Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Kesepakatan

Jovan sadar yang dia lakukan salah, tapi dia lebih baik menikahi Indy daripada harus menikah dengan pilihan orang tuanya, hanya demi perusahaan keluarganya akan mendapatkan untung lebih besar.

Selama ini mampu mencari pilihan sendiri, ia akan lakukan itu walau dengan cara konyol seperti dia lakukan kepada Indy.

Tentu tidak akan adil untuk Indy, tapi ia yakin ini akan menguntungkan Indy juga.

Sebelum berpikir menjadikan Indy istri Jovan mencari tahu kehidupan wanita itu yang ternyata cukup miris, sebab  Indy bekerja menjadi bartender sekaligus penyanyi di club malam.

Memang kebetulan  ia bertemu Indy di sebuah club malam. Ketika malam itu ia melihat Indy dipaksa minum wine, padahal Indy sudah menolak. Melihat Indy ia tak tega, dan berusaha menolongnya, tetapi sayang sekali Indy sudah terlanjur tak sadar diri hingga ia tak mengingat yang terjadi.

Kodratnya menikah bukan saja menyatukan dua orang berbeda, namun menikah juga harus menyatukan dua keluarga. Akan tetapi Jovan lega tidak terbebani hal itu sebab Indy tidak memiliki keluarga.

Jovan dan Indy telah melaksanakan pernikahan sesuai aturan tertentu sesuai aturan negara Malaysia. Menjadi istri Jovan bukan pilihan terbaik untuk Indy, masih terbekas puing luka di hati Indy. Dan sekarang dia harus kembali menjadi seorang istri.

"Selamat menjadi Mr. Jovan," kata Jovan sambil tersenyum mengejek Indy. Wanita itu menghembuskan napas malas.

"Terima kasih Mr. Jovan yang terhormat," balas Indy memberikan senyum palsu. "Sesuai kesepakatan setelah menikah aku akan memberikan syarat," ucap Indy yang terlihat cantik dengan gaun putihnya.

Jovan menarik  Indy hingga terduduk di pangkuan pria itu. Ia menghembus harum yang menghinggapi tubuh Indy. Ia terkekeh kecil merasa lucu dengan pernikahannya bersama Indy, apalagi dia hanya berniat menikah tanpa mencintai. Memang tidak adab kesepakatan untuk bercerai, tapi sungguh Indy bukan kriteria wanita idamannya.

"Silakan istriku sayang." Rasanya Indy ingin muntah mendengar kalimat Jovan lontarkan. Apalagi menatap muka Jovan yang mampu membuatnya seketika jijik. 

"Jangan bikin perutku mulas," ketus Indy berpindah duduk samping Jovan, terus menerus di pangkuan Jovan bisa membuat kepala Indy pening.

Lagi-lagi Jovan tersenyum geli, baru kali ini ada wanita jijik dengan dirinya. Untuk sekedar menatapnya Indy tak sudi. Sungguh menarik menjadi tantangan untuk Jovan.

"Oke. Mari kita lakukan kesepakatan."

"Pertama, kita gak boleh berhubungan layaknya suami istri."

"Nasib dedek gue gimana dong?" Jovan berkata sembari melirik batang junior miliknya.

"Bisa diam dulu gak kamu!" erang Indy memukuli sela paha berdekatan dengan aset terbesarnya. Jovan bisa bergairah jika Indy memancing dirinya.

"Boleh aku lanjut." Jovan mengangkat alisnya setuju, "kedua, jangan pernah ikut campur urusan pribadiku. Dan ini yang terakhir jika kamu melanggar semua syarat kedua aku, kamu harus bersedia kita cerai," tegas Indy dengan kesombongannya.

Jujur Indy tak ingin lagi kecewa, dia harus mempersiapkan dirinya jika nanti hubungan bersama Jovan tak akan berhasil seperti pernikahan pertamanya.

"Itu saja." Indy mengangguk. "Sekarang boleh aku yang memberikan syarat." Indy tak beraksi, ia justru mengambil selembar kertas dari kopernya yang masih tertata sedari mereka menginjak apartement Jovan.

"Tulis apapun syarat kamu disini!"
Ternyata Indy sudah mempersiapkan kertas hitam diatas putih, bahkan dengan materai.

Tentu jika suatu terjadi ia akan lebih mudah, Indy beranggapan pernikahannya sebagai kontrak.

Sungguh Indy tak percaya akan cinta dalam pernikahan. Kini kelar menjadi janda telah menghilang karena Jovan.

"Untuk apa ini?"

"Perjanjian!"

"Kamu nggak percaya sama aku?" Jovan sebenarnya tidak menyukai hal seperti ini, meski pernikahannya terlalu cepat. Dia rasa Indy wanita yang baik, dan pantas dia jadikan istri.

"Untuk berjaga-jaga."

Semua orang memiliki mimpi sendiri tentang pernikahan, termasuk Indy.

Lindiya Stevany Fatih tidak pernah mimpi pernikahannya dulu akan kandas karena tuduhan keji dari suaminya sendiri. Ia kehilangan keluarganya, rasa percaya diri yang pernah jauh dia dapatkan.

Indy selalu menutup lukanya dengan bekerja dan jauh dari orang banyak, tepatnya ia lebih senang menyendiri.

Dan tak tahu bagaimana caranya, ia bisa bertemu Jovan. Malah mengusik seluruh hidupnya. Buruknya Jovan berhasil membuatnya terjebak dengan pernikahan seperti sekarang.

"Mrs. Jovan, bukankah ini sangat berlebihan," komentar Jovan terlihat tak setuju, prihal kecil ini ditanggapi berlebihanberlebihan sampai harus membuat perjanjian hitam diatas putih.

"Kamu gak suka dengan yang aku lakukan, kalau begitu untuk apa pernikahan ini. Besok kita bisa urus perceraian kita." Indy bangkit dari duduknya, ia tak mau terperangkap terlalu jauh. Kemudian Indy bersiap menyeret kopernya, hendak pergi dari apartement milik Jovan.

Jovan tak menyangka Indy berani mengancam dengan persoalan perceraian. Setahunya kebanyakan wanita takut akan perceraian, tapi nyatanya Indy tidak seperti yang dia pikirkan, soal pernikahan dianggap enteng oleh Indy.

"Wait.. Wait!!" Jovan berburu menahan Indy. "Ternyata kamu baperan juga ya." Lanjut laki-laki itu menghalangi jalan Indy.

"No! Bukan seperti yang kamu kira. Aku cuma gak mau, menyiakan hidup aku untuk laki-laki yang gak bisa tepat janji. Lagian ini cuma selembar kertas," papar Indy yang meledak sambil menunjukkan kertas perjanjian yang dirinya buat.

"Tolong jangan pergi, kamu istriku sekarang, tanggung jawabku. Jadi tolong kamu tetap disini, aku akan tanda tangan perjanjian ini." Jovan merampas kertas yang Indy pegang. Lalu segera menandatangani perjanjiannya membuat Indy tersenyum puas.

Tidak lagi ia ingin mendapatkan tindas dari suaminya, apalagi keluarga mantan suaminya sangat tidak menyukai Indy, itu semua dikarenakan Indy tidak bisa hamil selama menikah. Ia berharap jika keluarga Jovan tidak seperti keluarga mantan suaminya.

"Ini yang kamu mau kan, aku udah turuti. Puas kamu!" Jovan kembali duduk dengan angkuh, ia masih heran dengan sudut pandangan Indy, tidak banyak perempuan seperti Indy.

"Heh, dasar laki-laki aneh! Kamu pikir urusan kita selesai dengan duduk santai di situ." Indy berkata tanpa mengeluarkan urat emosinya.

"Jadi masih ada lagi perjanjian nikahnya," komentar Jovan mendapat tatapan malas dari Indy.

"Aku cuma mau mastikan, kamu gak akan macam-macam karena pada akhirnya kita akan bercerai," gumam Indy percaya diri.

Jovan tahu banyak tentang istrinya, tanpa wanita berambut panjang itu menceritakannya. Bahkan dia tidak kaget mengetahui dari orang-orang yang berkomentar Indy yang janda.

"Yakin? Gimana kalau ternyata kita saling jatuh cinta?" Indy tertawa gelak.

Anehnya Jovan tetap tenang melihat Indy seolah meremehkan perkataannya. Lagi pula Jovan tidak menikah untuk bercerai. Meski nyatanya dia menikah dengan tujuan untuk membawa Indy dihadapan semua keluarganya. Dan jelas sekalipun tidak terlintas membayangkan pernikahan yang baru beberapa jam akan kandas.

"Ngomong apa kamu? Cinta? Cinta bukan satu-satunya mempertahankan pernikahan," cecar Indy sinis. Wanita itu seperti menyimpan luka yang pernah tergores, dan tak bisa lagi dia obati dengan cara apapun.

"Kamu pernah patah hati, atau.."

"Jangan berasumsi sembarangan. Ingat perjanjian kita, jangan pernah mengusik urusan pribadiku."

"Kalau begitu kita bertaruh. Jika dalam setahun kita tidak bercerai, bahkan salah satu antara kita jatuh cinta. Kamu harus batali semua perjanjian ini," tantang Jovan berdiri mengulurkan tangannya. "Bagaimana deal?" Indy tampak ragu tapi jika dia menolak Jovan pasti berpikir ia takut. Indy pun pasrah membalas jabatan tangan Jovan tanda setuju. Indy yakin dia tidak akan mungkin kembali jatuh cinta setelah pernah mendapat rasa sakit begitu luar biasa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro