
Bab 1. Prolog
Halo selamat pagi!!!!
Ini sebenarnya bukan cerita baru. Sudah pernah aku update di Wattpad sampai tamat. Dan sekarang sembari revisi bakalan aku update ulang dari awal. Jadwal tayangnya setiap hari Senin dan Selasa. Happy reading ....
***
"Kalau cuman jagain itu tujuannya nggak jelas, Gun," kata laki-laki berkumis tipis dengan usia lima puluh tahunan itu pada seseorang di sampingnya. "Gimana kalau kita jodohkan saja mereka sekalian?" usul yang terdengar begitu bagus. Namun, laki-laki bertubuh gempal di sampingnya malah mengerutkan kening, seolah usul yang baru saja terucap itu tidaklah bagus sama sekali.
"Tahun berapa ini, Pram? Apa masih zaman jodoh-jodohan?" Gunawan bukannya tidak setuju. Hanya saja laki-laki itu takut rencana perjodohan yang tercetus itu malah akan membuat kedua anak mereka menjadi terkekang.
"Kalau untuk dapat yang jelas dan yang baik ya ndak papa to?"
Gunawan mengangguk-anggukan kepala. Mencoba mencerna usul yang Pram berikan. Laki-laki itu sudah mengenal anak laki-laki sahabatnya ini dengan begitu baik. Pradikta, pemuda yang usianya di atas putrinya itu adalah pribadi yang sopan dan bertanggung jawab. Tentu saja dirinya akan merasa tenang jika Gyana mendapat pendamping pemuda seperti itu.
Tentu saja Gunawan memiliki alasan mengapa menitipkan purtrinya yang saat ini berusia duapuluh tahun pada sahabatnya ini. Gunawan takut ajal tiba-tiba memanggilnya melalui penyakit jantung yang diidapnya selama dua tahun terakhir ini.
Awalnya tujuannya hanya menitipkan karena memang tidak lagi ada kerabat yang dirinya miliki. Keluarga dari mendiang sang istri pun jauh di seberang pulau sana. Hanya Pram dan keluarganya yang kini Gunawan percaya karena mereka sudah bersahabat sejak lama. Laki-laki yang sudah dianggap saudara kandung ini pasti akan menjaga Gyana dengan baik nantinya.
"Nah, itu, kebetulan anaknya pulang!" ujar Pram dengan logat jawa yang kental karena memang berdarah asli jawa. Laki-laki itu segera bangkit dan tidak berapa lama kembali sembari menggandeng anak laki-laki semata wayangnya.
"Ada apa sih, Pa?" tanya pemuda dengan potongan rambut sedikit gondrong itu dengan pandangan bingung.
"Kamu duduk dulu," perintah Pram sembari duduk di tempat semula. Sementara Pradikta mengambil satu kursi yang berada di ruang makan sebelum kembali dan duduk di hadapan dua laki-laki yang kini menatapnya dengan aura aneh.
"Kamu masih ingat Gyana, kan, Dik?" Pradikta langsung mengangguk sebagai jawaban pertanyaan ayahnya yang sangat aneh ini. Mereka juga tahu kalau kini dirinya dan gadis yang disebutkan tadi menjalani study di kampus yang sama. Bahkan jurusan mereka sama, hanya saja beda tingkat karena usia mereka memang terpaut dua tahun.
"Kamu suka Gyana?" todong langsung ayahnya. Sementara Gunawan sejak tadi memilih diam sembari memperhatikan gerak-gerik pemuda di depannya ini. Jika Pradikta menolak rencana yang Pram usulkan, maka dirinya tidak akan memaksa. Namun, dari cara pemuda itu tersenyum, sepertinya rencana ini akan bisa diteruskan.
"Kok Papa mendadak nanya itu? Memangnya kenapa?" Mata jernih Pradikta menatap satu persatu wajah di depannya yang kini tengah saling melempar pandang sebelum kembali menatapnya.
"Jawab dulu, kamu suka Gyana?" Kali ini bukan Pram, tetapi Gunawan yang bersuara.
"Suka dalam arti apa ini, Om?" Pradikta meringis canggung. Merasa sungkan jika harus mengakui perasaan yang selama ini terpendam untuk Gyana. Dan juga, merasa aneh dengan pembahasan yang sedang dilakukan saat ini.
"Kalau Om minta kamu buat jaga Gyana, apa kamu keberatan?" Pradikta mengernyitkan dahi, semakin bingung dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Papa punya rencana buat jodohin kalian," tungkas Pram secara lebih gamblang. Pradikta tentu saja terkejut mendengar kalimat blak-blakan tersebut.
"Dijodohin?" ulang pemuda itu seolah tidak percaya dengan pendengarannya.
"Om hanya berjaga-jaga." Fokus Pradikta beralih penuh pada Gunawan saat mendengar kalimat itu. "Kalau-kalau Om nggak ada sewaktu-waktu, Om nggak akan khawatir lagi kalau Gya ada yang jaga."
Tidak butuh penjelasan detail, Pradikta paham apa yang sahabat ayahnya ini maksud. Ini pasti berhubungan dengan penyakit jantung yang laki-laki itu idap selama ini. Memang tidak ada yang tahu umur manusia, belum tentu yang sakit lebih dulu pergi. Namun, pemikiran manusia pasti mengira jika yang sakit parahlah yang akan lebih dulu diambil.
"Tapi Gya pasti akan lebih seneng kalau Om yang jagain dia." Pradikta ingin ayah Gyana ini tidak patah semangat.
"Om tahu, tapi nggak ada salahnya kan berjaga-jaga?"
Pradikta mengangguk pelan. "Bener sih, Om," katanya pada akhirnya.
"Jadi gimana? Kamu mau apa endak?" tanya Pram tidak sabar. Bukannya langsung menjawab, anak laki-lakinya malah tersenyum sembari mengusap lehernya.
"Mau," jawab Dikta pada akhirnya. Dua embusan lega terdengar dari depan pemuda itu. Seolah satu masalah besar baru saja terpecahkan. Namun, sayangnya masalah baru justru akan Pradikta hadapi sebentar lagi. Bagaimana tidak? Gyana baginya memanglah sosok yang dikagumi sejak lama. Namun, bagi Gyana, dirinya tidak lebih dari musuh bebuyutan yang bahkan tidak akan sudi gadis itu pandang.
Jadi? Tugas berat kini jatuh dipundak Pradikta. Tugas untuk meluluhkan hati Gyana Rahmadani.
***
Terima kasih yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian, seenggaknya boleh klik tanda bintang buat mengapresiasi karya recehku ini. :)
Oh ya, selain cerita ini, aku juga bakalan update 2 novel lain yang tayang bergantian, ya.
Bukan Kisah Sempurna - Rabu dan Kamis
Mr. Coffee and Miss Cookie - Jumat dan Sabtu
IG - dunia.aya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro