Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 (Revisi)

(Telah direvisi 11 April, 2022)

Kalian masih menunggu cerita ini? Ada kah?
Masih menceritakan tentang Dhira yang begitu mengagumi seseorang dalam diam. Sebelumnya, aku rasa gaya tulisanku mulai berbeda dari chapter-chapter sebelumnya. Maklum, 6 bulan baru aku masuk lagi ke dalam dunia ini. Haha, sudah lama juga ya aku terkena writer's block. Oke, selamat membaca. Semoga kalian tidak risih dengan cara penulisanku yang seperti ini!

✨✨✨

Kehidupan kuliah Dhira terbilang berjalan lancar. Satu semester berjalan, ia mendapat IP di atas 3,70! Yah, seperti yang kalian tahu kalau Dhira memang anak pintar yang dulunya terlalu non kehidupan. Namun, sekarang ia tak bisa diremehkan. Kemampuan sosialisasinya semakin berkembang saat ia bertemu dengan banyak teman kampus dari berbagai daerah. Pandangannya jadi terbuka tentang pentingnya hubungan antara sesama.

Oh, sekarang adalah libur semester. Dhira sudah memesan tiket kereta dari jauh-jauh hari agar tak kehabisan tiket saat musim liburan tiba. Ia dapat pesan dari kakak tingkat untuk melakukannya, katanya jangan sampai Dhira gak bisa pulang karena kehabisan tiket. Anak yang kuliah di sana banyak juga anak rantau seperti Dhira, jadi tak heran kalau mereka berlomba-lomba untuk pulang ke kampung halaman.

Dhira menarik tas kopernya di atas jalan raya yang untungnya halus tak berbatu. Mood-nya sangat baik sampai-sampai seluruh orang yang ditemuinya selalu dilemparkan senyum ramah. Ia sudah keluar dari stasiun daerah tempat tinggalnya, kini ia sedang menunggu ojek di pinggir jalan. Orang tuanya sengaja tak diberi tahu kabar kepulangannya, kejutan sih katanya. Setiap hari ibunya selalu menanyakan jadwal Dhira pulang, wajar, hampir lima bulan mereka tak bertemu. Anak satu-satunya di rumah lalu pergi merantau, terbayang sudah rasa sepi orang tuanya saat ditinggal.

Ojek yang ditunggu Dhira sudah datang, dengan hati-hati ia mengangkat kopernya lalu diletakkan di atas pangkuan dengan posisi dimiringkan. Kalian mengerti? Yah, intinya posisi koper yang tidak memberatkan Dhira, sih.

Jarak dari stasiun ke rumah Dhira kurang lebih 45 menit. Lumayan jauh memang, makanya Dhira mengenakan helm yang serupa dengan helm si mamang ojeknya. Ponsel Dhira tak henti berbunyi sejak tadi, yang membuat si empunya semakin melebarkan senyumnya karena tak sabar untuk memberi kejutan pada seseorang di balik telepon sana. Ya, tak lain dan tak bukan adalah ibunya yang mungkin merasa cemas karena dalam beberapa jam, Dhira tak menjawab pesan dan mengangkat panggilan sama sekali. Haha, maafkan Dhira, mungkin nanti ia akan bersujud sambil menangis bombay karena melihat sang ibu yang dirundung cemas.

Lihat, gapura kompleks perumahan Dhira sudah terlihat sekarang. Jantungnya Dhira entah kenapa malah berdegup kencang, seperti ingin bertemu pasangan saja rasanya.

Saat Dhira melewati masjid yang menyimpan berbagai macam kenangan, matanya menyendu. Tak bisa dipungkiri, ia juga sangat merindukan sosok yang sampai saat ini masih ada dalam benak pikirannya. Tak hanya pikiran, tapi juga ada dalam hati dan doa-doanya. Masjid itu terlihat tak berpenghuni, syukurlah Dhira pulang bukan saat jam salat. Jadi, ia tak harus ketakutan akan bertemu sang pujangga, kan?

Dan, sampailah Dhira di depan rumah tercintanya. Dengan segera ia membayar ojek dan membuka pintu pagar secara perlahan. Pelan ia berjalan mengendap-endap, seperti penyusup dalam rumah yang ingin membabat barang-barang berharga si tuan rumah.

Rumahnya sepi memang, ayahnya sedang bekerja, dan bisa ditebak ibunya sedang tidur siang dengan manis di dalam kamarnya.

"Assalamualaikum ...," ucap Dhira lembut sambil membuka pintu kamar ibunya.

Ningrum menjawab salam secara refleks yang padahal ia masih memejamkan mata. Ngigau, eh?

Dhira tersenyum, kemudian disusul dengan air mata yang mulai menetes satu demi satu saat ia sadar bahwa ia sangat merindukan ibunya.

"Bu ... Dhira pulang, nih ...."

Bagaikan mantra ajaib, Ningrum langsung terduduk secara refleks. Ia bangun dari tidurnya sambil mengucek mata. Takut khayalan katanya. Tapi saat Dhira memeluk sambil menangis di bahunya, tumpah juga air ata Ningrum. Ia balas memeluk Dhira tak kalah erat. Rindu. Sang ibu sangat merindukan anak semata wayang yang begitu dicintainya.

"Dhira ... Ibu kangen ... Ibu kesepian selama ini sendiri gak ada kamu ...."

Makin tumpah air mata Dhira. Ia tahu betul apa yang dirasakan ibunya. Ayahnya pulang malam, habis maghrib, atau terkadang jika lembur, ia tak pulang ke rumah. Ayahnya memilih untuk menginap di kantor daripada memaksakan untuk menyetir malam hari dengan keadaan mengantuk. Ibunya pasti kesepian selama lima bulan ini.

Baru satu semester, bagaimana dengan tujuh semester ke depan?

"Sabar ya Bu, Dhira pergi jauh untuk belajar, kan? Untuk banggain Ayah sama Ibu. Nanti tiap libur semester, Dhira pasti pulang kayak sekarang ini."

Ningrum hanya manggut-manggut. Ia sepenuhnya paham, dan ia mengerti bahwa fase menjadi orang tua, pastinya akan mengalami rasanya ditinggalkan saat anaknya berusaha mengejar apa yang dicita-citakan.

Momen haru tersebut akhirnya ditinggalkan saat mereka berdua mendengar suara pintu yang dibuka keras diluar. Yah, bisa ditebak. Dia adalah Rara, satu-satunya teman Dhira yang menemani dari jaman orok.

"Bisa-bisanya lo pulang gak kabarin gue? Gue kan bisa jemput lo di stasiun! Ke sini sama siapa lo tadi?"

Tuh, kan. Datang-datang pasti mengomel. Tabiat Rara yang sekarang malah jadi dirindukan oleh Dhira. Walau begitu, akhirnya Rara langsung memeluk Dhira. Ia ikut menangis rupanya. Ternyata, Dhira menjadi orang yang sangat ditunggu kepulangannya oleh orang-orang yang menyayanginya.

Lagi-lagi mereka bertiga menciptakan kenangan bahagia. Saat dulu mereka bertiga menjadi saksi Dhira diterima SNMPTN, mereka merayakannya dengan mie ayam depan komplek. Dan sekarang, tak ada perubahan. Mereka dengan kompak berjalan ke depan komplek untuk memborong mie ayam.

Ada-ada saja.

Jangan sampai momen mie keluar dari hidung Rara terulang kembali, ya.

*Bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro