Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 (Revisi)

(Telah direvisi, 24 Oktober 2021)

Sudah dua bulan Dhira hidup terpisah dengan keluarganya, terpisah jarak ratusan kilometer memaksakan ia untuk hidup mandiri dan berusaha mengandalkan diri sendiri. Ia pun telah resmi menjadi mahasiswi di kampusnya. Rangkaian ospek mulai dari ospek universitas, fakultas, hingga jurusan berhasil Dhira lewati walau ditambahi dengan beberapa drama. Di ospek fakultas misalnya, Dhira sampai menangis karena bentakan salah satu kating yang menjabat sebagai BEM itu sangat membuat Dhira terkena mental. Pun saat ospek jurusan, lagi-lagi ia dibuat menangis karena kating meneriaki tepat di depan wajahnya. Entah, sepertinya wajah Dhira sangat mengundang untuk dirundung.

Namun, berkat kejadian-kejadian itu, Dhira jadi dikenal kating BEM fakultas maupun kating jurusannya, ia juga punya banyak teman satu jurusannya. Dhira yang dulunya tak punya teman selain Rara, kini dikelilingi banyak teman dan beragam. Ia juga banyak belajar bahasa daerah kampusnya dan bahasa daerah teman-temannya.

Kehidupan Dhira sangat berwarna di dunia perkuliahan.

Hari ini Dhira tak ada mata kuliah. Dhira hanya pergi ke kampus di hari Senin, Rabu, dan Kamis, karena di hari Selasa dan Jum'at, Dhira free. Ia juga belum ingin untuk bergabung dengan organisasi internal ataupun eksternal, masih ingin menikmati hari-hari liburnya dengan istirahat di kost sembari mengerjakan tugas kuliahnya.

Sekarang jadwalnya Dhira membersihkan kost-nya, setelah kemarin kost-nya lumayan berantakan karena teman-temannya main dan mengerjakan tugas bersama. Kadang. Dhira masih tak percaya bahwa ia bisa hidup dengan baik tanpa keluarganya selama dua bulan ini. Walau di malam hari Dhira masih sering menangis entah karena rindu keluarga, atau karena Putra. Tapi yang jelas, ketika ia bangun di pagi hari, ia akan kembali semangat dan menjalani hidupnya seperti biasa.

tok. tok. tok

Suara ketukan di pintu kamar membuat Dhira menghentikan kegiatan bersih-bersihnya. Ia lekas membuka pintu, dan mendapati tetangga kamarnya membawa semangkuk soto ayam yang masih panas.

"Dhir, ini soto buat lo makan siang. Tadi orang tua jenguk ke sini dan bawain soto. Udah gue panasin barusan, biar seger," ucap Riska sambil tersenyum ramah.

Riska ini adalah tetangga sebelah kamar Dhira, sangat baik dan ramah. Tak jarang Riska main di kamar Dhira untuk tukar cerita.

"Makasih banyak, Ris. Ujan-ujan gini emang enaknya makan yang anget-anget."

Mereka berdua tertawa, kemudian Riska pamit kembali ke kamarnya, mau tidur siang katanya. Hujan di luar memang lumayan deras, dan beruntung karena Dhira tak kuliah.

Dhira memilih untuk makan terlebih dahulu, lalu kembali merapikan kamarnya. Buku-buku yang berserakan mulai ditata kembali ke rak bukunya. Tas disampirkan di belakang pintu, merapikan tempat tidurnya, mencuci baju, dan menjemur di tempat yang sudah disediakan. Jadi di kost Dhira terdapat ruangan kosong yang memang di-desain untuk tempat anak kost menjemur pakaian. Tak perlu khawatir kehujanan karena berada di dalam ruangan. Bisa dibilang, kost Dhira sangatlah nyaman untuk ia tinggal beberapa tahun ke depan.

Acara beres-beres itu selesai pukul 3 sore, Dhira memutuskan untuk mandi kemudian lanjut salat ashar dan taddarus sebentar. Ia benar-benar bisa menata kehidupannya sekarang, belajar untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Pesan orang tua selalu didengar dan tak akan dilupakan, bahwa hubungan manusia dengan Tuhannya, adalah suatu hal krusial yang tidak pernah boleh dikesampingkan.

Tepat setelah Dhira selesai membaca Qur'an, Rara melakukan panggilan suara. Dhira dengan senang hati langsung mengangkatnya.

"Assalamualaikum! Dhiraaa apa kabar? Gimana dua bulan di sana?"

Dhira terkekeh. "Waalaikumussalam warahmatullah. Baik banget, Ra. Gue bisa hidup dengan baik di sini, gue juga punya banyak temen. Sekarang temen gue bukan lo doang."

Rara tertawa, "Awas aja kalo berani lupain gue. Gue rebut Kak Putra, sukurin lo!"

"Dih, kayak Kak Putra mau aja sama lo."

"Dia mau lah sama gue. Secara gue kan cantik juga, gue udah kenal dia lama pula."

Begitulah mereka, tiap ngobrol pasti ada saja yang jadi bahan ribut. Namun, itu yang menguatkan pertemanan mereka sampai sekarang.

"Terus gimana? Udah bisa move on dari si ketua remaja masjid belum?"

Dhira menghela napas. Pasti ujung-ujungnya Rara akan membahasnya. Padahal, kalau ia mau juga ia ingin move on secepatnya. Adli selalu mengiriminya pesan, omong-omong. Teman laki-laki sekelas Dhira juga ada yang menunjukkan perhatian secara gamblang. Namun, tetap saja Dhira tak bisa melirik ke arah mereka jika nama Putra saja masih terpatri kuat di otaknya.

"Kalau gue bisa, gue mau secepatnya, Ra. Tapi mau gimana lagi, kayaknya Kak Putra juga gak mau kalau gue pindah hati dari dia."

"Maksud lo?"

"Semalem Kak Putra chat gue di WhatsApp. Pertama kalinya gue chat sama dia selain di Instagram. Gue bodoh banget karena gue malah kesenengan dan berharap kalau dia bakal keterusan chat sama gue."

Yang belum dijelaskan di sini, bahwa memang benar semalam, Putra menghubungi Dhira. Dengan sapaan salam khasnya, yang pernah membuat Dhira senang setengah mati. Dhira tak ada perasaan apapun selain bahagia karena rasa rindunya dibayar kontan oleh sapaan tersebut. Selama ini, Dhira hanya melihat Putra lewat postingan di Instagramnya. Walau ia tak pernah mengirim foto pribadi, tetapi melihat tulisan-tulisan karangan Putra saja sudah membuat hati Dhira berdebar tak keruan.

Dhira terlalu besar kepala semalam, tanpa ia tahu maksud tujuan Putra menghubunginya.

Saya ingin mundur dari ketua remaja masjid, dan menyalonkan Risty untuk menggantikan saya. Saya rasa ia pribadi yang bisa memimpin terlepas dari fakta bahwa ia adalah perempuan. Tapi saya yakin, dia bisa jadi ketua yang baik dan bertanggung jawab. Selama rapat saya selalu memperhatikan bagaimana ia yang dengan lantang menyuarakan pendapatnya, ia juga sangat tegas jika ada ketidakadilan. Menurut kamu bagaimana, Dhira? Saya lihat kamu dekat dengan Risty, apa menurut kamu ia seperti yang saya bilang?

Ya, Putra menghubunginya hanya untuk menanyakan pendapat tentang seorang Risty, yang dipercayai untuk menggantikan posisinya. Putra memuji wanita lain di depan Dhira, adakah yang lebih menyakitkan dari itu semua?

Dan, mengapa Putra harus bertanya pada Dhira?

Tak tahukah dia bahwa Risty adalah perempuan yang membuat Dhira kecil hati dan rendah diri selama ini?

*Bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro