang dan menajamkan pandangan kearah Aya.

"Lu apa-apaan sih, Nan? Ini tuh hari sabtu kuliah libur dan gue juga izin libur kerja jadi pliss deh jangan ganggu gue!" sungut Aya kesal.

"Nggak ada malas-malasan ya? Nanti sore lu itu harus pergi untuk menghadiri pesta ulang tahun Adrian. So sekarang lu harus siap-siap" tutur Kinan tak terbantahkan.

"Buruan mandi ganti baju dan ikut gue!" Kinan mendorong tubuh Aya masuk ke dalam kamar mandi lalu memercikkan air ke arah Aya yang membuat kesal. Mau tak mau Aya pun mandi dan menuruti kemauan sang sahabat karena ia tahu Kinan adalah pemaksa handal yang memiliki banyak cara untuk membuat Aya menuruti kemauannya.

"Woy! Stop! Stop! Stop!" pekik Aya menghentikan aksi Kinan yang terus saja memercikkan air ke arahnya.

"Gue mandi! Gue mandi, sana keluar!" seru Aya kesal yang membuat Kinan mengembangkan sebuah senyuman.

"Oke baiklah, gue keluar. Buruan mandinya atau gue dobrak pintu kamar mandinya," ancam Kinan sembari melangkahkan kaki keluar kamar.

Kinan duduk di sofa ruang tamu sembari membaca majalah fashion menunggu Aya selesai bersiap. Tak lama setelahnya Aya keluar dari kamar dengan pakaian rapi dan sling bag yang terselempang di pundaknya.

"Ayo! Gue suda siap. Buruan!" ajak Aya dengan sedikit kesal.

"Sabar dong, Buk. Santai napa!" sahut Kinan dengan santai.

Kinan bangkit dari tempat duduknya, ia meraih handbagnya lalu melangkah mendekat Aya. "Ayok!" ajak Kinan seraya berjalan mendahului Aya.

Seharian ini Aya berada di salon ia melakukan berbagai perawatan bersama Kinan. Meski ia merasa jenuh namun ia tetap menuruti keinginan Kinan. Selepas itu, ia kembali ke apartemen untuk bersiap ke pesta Adrian yang diadakan di sebuah kapal pesiar.

Aya mematut penampilannya sekali lagi di depan cermin. Ia memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri memastikan penampilannya sempurna.

"Sudah cantik kali, Ay," celetuk Kinan yang sedari tadi memperhatikan Aya. "Udah yuk gue antar, perjalanannya kan lumayan lama jadi lu harus segera berangkat," tutur Kinan.

"Iya, Nan. Sudah oke kan penampilan gue?" tanya Aya memastikan.

Kinan menganggukkan kepalanya lantas segera mengantar Aya. "Oke, sudah yuk gue antar," ucap Kinan berjalan mendahului Aya.

Sejujurnya Aya ingin bertanya kepada Kinan, mengapa Kinan malah mengantar dirinya dan tidak mengantar sang suami. Namun, Aya mengurungkan niatnya. Ia tidak tega melihat ekspresi wajah Kinan yang berubah menjadi murung jika ia bertanya perihal suami. Yap, sudah satu tahun lebih Kinan menikah, tetapi tak sekalipun Aya bertemu atau diperkenalkan dengan suami sahabatnya itu secara langsung, ia tahu wajah suami Kinan dari televisi. Bahkan ia tahu kabar pernikahan Kinan pun dari desas desus teman kampusnya. Kala itu ia ingat betul Kinan sempat menghilang beberapa hari tanpa kabar dan kembali dengan status barunya sebagai seorang istri, yang disebut-sebut khalayak umum sebagai istri pajangan putra konglomerat.

Miris memang, tetapi Aya tidak mau mencampuri terlalu jauh urusan pribadi Kinan jika bukan Kinan yang memulainya. Ia sangat menghargai privasi Kinan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro