1. Pencopet
"Papi, Jovan udah menikah? Kenapa Papi nggak kasih tau aku?" Alma berteriak mengetahui hal yang tak diduganya, baru juga sebulan yang lalu pria itu menolaknya, nah sekarang sudah menikah saja. Wanita seperti apa yang membuat Jovan menolaknya, harga dirinya seakan tercabik.
"Sayang … laki-laki itu bukan Jovan, kamu itu cantik bisa kok dapatkan yang lebih dari Jovan," kata pria yang penampilan sangat berwibawa, tapi jangan tertipu dengan penampilnya. Papi dari Alma ini seorang mafia besar, anak buahnya ada di mana-mana, selain mafia dia juga memiliki beberapa perusahaan di Indonesia dan luar negeri, jadi jangan pernah menyentuh putrinya pasti akan berhadapan dengan dirinya.
"Papi ini nggak ngerti ya, aku maunya Jovan nggak mau yang lain," rengek Alma seperti biasa ini senjata paling ampuh, tapi sayang Agung Zafar Rifaldi tidak termakan karena ini masalah hati percuma memaksa, adanya nanti Alma nggak bahagia.
"Alma cukup! Jangan memaksa sesuatu yang nggak bisa kamu miliki, kamu itu udah dewasa, jangan memancing amarah Papi," gertak Agung menatap Alma intens membuat wanita berumur dua puluh lima tahun ini tak percaya.
'Papi, apa-apaan sih, bukannya melakukan sesuatu, ini malah marah dengan aku.' Alma membatin kesal, dia pun pergi dari ruang kerja Agung.
Dengan hati jengkel dan penuh amarah, dia pun merebut kunci mobilnya dari supir, bukan cuma itu dia mengancam para bodyguard untuk tidak menguntit dirinya.
"Nona, kami ditugaskan untuk menjaga Nona," kata salah satu bodyguard Alma, wanita ini memberikan tatapan sinisnya.
"Siapa berani mengikutiku, aku pasti kalian semua akan dipecat karena ada berita anak Agung Zafar Rifaldi meninggalkan dunia karena butuh diri." Mendengar hal itu, tidak ada satupun dari mereka berani membantah kata dari Alma.
Wanita ini pun langsung mengendarai mobil sekencang-kencangnya, ah ternyata gini amat sih patah hati. Kenapa sih Jovan tidak mau menikah dengannya? Apa karena dia anak dari seorang mafia? Atau apa mungkin Jovan takut? Jelas itu tidak mungkin, kan pria ini sendiri menolak dia terang-terang depan ayahnya, alasan klasik karena belum ingin menikah dan tidak mencintainya. Bukannya cinta bisa datang dengan berjalannya waktu, padahal dia mencintai Jovan sudah sejak lama, mirisnya pria itu tak pernah mengetahuinya, ah sakitnya bukan main ini.
"Aaaaaaaa …." Alma menginjak pedal rem tiba-tiba saja ada pria melewati mobil. Apa hari ini kesialan dia? Ini orang nggak punya mata atau apa sih? Alma kesal banget.
Akan tetapi pria yang terjatuh di depan mobilnya ini justru masuk ke dalam. Bahkan wajahnya terlihat pucat dan ketakutan, seperti habis kena kejar anjing saja.
"Eh, ngapain? Keluar dari mobil aku!" jerit Alma mengusirnya, dia tak peduli pria ini ketakutan, pokok harus keluar dari mobil Alma, mau dia ketakutan kek, Alma sama sekali nggak peduli.
"Hay, aku tau kamu pasti orang baik, jadi tolong aku, mereka semua menuduh aku pencopet, sumpah aku nggak nyopet," ucap Bisma jujur, butiran keringat terus mengalir di dahinya. Niat mau bantu orang malah dituduh kang copet.
Alma melihat orang-orang yang berkerumunan tak jauh dari mobilnya, moodnya sangat buruk dan tambah bertemu pria tak dikenalnya main asal masuk mobil, ya kali mobilnya ini angkutan umum, sayang sekali bukan ya.
"Terus kamu pikir aku peduli, sekarang juga keluar!" Alma hendak membukakan pintu dari dalam agar pria ini segera keluar, tapi dengan cepat Bisma menutupnya kembali. Gila kali kalau dia sampai keluar, itu sama aja buat nyerahin nyawanya, sumpah dia belum mau mati.
"Jangan aku mohon! Biarkan aku di sini sampai mereka pergi." Bisma memasang wajah cemasnya, dia sampai melipat kedua tangannya di depan wanita ini.
Alma menghela kasar, kayak ada tontonan menarik nih, seru kali jika dia keluar dan mengatakan kepada orang-orang itu pria yang mereka cari bersembunyi di mobilnya, mayan hiburan gratis. Hehehe, otak licik Alma kan selalu bekerja soal beginian.
"Tunggu di sini," kata Alma membuat Bisma lega, ternyata masih ada juga manusia baik di dunia ini. Baru juga kembali ke jakarta malah dapat masalah, setelah selesai kuliah dulu, dia melanjutkan S2 di Jerman, itu juga dia dapat beasiswa. Alhamdulillah hasil nggak bohong, nggak ada kerja keras yang sia-sia.
Alma menghampiri kerumunan orang yang celingak-celinguk mencari keberadaan Bisma, mereka kan heran gesit Bisma menghilang. "Maaf Pak, Bu, lagi ngapain? Kok ramai-ramai?" ucapnya bersikap ramah, dia melemparkan senyum legitnya membuat para pria merasa candu, apalagi pipi yang memiliki lesung pipit.
"Kita lagi cari copet, Enengnya lihat nggak?" lontar salah ibu-ibu membuat Alma melirik ke arah mobilnya. Pantas saja pria tadi ketakutan, ternyata copet toh, berani sekali memasuki mobil, kayaknya sih pencopet nggak tau kali berhadapan dengan siapa, Bisma bisa kencing dalam celana jika mengetahui Alma anak mafia.
"Wah, bahaya itu ya copet dibiarkan gitu aja, harus bawa ke kantor polisi." Alma yang tadi lemes, kesel, emosi, eh sekarang jadi semangat lagi. Hiburan woy, salah sendiri masuk ke kandang singa.
"Benar itu, Neng. Pencopet itu akan kami bawa ke kantor polisi, sekarang pencopet suka menyamar hati-hati loh, tampangnya aja ganteng dan berwibawa, eh ternyata pencopet." Ocehan salah satu ini membuat Alma langsung bergegas mengajak mereka mendekat ke mobilnya.
"Gawat itu, bisa disebutkan nggak ciri-cirinya, barangkali saya lihat." Padahal kenyataannya pria itu ada di mobilnya, dia nggak sabar pengen melihat reaksi wajah pria ini.
"Dia pakai jas biru dongker gitu, tinggi sekitar 170, mukanya ganteng kayak model." Ah masa sih kayak model, orang Alma melihatnya biasa aja kok, masih juga gantengan bodyguard dia.
Bisma melihat wanita yang belum dia ketahui namanya ini mendekat ke mobil, ia pun menunduk agar tak terlihat daripada apes. Bisma ketakutan bukan main, selama ini dia berurusan hukum karena pekerjaannya, nah sekarang karena dituduh copet, mau ditaruh mana nama baiknya. Mereka belum tahu aja jika Bisma pengacara terkenal di Paris, dia memutuskan pindah ke Indonesia lantaran ini kota kelahirannya.
"Kayaknya saya lihat deh."
"Di mana, Neng?"
"Apa ini orangnya?" Alma membuka pintu mobilnya, tampak pria itu kaget bukan menolong malah menyerahkan dirinya.
Bisma terperangah, ah padahal dia pikir Alma orang baik lho, ternyata sama aja. Nggak ada tuh di dunia kebaikan yang begitu mudah datangnya. Kehidupan kecil Bisma terlalu pahit, sehingga sudah terbiasa mendapatkan dirinya dikhianati, apalagi mereka tidak saling kenal dan wajar saja.
"Saya bukan pencopet! Percaya saya," ucap Bisma meyakinkan mereka semua, copetnya ganteng gini lebih baik jadi gigolo, kan lagi trend tuh. Ah pikir apa sih? Nggak jelas.
"Mana ada sih maling mau ngaku, tangkap aja deh bawa ke kantor polisi." Alma malah ngomporin mereka semua, biarin sih copet ini di penjara, ganteng-ganteng kok copet sih kayak nggak ada kerjaan lain aja.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro