Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

03 - Februari 2023 - Free Themes! #romance

Judul: Sisa Ruang Menunggu Waktu

Penulis: MK.Laylha

Genre : Romance - Cerita Pendek (Sebagai syarat mengikuti February 2023 Event: Free Themes!)

Titimangsa: 12 Februari 2023, 19.33 WIB

💕💕💕

Sisa Ruang Menunggu Waktu

Halaman parkir sekolah yang sejak dulu dikenal sebagai SMANDASA, masih ramai dengan motor yang diparkir, kelas memang baru akan berakhir tiga jam lagi. Ruang Tata Usaha, Kantor Guru, juga Laboratorium IPA, dan Komputer sudah banyak berubah. Gedung pun sudah bertingkat tiga. Cat dinding warna krem dan cokelat tua telah berganti menjadi biru terang. Sangat berbeda jauh dibanding sepuluh tahun yang lalu.

Diansyah, Januar, dan Ariya sudah berjanji akan bertemu di sekolah ini satu jam yang lalu. Namun, sosok bernama Ariyanti Putri masih juga belum muncul.

Setelah tamat dari SMA Negeri bergengsi tersebut, tak membuat gadis yang baru saja menerbitkan sebuah buku solo itu bisa datang tanpa terlambat. Bukan sekali dua kali Ariya datang telat, kedua sahabatnya itu tahu betul kelakuan gadis tersebut.

"Duh, makan apa lagi, nih?" Dian berkata sambil melirik meja panjang yang berjejer di kantin. Ia tidak pernah mempermasalahkan kedatangan Ariya yang lagi-lagi terlambat. Akan tetapi, jajanan di area sekitar sekolah sudah hampir dicicipi semua. Pria tambun itu memang hobi makan. Saluran YouTube-nya saja berisi tentang makan dan makanan.

"Lo belum kenyang juga, Bro?" tanya Janu sambil mengeleng-geleng heran. Sebab laki-laki yang telah bekerja sebagai staf humas di sebuah instansi pemerintah itu, lebih memilih bermain game sambil menunggu.

"Belum, gue masih punya tembolok buat nyimpen lima bakwan dan satu mangkok bakso, nih. Eh, plus es campurnya Mang Dadang juga."

"Astaga, Bro, nungguin si Ariya bisa bikin lo kena diabetes. Kenapa lama banget, sih, dia?"

"Ish, jangan nyumpahin, dong. Gue soalnya nggak kayak lo yang bawa kamera sendiri buat bikin video. Kalo dipake main, bisa-bisa batere hape gue soak sebelum kita mulai ngonten."

"Ya, mending kita lakuin hal lain daripada makan terus. Gara-gara ini, gue harus nge-gym lagi supaya BB gue terjaga. Bisa naik satu kilo, kalo si Ariya belum dateng juga."

"Astaga! Baru juga sekilo. Apa kabar gue yang kelebihan 25 kilo?" sungut Dian kepada Janu.

Janu masih ingin membantah dengan pendapatnya, setelah lulus sekolah ia memang sangat memperhatikan kondisi tubuh. Pola makan Dian, membuat pria itu gemas ingin ceramah masalah pentingnya menjaga pola hidup sehat. Akan tetapi, gadis yang sejak tadi ditunggu akhirnya datang dengan senyum tanpa dosa.

"Tuh, tuh, anaknya!" Dian langsung menyambut gadis tersebut.

Bagi Dian dan Janu, Ariya itu sahabat sejati. Gadis mana coba yang mau berkawan dengan mereka selain gadis itu? Enggak ada? Dan ini serius.

Padahal kedua pria itu, adalah the real good boy. Di mana tipe pria seperti ini bakal dihindari para cewek di sekolah. Satunya gendut, sedang yang lain 'kutu buku'. Itu sebabnya, Ariya tak pernah dianggap sebagai wanita oleh kedua orang tersebut. Bagi Dian dan Janu, Ariya itu memiliki jiwa laki-laki yang terperangkap dalam tubuh perempuan.

Jadi, meski gadis itu tampak semakin cantik di usia 28 tahun, keduanya tetap tak bisa memandangnya sebagai seorang perempuan. Malah kalau ada pria yang mendekati Ariya, dianggap bukan pria normal oleh keduanya. Mereka memang sekejam itu.

Contohnya, saat Janu membonceng dengan motor bututnya dulu. Pas mogok di tengah jalan, dengan tega ia meminta gadis itu untuk mendorong motornya sampai pom bensin. Anehnya, Ariya tidak pernah menolak meski kejadian itu cukup sering terjadi.

Sekalinya Dian  pernah menjadikan Ariya sebagai pacar, itu pun hanya karena ingin membuat kekasihnya—si Vina—cemburu. Meski begitu, Ariya tetap mengiakan dan menjalani hubungan itu tanpa komentar. Walau setelah Dian baikan dengan Vina, Ariya dicuekin. Namun, gadis itu santai saja seperti tak pernah ada hubungan apa-apa di antara mereka. 

Ketiga orang ini memang punya hubungan teraneh sedunia, sedang SMANDASA adalah tempat mereka pertama kali bertemu, berkenalan, dan berjanji menjadi sahabat selamanya.

Alasan mereka bertemu di tempat penuh kenangan hari itu, karena tengah memulai program mandiri menjadi YouTuber. Siapa yang absen ngonten maka wajib traktir. Herannya, setelah satu tahun berlalu, tidak satu pun ada yang absen. Hmm, ini, sih, lebih karena mereka terlalu pelit untuk mentraktir satu sama lain.

Dua bulan yang lalu, ketiganya berjanji akan membuat konten bareng di sekolah. Pengurusan izin sudah didapat, tinggal eksekusi saja. Mereka pun sudah sepakat untuk membuat konten sesuai isi saluran masing-masing. Dian yang hobi makan, jelas memilih me-review kantin. Janu yang masih belum bisa move-on dari cinta pertama saat ikut PMR, memilih UKS dan mengulas ekstrakurikulernya. Sedang Ariya yang hobi menulis, memilih perpustakaan sekolah.

Setelah berbasa-basi dengan sang kepala sekolah, mereka pun langsung mempersiapkan diri. Dian langsung ngoceh di depan ponsel sambil mencicipi lagi semua jajanan kantin, eh, bisa-bisanya dia dapat kejadian epik, tarik-tarikan bakwan dengan seorang siswa. Hal tersebut membuat Ariya ingat, ia pernah makan lima bakwan, tetapi hanya membayar tiga.

Sedang Janu, ia langsung masuk ke UKS sekolah yang fasilitasnya sudah jauh lebih baik dibanding saat mereka bersekolah dulu. Lengkap dengan adanya perawat yang bertugas.

Setelah Ariya memicingkan mata, ia mendapati siapa perawat yang bikin Janu betah berlama-lama di sana. Sampai membiarkan ketua PMR jadi 'obat nyamuk' selama hampir setengah jam. Yup, Martha. Perempuan itu memilih mengabdikan diri menjadi perawat di sekolah. Ariya berharap, kisah cinta Janu bakal terajut setelah sekian lama tertunda.

Namun, beberapa waktu kemudian, pria itu keluar dari UKS dan melanjutkan kontennya dengan sang ketua PMR—yang masih manyun—dengan wajah tertekuk.

"Kenapa lo? Kontennya nggak asik, ya?" tegur Ariya sambil berjalan menuju perpustakaan, setelah ikutan makan di kantin bareng Dian sebelumnya.

"Enggak, kok."

"Terus, kenapa lo lemes pas keluar dari UKS?"

"Si Martha."

"Kenapa dengan dia? Kira gue lo bakal jadian."

"Ngarepnya gitu, tapi rupanya dia baru married tiga bulan lalu."

"Njir! Cinta pertama lo, selamanya jadi bertepuk sebelah tangan, dong!"

"Ish! Kayak lo sama Kak Ucup enggak gitu aja. Udah, ah. Gue mau lanjut wawancara sama anak PMR lain dan video-in demonstrasi mereka."

"Iya, deh. Sori-sori. Btw, kenapa lo jadi bawa-bawa nama Kak Ucup, sih? Doi udah jadi tentara sekarang. Mana inget gue lagi."

"Entah, tiba-tiba aja keinget kalo dulu lo suka banget sama dia."

Ariya hanya tersenyum tipis. Sejujurnya, seperti Janu yang selalu menyimpan cinta untuk Martha, gadis itu juga selalu menyimpan rindu untuk pria yang disebut tadi.

Itu sebabnya dari segala ruangan, perpustakaan adalah tempat pilihannya. Di mana Ariya dan Kak Ucup dulu pernah saling sapa, duduk berdua membaca buku, dan saling memperhatikan hanya lewat tatapan mata. Ah, cinta pertama memang tak bisa dilupakan.

Sayang, keduanya tak pernah bisa saling mengungkapkan rasa. Entah karena Ariya yang dulu tidak percaya diri karena penampilannya--yang lebih mirip cowok dengan rambut potongan cepak bondol--atau Kak Ucup yang memang tak pernah memandangnya sebagai perempuan. Mereka sama-sama menarik garis tegas, hubungan selama lima tahun tak lebih dari kakak-adik asuh.

Ariya memang tak ingin hubungan keduanya menjadi kandas sebab perkara selingkuh atau pacaran jarak jauh, ia ingin hubungan antara dirinya dan Kak Ucup abadi selamanya. Sebab, ia lebih membutuhkan Kak Ucup sebagai orang yang selalu mendampingi, menasihati, dan membantunya, tak peduli pria itu memosisikan diri sebagai Kakak atau Kakak Ketemu Gede.

Pastinya, kenangan mereka selama satu tahun bersekolah dan sisanya dijalin dalam kampus yang sama sangatlah indah. Ariya selalu mengingat, menyimpan segala rasa, dan menempatkan semua memori tentang pria itu dalam ruang terindah dalam relung kalbunya.

Setelah melamunkan laki-laki yang sudah tak pernah kelihatan batang hidungnya setelah jadi tentara. Ariya menuruni tangga tepat di depan pintu perpustakaan sekolah, ia menarik napas sejenak sebelum kembali memfokuskan diri pada apa yang menjadi tujuannya kembali ke sekolah hari itu.

"Oke! Sekarang fokus, Ariya." Gadis itu memejamkan mata dan menghitung mundur dari sepuluh, lalu membuka matanya kembali dan tersenyum sambil menatap kamera ponselnya.

"Hai, Teman-Teman Kepo! Balik lagi, nih, sama Ariya yang cantik. Kalian bingung, ya, aku lagi di mana? Tenang-tenang, nggak usah bingung. Aku lagi berada di perpustakan zaman SMA dulu."

Ariya segera memasuki perpustakaan setelah opening video dan menyapa petugas bernama Zainab.

Detak jantung penuh debar rindu, serta-merta saja berontak saat memasuki ruang paling berarti itu. Ariya menggeleng cepat dan kembali fokus membuat konten.

"Boleh saya keliling-keliling, Mbak?" tanya Ariya kepada wanita berambut keriting itu.

"Boleh, Ariya. Pasti mau ke bagian buku-buku cerita berbahasa Inggris, ya?"

"He-he, si Mbak, masih inget sama seleraku, Guys. Beliau ini, udah kerja di sini pas aku kelas satu. Aku dulu suka banget nongkrong di bagian khusus buku bahasa asing. Sekadar baca buku petualangan tipe-tipe buku Lima Sekawan, gitu. Yuk, kita cek!"

Ariya pun pergi menuju ruang berukuran 3x3 meter yang memiliki rak paling sedikit. Maklum saja, buku dengan bahasa asing memang masih sedikit peminatnya.

"Eh, Guys. Aku nemu buku-buku yang dulu pernah aku baca, nih." Ariya menarik beberapa buku cerita berseri dan melambaikannya ke depan kamera.

"Sebagian buku di sini udah aku baca. Berhubung aktif di dua ekskul yaitu PMR dan Paskibra, jadi nggak bisa baca semua, deh. Nah, ada satu buku yang belum sempat aku selesaikan. Hari ini, aku bakal cari buku itu, kira-kira masih ada nggak, ya?"

Sambil mengoceh, Ariya menelusuri rak sambil mencari buku yang dimaksud. Mata gadis itu seketika berbinar, saat menemukan buku bersampul ungu dengan gambar tiga orang sahabat di depannya.

"Ini dia. Ya, ampun! Masih ada, lho, ternyataaa. Tersimpan dengan rapi dan dalam keadaan baik. Terima kasih Mbak Zainab." Ariya bersorak senang sambil menatap petugas perpustakaan yang menatapnya sambil melambai.

"Ini, nih, namaku ada di-logbook-nya. Fiks, ya, aku memang pernah baca buku ini. Eh, kertas apa, nih?"

Ariya menatap intens ke dalam logbook yang baru saja dicabut demi memperlihatkan namanya tadi. Dari kantong kertas tempat menyimpan logbook tadi, terdapat secarik kertas yang mencuat. Gadis itu pun langsung mengambil kertas tersebut setelah meletakkan buku tadi di atas meja yang jadi berantakan.

"Guys, aku nemuin kertas, entah kertas apa, apakah mungkin ada surat cinta yang terselip? Ha-ha, nggak mungkin kali, ah. Atau jangan-jangan ini surat berantai? Kita cek, yuk!" Gadis itu mengambil kertas tersebut dan membuka lipatannya. Sebuah tulisan tangan yang ia kenali, menghiasi lembar kertas yang sudah menguning.

"I-ini?"

Ariya tiba-tiba menjatuhkan ponselnya di meja. Ia sungguh tak menyangka kalau kertas itu adalah sebuah pesan untuknya yang telah lima tahun berada di sana.

Dear, Ariyanti Putri. Semoga saja suatu hari kamu akan kembali datang dan membaca buku ini. Sebab aku tak sempat berpamitan. Kalau kamu kini sedang membacanya, itu artinya aku sedang dalam masa pendidikan dan akan kembali setelah lima tahun. Kalau saja kau masih sendiri, bolehkah aku memintamu untuk menjemput diri kembali ke pelukan? Aku ingin membagi tiap debar rindu selama masa latihan bersamamu.

Datanglah ke tempat di mana dulu kita pernah mengikuti latihan PBB bersama. Tepat jam sepuluh tanggal 12 Februari 2010. Aku akan di sana menunggumu. Seandainya takdir berpihak kepada kita berdua, kita pasti akan bertemu dan cara ini adalah salah satu jalanku untuk menuju ke sana.

17 Maret 2005

MYF

Ariya menutup mulut dengan kedua tangan. Ia sungguh terkejut, karena setelah bertahun-tahun buku itu masih menyimpan pesan teruntuk dirinya. Melihat tanggalnya, itu berarti Kak Ucup sengaja datang ke sekolah ini setelah ia lulus kuliah dan lanjut ke akademi militer.

Gadis itu segera mengambil ponselnya dan berlari ke arah Janu--yang masih mengambil video di lapangan--seraya melambai-lambaikan kertas bertuliskan pesan itu.

"Jan, di mana aja kita dulu pernah latihan paskib, ya? Cepet pikir! Lo, kan, pernah ikut paskib sebelum kepincut sama Martha."

"Eh, maksud elo di belakang gedung diklat yang diujung jalan ini, kan?"

"Gedung LPMP yang di Jalan Way Sungkai, depan Warung Diggers? Kampung Hollywood itu, kan?"

"I-iya." Janu kebingungan, sebab Ariya menanyainya sambil mencengkeram kerah baju dengan sangat kuat. Agaknya datang ke sekolah ini membuat sifat tomboi gadis itu muncul lagi. 

"Kalo gitu, gue ketemu sama Kak Ucup dulu." Ariya tiba-tiba melepaskan cengkeraman dan mulai merapikan penampilan. Wajahnya sedikit panik karena sekarang sudah jam sebelas lewat dua puluh menit.

"Eh, sama siapa?"

"Sama cinta pertama gue." Gadis itu pun langsung berlari kecil meninggalkan Janu. Bahkan hanya melambai sekilas kepada Dian yang baru saja keluar dari area kantin dengan mulut penuh.

"Mau ke mana lo, Ariya?"

"Ketemu Kak Ucup!"

"Hah?" Dian menatap Janu meminta keterangan tambahan, tetapi orang yang ditatap hanya menggedikkan bahu.

Ariya pun berlari lebih kencang tanpa menoleh lagi. Dalam satu menit ia menambah kecepatan dan sudah berlari secepat kilat. Bahkan tak menoleh saat melewati Pak Dani yang dulu adalah guru tertampan di sekolah.

Gadis itu jelas panik karena sekarang ia sangat terlambat. Di depan gerbang, gadis itu melepas sepatu high heels-nya dan berbelok ke arah kiri. Kalau berjalan biasa ia hanya butuh sepuluh menit, tetapi setiap detik akan sangat berharga.

Bisa saja waktu yang terlewat tak lagi menyisakan jeda untuknya. Sedang untuk menunggu lebih lama, ia tak mau.

"Kak Ucup, please, tunggu aku."

💕💕💕

Tamat

💕💕💕

***

Cerita ini hanya fiksi belaka. Dibuat untuk mengikuti kegiatan menulis di Montase Aksara dengan tema: February 2023 Event: Free Themes! 

Sekadar info, cerita ini mendapat peringkat ke-empat bersama tiga orang anggota lain. Semoga kalian suka. Salam Kepo! 

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro