Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(6) Revisi

(Telah direvisi, 27 November 2020)

"Bu, ayo kita berangkat. Jadi belanja, kan?"

Ningrum menatap Dhira aneh, entah kenapa belakangan ini Dhira sering mendapatkan tatapan seperti itu dari orang-orang di sekitarnya.

"Emangnya kita mau ke mana?"

Dhira menepuk jidatnya pelan lalu mengatur napas sambil bergumam 'sabar ... sabar ....'

"Jadi mau beli kebutuhan hijrah aku kan, Bu? Udah mau jam 4 takut kesorean. Padahal kan kemarin malah rencananya mau berangkat siang, Bu ...."

Kebutuhan hijrah kalau kata Dhira, kebutuhan yang terdiri dari kerudung, baju lengan panjang, juga rok panjang.

"Ah, I see. Tunggu bentar, Ibu ganti baju dulu."

Dhira mengangguk semangat, kemudian ia berjalan ke luar rumah untuk menunggu Ningrum di sana. Di depan rumah Dhira, terdapat semacam balai yang biasa dipakai untuk ibu-ibu gosip ataupun bapak-bapak ronda, dan kini Dhira duduk di sana sambil memakan jambu yang baru saja ia petik dari pohon miliknya.

Iya, pohon jambu yang katanya memiliki penunggu, dan belakangan ini sering dijadikan kambing hitam oleh Ningrum karena mengira Dhira kerasukan. Pohon jambu milik keluarga Dhira ini pendek, tetapi buahnya banyak dan manis. Suatu rezeki juga karena tak jarang orang yang lewat rumahnya sesekali ingin memetik jambu yang seakan tak pernah habis itu.

Dhira dapat mendengar suara motor dari ujung gang walaupun rumahnya berada di tengah-tengah. Kepalanya refleks menoleh untuk melihat sebuah motor yang semakin mendekat ke arahnya.

Deg deg deg deg deg.

Dia, Putra, ketua remaja masjid yang sampai sekarang masih menjadi lelaki impian bagi Dhira. Mata Dhira terpaku tak bisa melihat ke lain arah walau semakin lama Dhira menatapnya, semakin kencang juga suara debar jantungnya.

Dan tepat di depan Dhira, klakson dari motor tersebut dibunyikan. Terlihat lelaki itu sedikit mengangguk seakan sedang menyapa Dhira.

Dan pertemuan yang mungkin hanya sekitar 15 detik itu, sanggup membuat Dhira meneteskan air mata.

"Dia ... baru aja nyapa gue, kan?" Dhira bermonolog.

Ia memegangi dadanya yang masih saja berisik dengan suara detak jantung, kemudian tangannya beralih untuk menghapus air mata bahagianya.

Lelaki yang sudah dikaguminya sejak lama itu, akhirnya mengetahui keberadaan sosok Nadhira. Akhirnya, Putra sadar bahwa Nadhira itu ada.

Akhirnya, Putra dapat melihat Nadhira sekarang.

Padahal hanya sapaan lewat klakson motor, tetapi mengapa Dhira bisa merasakan senang yang bukan kepalang? Mungkin ia juga mengetahui jawabannya.

Setelah beberapa tahun Dhira hanya melihat punggungnya, hanya menatapnya dari kejauhan, hanya mengambil gambarnya secara diam-diam yang bahkan Dhira sendiri pun tak mengetahui nama dari lelaki yang dikaguminya, kini mereka bisa saling berhadapan.

Tangisan bahagia itu telah berganti dengan sebuah senyuman yang tak kunjung pudar, pipi Dhira merona karena merasa ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Ia langsung melihat pakaian yang dikenakan, lalu ia bisa bernapas lega karena ia sedang memakai gamis milik mamanya. Ia juga mengecek kondisi wajahnya lewat layar ponsel, dan ia tersenyum karena ia tidak belekan apalagi ileran. Bisa dibilang, penampilan Dhira sedang bagus untuk dipertemukan dengan sang lelaki idaman.

"Dhir? Kok senyum-senyum sendiri? Kamu beneran kerasukan lagi?"

Dan Dhira malah menjahili Ningrum dengan semakin melebarkan senyumnya.

Memang, ada-ada saja kelakuan mereka berdua.

"Udah yuk, berangkat. Takut keburu Maghrib, Bu."

"Kenapa kalau udah Maghrib?" tanya Ningrum. Biasanya Dhira sama sekali tak memedulikan waktu salat. Iya lah, salat aja tidak pernah.

Dhira terdiam sebentar kemudian menjawab, "Setidaknya kita udah sampai di rumah pas adzan, Bu. Aku mau berusaha jaga waktu salat."

Kini Ningrum yang menangis sambil tersenyum, ia mencium kening Dhira kemudian memeluk anaknya erat. "Ibu bangga, semoga jalan kamu diberkahi, semoga hijrahmu ini memang untuk Allah."

Dan kalimat terakhir dari Ningrum membuat Dhira menegang di tempat. Akal dan hatinya saling melempar pertanyaan.

Apa hijrah yang ia lakukan untuk Allah semata?

Apa tidak ada Putra di balik alasan itu semua?

*Bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro