5. Rencana Busuk Alma
Alma memberontak berulang kali tak berdaya, dia yang memberikan ikan kepada kucing, lalu sekarang ia terbirit-birit takut. Hanya sekadar ciuman, mampu membuat guncangan kesih seolah tak mampu menahan puncak bersamaan tatapan yang sulit wanita ini artikan.
Pria ini dapat membaca mimik ketakutan dari wajah Alma, ia berpikir si wanita akan merasa tak nyaman, dan ia pun menghentikan pertukaran liur itu.
"Kamu bisa lihat sendiri, aku normal. Bukan laki-laki homo seperti yang ada di otak kamu itu." Harga diri yang tadinya tersentil kini berkoar-koar seperti bara api yang menyala. Baru kali ini ada wanita yang menganggapnya homo, mau ia keluar si junior biar sekalian menan benih, ya barangkali langsung nikah, gak perlu tuh mepet betina ini lagi.
'Tenang Bisma, lo masih banyak waktu berjuang.' Dia sendiri tak tahu perasaannya itu cinta, sayang, atau sekadar suka. Ah pikir apa dia, Bisma menggelengkan kepalanya tegas, berusaha menepis segala menjalar di kepalanya.
"Udah malam? Tidur sana!" suruh pria dengan raut mimik yang dingin seolah menatap tak suka, padahal aslinya Bisma selalu ramah, kecuali dalam pekerjaan dia akan bersikap dingin dan tegas.
Shit! Laki-laki sialan, gak tau malu, berulang kali Alma mengumpat pria ini, dia merutuk sendiri dalam hatinya, belum ada yang menyentuh bibirnya sekasar itu, bahkan Jovan pernah dia sodorkan dengan sukarela langsung menolak seperti dedaunan yang tak berarti.
Bisma berjalan lebih dulu menuju kamarnya, ia menyusun guling sebagai batas tidur mereka. Sebenarnya ia bisa tidur di sofa, tapi karena sofa kamarnya berukuran kecil, sangat disayangkan sekali dan berat hati ia harus berbagi ranjang.
"Jangan coba sentuh aku!" kalimat itu lolos membasmi hidup Bisma, dia masih perawan, dan dia bukan pelacur dan segampang itu, harga dirinya setinggi langit. Tadi dia hanya sekadar memberikan ujian mata, ternyata ngaruh juga. Bodohnya, nyaris membuat jantungnya copot.
Bisma tersenyum hambar, siapa juga mau menyentuh wanita ini? Dia bukan anak SD gak tau benar dan salah, ia akan menyentuh wanita jika mereka sudah menikah. "Jangan khawatir karena aku bukan hidung belang," ujar Bisma.
"Oh ya, seingat aku, baru beberapa menit bibir kita saling menempel." Argh sial, masih terasa hangat bibir pria ini menempel secara kurang ajar.
"Hahaha. Bukannya kamu yang memancing aku duluan." Ya itu benar, Bisma kan sudah menahan berulang kali, tapi si wanita terus menggoda sampai akhir Bisma mendengar kalimat menginjak sebuah harga diri.
"Dasar pengacara laknat! Lo udah basmi bibir gue, sekarang lo malah bilang gue yang salah." Alma mengamuk dengan kang copet berkedok pengacara. Kapan sih dia mau mengalah? Mana pernah, seri juga tidak mau, dalam kamus hidup Alma, ia selalu menang dari siapapun kecuali dari sang Pencipta, dari Agung yang jelas papinya sendiri dia bisa seegois ini, sampai rela keluar dari rumah bak istana itu.
"Wait, wait, kamu barusan bilang apa? Aku yang salah, di mana letak salahnya mencium bibir hangat kamu?" Perasaan beberapa menit yang lalu si kunti ini mencibirnya homo, sebagai kaum adam yang normal, dia tak terima sama sekali, bak disambar petir siang bolong, dia normal lho, pedangnya gede kayak terong, sayangnya Bisma bukan laki-laki doyan seks, mencari pelacur untuk ditiduri sebagai sasaran empuk. "Hey Nona, dengarkan baik-baik, aku bukan laki-laki imponten, mau bukti?" Bisma berdiri di hadapan Alma yang tengah duduk, ia meloroti celana panjang menutupi perisainya.
Kelakuan Bisma sontak membuat Alma menutupi wajahnya dengan bantal, dia menjerit, "Aaaaaahhhh … gila lo! Pake buruan celana lo itu, gue gak nafsu melihat pemandangan menjijikkan."
"Hahaha. Makanya kamu jangan menganggap aku homo." Bisma tertawa geli melihat ekspresi Alma, dia merampas bantal menutupi wajah semu merahnya.
"You're crazy, I won't forgive you." Sumpah serapah pun keluar dari mulut Alma, dia menganggap Bisma pria gila dan cabul, berani sekali setengah telanjang di depannya.
"Bukan mata dan lihat dulu." Awalnya Alma ragu, tetapi dia mencelikkan satu matanya. Eh, dia udah suudzon aja, nyatanya Bisma masih mengenakan boxer tidak terlalu panjang, tidak terlalu pendek.
"Kamu …." Bisma tersenyum kecut, sekarang dia yakin Alma tak seberani ucapannya, terlihat galak tetapi membuatnya seketika gemes.
Pagi itu, Bisma terbangun lebih dulu, seperti biasa ia merepotkan dirinya di dapur, sudah mandiri dari sejak kecil membuatnya pintar meracik makanan, seharusnya Bisma bukan jadi pengacara, dia lebih cocok jadi chef.
Pria ini mengangkat roti yang baru saja ia angkat dari pemanggang, lalu mengoleskan coklet, dan menaburi kacang almond sudah ia blender. "Lumayan."
Bisma menata sarapan ala dirinya di ruang makan, untung hari ini dia belum bekerja. "Alma belum bangun juga?" Laki-laki ini sedikit heran, kok anak gadis bangunnya siang sih, gimana mau dapat kerja baru coba, jam segini masih molor.
"Pagi …." Wanita itu duduk di ruang makan, matanya masih setengah kantuk, gara-gara ketakutan Bisma menyentuhnya dia enggan tidur, bahkan ia memasti pria ini benar-benar sudah tertidur, sehingga dia bisa tertidur pulas.
"Belum gosok gigi, belum cuci muka, udah sarapan aja," protes Bisma menggeleng tak percaya, ada gitu gadis sejorok ini, kok bisa dia naksir perempuan sejenis Alma.
"Apaan sih kamu? Bawel." Jika biasa pagi-pagi sekali Alma terbangun sudah ada sarapan di nakas kamarnya, tapi pagi ini dia rela berjalan tertatih untuk sarapan, untung saja sarapan telah tersedia.
Baru juga Alma ingin memasukan roti panggang ke dalam mulutnya. Namun dengan kasar si Bisma malah menepis tangannya, sehingga membuat rotinya tergeletak kembali di piring. "Ini apartemen aku, jadi kamu jangan seenaknya." Alma mengerucutkan bibirnya. "Gosok gigi sana!" titah pria itu membuatnya mendengus kasar.
Kalau bukan dia menumpang di apartemennya, ia tak akan pernah sudi menuruti permintaannya, pagi-pagi begini lagi malas beradu mulut.
"Tumben dia gak nyolot." Sedikit heran, tapi ya sudahlah, lebih baik dia menikmati roti panggang khas miliknya, secangkir kopi hitam hangat menyusup di tenggorokan.
Alma menggerutu kesal sendiri seraya menggosok giginya.
"Brengsek pengacara cabul!" Wajah merah semu membeludak emosi seakan melintas terus menerus di atas ubun-ubunnya. "Lihat aja gue akan buat dia jatuh cinta, sampai dia lupa caranya membuka mata." Seringai licik mulai melintas di kepalanya, tanpa wanita ini sadari jika Bisma berada di depan pintu toilet.
Satu hal yang Bisma ketahui cinta itu butuh pengorban, tetapi dia akan mengikuti permainan ini sampai darah penghabisan, satu yang pasti dia akan membuat Alma jatuh cinta hingga bucin, sebucin-bucinnya, karena dia sendiri sudah tertarik pada Alma, jangan meragukan perasaannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro