Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Empat Belas


Januari 2021


Ini bukanlah kali pertama Nando bertandang ke rumah sederhana yang didominasi warna broken white. Namun saat tengah duduk sendiri di ruang tamu seperti ini, membuat jantung Nando jumpalitan.

Senyum di bibir Nando sedikit tergaris di wajah tatkala wanita yang beberapa bulan ini menjadi kekasihnya muncul dari balik dinding pemisah ruangan. Nampan berisikan dua gelas sirop dan setoples camilan dibawa oleh sang kekasih. Nando dengan sigap membantunya meletakkan di atas meja.

"Lama nggak nunggunya?" tanya sang kekasih, sedikit tidak enak.

"Nggak pa-pa kok," balas Nando, mencoba menenangkan.

"Ah iya, diminum dulu minumannya."

Nando mengangguk, lantas membasahi kerongkongannya dengan minuman yang telah disediakan. Namun dinginnya minuman yang masuk melalui mulutnya, tidak lantas membuat jantung yang berdegup kencang itu makin membaik.

Tanpa sadar Nando menghabiskan hampir setengah gelas. Efek dari kegugupan yang tengah melandanya. Diliriknya sang kekasih yang terlihat tenang meneguk minuman,

"Kenapa ngelihatin gitu?" tanya sang kekasih.

Nando tersenyum kikuk. Tidak menyangka bahwa ia tertangkap basah tengah melirik sang kekasih.

"Kalau Abang masih ragu, mending nanti aja ngomong sama Bude Rina. Bude pasti ngerti kok. Dia juga tahu kalau hubungan kit aini serius," ucap sang kekasih, mencoba menenangkan Nando yang makin gelisah.

Nando menggeleng. "Nggak Ya. Meskipun Bude tahu kalau kita serius, Bude Rina nggak akan anggap hubungan ini serius kalau aku sendiri nggak ngomong langsung. Aku harus ngomong ke Bude kalau aku emang serius sama kamu."

Yaya—kekasih Nando—menghela napas pendek. Tahu maksud kedatangan Nando ke kediaman Rina yang menjadi tempat tinggalnya, Yaya ikutan nervous. Padahal tanpa perlu Nando katakan, Yaya sudah memberitahu budenya bahwa ia tengah menjalin hubungan yang serius dengan lelaki itu.

"Ya udah kalau gitu," kata Yaya, "tunggu bentar lagi aja. Palingan Bude sama Pakde beberapa menit lagi sampe di rumah."

Mengiakan ucapan Yaya, Nando mengangguk. Meski dilanda kegugupan, Nando memaksakan seulas senyum. Melihat hal tersebut, Yaya ikut tersenyum agar Nando bisa lebih rileks.

Seperti yang dikatakan Yaya, lima belas menit kemudian Rina dan Heru suaminya sampai di rumah. Kedatangan Nando ke rumahnya tentu disambut dengan baik. Terlebih memang Yaya sudah mengatakan bahwa Nando akan berkunjung ke sana hari ini.

"Pakde sama Bude ganti baju dulu, ya." Heru berkata sembari menepuk punggung Nando.

"Iya, Pakde." Nando mengangguk.

Sepasang suami-istri itu pun masuk ke dalam untuk berganti pakaian. Tidak menunggu lama, Heru dan Rina kini telah bergabung dengan Nando dan Yaya di ruang tamu. Rina bahkan membelikan camilan untuk kudapan mereka.

Meski sedikit sulit, ditambah dengan rasa gugup yang menyelimutinya sedari tadi, Nando akhirnya bisa mengutarakan maksud kedatangannya pada Heru dan Rina. Sebagai anak tertua di keluarga ibunda Yaya, Rina memiliki amanah dan tanggung jawab untuk menjadi wali Yaya.

Sama halnya seperti Yaya, ayah Yaya yang merupakan anak tunggal membuatnya lebih bergantung pada keluarga sang ibunda. Karena itulah, Rina yang dituakan mengambil alih semua hal untuk kebaikan hidup Yaya.

Kedatangan Nando bukanlah sebuah lelucon. Kali ini kedatangannya ingin mengutarakan niat meminang Yaya. Menjadikan wanita itu sebagai pendamping hidupnya hingga menua bersama.

Heru dan Rina tidak terkejut lagi. Bahkan sebelum Yaya ceritakan, keduanya dapat melihat jelas keseriusan di wajah Nando saat pertama kali mereka bertemu. Hal yang Heru dan Rina tunggu-tunggu, karena Yaya akhirnya memperkenalkan Nando sebagai kekasihnya.

"Jadi, kalau boleh tahu, apa hal penting yang mau Nando bicarakan dengan Pakde dan Bude?" tanya Heru, membuka percakapan di antara mereka.

Kegugupan Nando terlihat jelas. Karenanya, Yaya yang duduk di samping Rina mengangguk pelan saat netra mereka berdua beradu. Menyemangati Nando di seberangnya agar mengutararakan niat baiknya di hadapan Heru dan Rina.

"Begini Pakde ... saya langsung saja. Saya ingin meminang Yaya. Menjadikan Yaya istri yang mendampingi hidup saya hingga akhir hayat. Mungkin Pakde dan Bude sudah mengetahuinya dari Yaya. Namun hari ini izinkan saya meminta restu Pakde dan Bude secara resmi agar bisa menjadi pendamping hidup Yaya."

Degupan jantung Yaya meliar. Wanita itu tidak menyangka kalimat yang Nando keluarkan dari bibirnya membuatnya Bahagia dan terkesima dalam waktu bersamaan. Yaya sama sekali tidak menyangka, kalimat Nando yang mengalir tanpa hambatan itu mampu meluluhlantakkannya.

Tanpa sadar, pelupuk mata Yaya memanas. Tidak bisa ia hindari lagi saat kedua sudut matanya meneteskan air mata bahagia. Yaya sama sekali tidak menyangka, akan sebahagia ini saat Nando meminta restu pada Heru dan Rina selaku walinya untuk bisa menjadi lelaki yang mendampinginya hingga akhir hayat.

Luapan bahagia di dada Yaya semakin menjadi tatkala Heru memberikan restunya tanpa ragu untuk kebahagiaan Nando dan Yaya. Penuh kebahagiaan, Yaya langsung memeluk Rina dan mengucapkan terima kasih pada pakde dan bude yang sudah merawatnya hingga sekarang.

"Terima kasih, Pakde dan Bude," ucap Nando tulus. Terlihat sekali di wajahnya bahwa lelaki itu telah lega mendapatkan restu dari Heru dan Rina.

"Pakde dan Bude memang memberikan kalian berdua restu. Namun jangan sampai restu yang kami berikan kalian salah gunakan hingga terjadi kemaksiatan," ultimatum Heru tegas.

"Tentu, Pakde. Saya tidak akan melakukan hal-hal di luar norma dan adat yang berlaku sebelum saya mengucapkan akad," janji Nando.

"Pakde pegang ucapan kamu."

"Baik, Pakde."

"Setelah ini, bawa keluargamu ke mari. Pakde dan Bude perlu bertemu dengan kedua orang tuamu," kata Heru lagi.

"Baik, Pakde. Saya pasti akan membawa kedua orang tua saya ke mari. Terima kasih sekali lagi telah merestui hubungan saya dan Yaya."

"Ya sudah kalau begitu. Lanjutkan lagi mengobrolnya. Pakde tinggal dulu ke dalam."

Setelah mengatakannya, Heru masuk ke dalam, disusul Rina tak lama kemudian. Selepas kepergian Heru dan Rina, Nando dan Yaya tidak melepaskan senyum di wajah mereka. Nando mengembuskan nafas lega karena Heru dan Rina telah memberikannya restu untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan Yaya.

"Abang," panggil Yaya, "gimana? How do you feel?"

Nando tersenyum. "Lega." Satu kata itu cukup menggambarkan apa yang mereka rasakan.

"Jadi, kapan Mama sama Papa bakal ke sini? Nemuin Pakde dan Bude?" tanya Yaya.

"Kayaknya sebelum puasa, Ya. Nyocokin jadwal kerja Papa sama Abang juga," jawab Nando.

Yaya manggut-manggut mendengar jawaban Nando.

"Tapi, Ya ...," ucap Nando, sedikit ragu, "kamu nggak pa-pa kalau nikahnya nggak tahun ini?"

Yaya terdiam, cukup lama. Namun akhirnya ia mengangguk.

"Aku nggak masalah kok, Bang. Mau tahun ini atau tahun depan, asal nikahnya sama Abang, aku nggak masalah," tutur Yaya mantap.

Nando tersenyum. Namun satu sisi hatinya merasa bersalah karena harus membuat Yaya menunggu. Seharusnya Nando tidak mengulur waktu pernikahan mereka setelah meminta restu pada Heru dan Rina. Namun jika di tahun ini, Nando merasa belum sepenuhnya siap membina rumah tangga yang baru.

Bukan ia belum siap atau masih ragu menjadikan Yaya sebagai istrinya. Hanya saja, Nando tidak mau kesalahan di masa lalu akan terulang di masa kini. Nando tidak mau lagi menjalani mahligai rumah tangga hanya seumur jagung. Ia benar-benar ingin menikah hingga akhir hayat dengan Yaya sebagai pendamping hidupnya.

Karena itulah, Nando membutuhkan persiapan yang matang sebelum memimpin sebuah keluarga lagi. Nando tidak mau Yaya akan berakhir seperti Rana yang meminta untuk bercerai dan ia sama sekali tidak bisa menahan Rana untuk tetap di sisinya.

Mencintai Yaya saja sudah cukup sulit untuk Nando lakukan, apalagi untuk kembali membina keluarga. Namun tidak ada keraguan di hati Nando saat memantapkan pilihannya pada Yaya. Ia hanya butuh sedikit waktu untuk benar-benar siap menjadi pemimpin keluarga yang tidak melakukan kesalahan seperti di masa lalu.

Ia akan menjaga Yaya di sisinya sekuat tenaga. Nando tidak akan membiarkan Yaya merasa terasingkan atau dinomor duakan hingga membuatnya harus merasakan kehilangan lagi. Nando memantapkan hatinya agar kejadian yang sama tidak terulang di pernikahannya yang kedua ini.

"Terima kasih, Yaya," ucap Nando sungguh-sungguh.


***


Desember 2019


Dhea menatap Aji dalam diam. Sadar tengah diperhatikan sang istri, Aji pun menoleh setelah melipat koran yang tengah ia baca.

"Kenapa, Ma?" tanya Aji.

"Kita kapan punya mantu lagi?"

Pertanyaan Dhea membuat Aji yang tengah menyesap kopi seketika tersedak. Buru-buru Aji meletakkan kembali cangkir kopinya ke atas meja dan menatap Dhea tidak percaya.

"Kok Mama tiba-tiba nanyain gitu?" tanya Aji, kaget.

"Habisnya, setiap minggu kita dapat undangan nikahan terus. Tapi sampai sekarang kita belum ngundang orang lagi. Nando juga baru aja pergi ke nikahan temennya. Terus dia kapan ngundang temennya di acara nikahan?" sewot Dhea bertubi-tubi.

"Itu kan urusan Nando, Ma. Kita sebagai orang tua juga nggak bisa nuntut ini-itu ke Nando. Lagian urusan pernikahan kan bukan hal yang sepele." Aji berusaha menenangkan Dhea yang tampak tidak terima.

"Sudah bertahun-tahun Nando menduda, Pa. nggak ada salahnya kalau dia nikah lagi. Dia juga sudah lulus kuliah dan punya pekerjaa. Apalagi yang dia tunggu? Nggak mungkin kan dia masih nungguin Rana? Dia aja nggak jelas di mana keberadaannya. Mama bukannya benci sama Rana, tapi harusnya dia tetap jalin silahturahmi dengan kita. Bukan ngilang nggak ada kabar gini," seloroh Dhea berapi-api.

Ucapan Dhea ada benarnya. Namun Aji masih berusaha bersikap netral. Lelaki itu memutar otaknya, merangkai kalimat yang dirasa tidak akan berat sebelah. Dhea memang istrinya, tetapi saat ini bukanlah pilihan bijak jika Aji berada di pihak Dhea untuk menjelek-jelekkan mantan menantunya yang memang tidak ada kabar sama sekali.

"Perceraian itu pasti berat juga buat Rana, Ma. Apalagi mereka masih muda untuk berpisah seperti itu. Kita mungkin memang berperan sebagai orang tua, tapi kita sama sekali tidak pernah tahu seperti apa perasaan anak-anak. Meski kita sudah melalui usia mereka, apa yang mereka lalui dan rasakan, tentu berbeda dengan apa yang pernah kita alami."

Dhea terdiam. Kata-kata Aji entah mengapa membuatnya diam tak berkutik. Aji benar. Meski mereka sudah menjadi orang tua, apa yang anak-anak mereka rasakan tentu tidaklah mereka ketahui dengan pasti.

Bahkan Nando tidak pernah sekalipun membahas Rana di hadapan mereka. Membuat Dhea sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya Nando pikirkan setelah perceraian yang ia alami. Dhea hanya bisa menerka, tanpa pernah berusaha untuk bertanya langsung pada Nando tentang bagaimana perasaannya selama ini.

"Mengenai pernikahan, biarkan Nando memutuskan sendiri, Ma. Kalapun teman-teman Nando satu per satu mulai menikah atau anak-anak teman Mama dan Papa menikah, biarkan saja. Papa tidak mau Nando merasa terbebani jika kita memaksanya menikah," ujar Aji.

Dhea terdiam, lalu mengangguk pelan. Melihat sang istri yang mulai memahami maksud perkataannya, Aji menambahkan, "Lagipula, Nando sudah lebih dulu menikah ketimbang teman-temannya. Meski akhirnya bercerai, pernikahan itu tetaplah sebuah pernikahan. Entah gagal atau tidak, Nando sudah pernah merasakan seperti apa pernikahan itu."

"Jadi maksud Papa, Mama nggak perlu risau karena Nando sebenarnya sudah mengalahkan teman-temannya karena telah menikah lebih dulu?" tanya Dhea.

Aji menghela napas panjang. "Bukan negitu maksud Papa, Ma. Lagipula pernikahan bukan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Pernikahan bukan sebuah perlombaan di mana yang menang adalah orang yang lebih dulu menikah. Bukan seperti itu konsepnya."

"Terus?"

"Maksud Papa, Mama nggak perlu khawatir. Entah kapan, Nando pasti akan menikah kalau sudah menemukan wanita yang ingin ia nikahi. Saat ini, biarkan dia sendiri dulu meniti kariernya. Dalam waktu dekat atau tidak, kalau sudah waktunya, pernikahan itu pasti akan terlaksana, Ma."

"Baiklah. Mama akan menunggu."



***


I'm back!!

Akhirnya bisa kembali menyapa para pembaca dengan bab baru Menikah Kembali.

Sepertinya aku nggak bisa menyelesaikan naskah sesuai dengan rencana awal yang sudah aku susun. Sudah berhari-hari naskah ini terbengkalai, sedangkan tenggat waktunya semakin menipis.

Ditambah lagi kesehatanku sedang menurun.


Para pembaca yang budiman, mohon doanya ya agar kesehatanku membaik dan bisa menyelesaikan naskah Menikah Kembali. Karena aku juga ingin mulai menulis dan melanjutkan cerita yang lain.


Xoxo


Winda Zizty

11 Agustus 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro