Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 (Revisi)

(Telah direvisi, 1 Oktober 2021)

"Assalamu'alaikum!"

Suara Ardi menggema di depan rumah Dhira, sebelum suara pagar dibuka menyapa indera pendengaran ketiga perempuan yang telah duduk tenang di meja makan. Dhira terus mengucap basmallah dalam hati, ia gugup setengah mati. Tangannya saja sudah berkeringat saking gugupnya.

"Rileks, Dhira. Putra cuma mau makan, kok," ujar Rara yang mengerti bahwa sahabatnya itu sangat gugup.

Dhira diam saja, sampai akhirnya terlihat tiga lelaki mulai memasuki ruang makan.

"Assalamu'alaikum, Bu," Putra dan Adli langsung menyalimi Ningrum, kemudian tersenyum kepada Dhira dan Rara.

"Sini duduk, duduk. Maaf rumahnya sempit, jadi desek-desekan gak apa-apa, ya," ucap Ningrum terkekeh pelan.

"Ini, sih, termasuk luas, Bu. Di rumah saya malah gak bisa dibikin ruang makan karena dibikin kamar semua. Maklum, bukan keluarga berencana." Adli menyahut, membuat mereka semua tertawa. Yah, sepertinya Adli telah kembali menjadi dirinya yang biasa dan ceria.

"Sebelumnya maaf, ya, karena tiba-tiba diundang. Sekalian kenalan sama ketua dan wakil ketua remaja masjid di sini, hahaha," ujar Ardi ringan.

"Gak apa-apa banget, Pak, lumayan jatah makan malam saya bisa buat papa saya. Beliau itu kalau makan, dua porsi aja kurang sebenarnya." Lagi-lagi celetukan Adli membuat suasana tak terlalu kaku, dan berhasil membuat Dhira lebih rileks dan santai. Mungkin, setelah ini ia harus berterima kasih pada Adli.

Ardi mulai membuka obrolan serius. "Jadi, seperti yang sudah kalian tahu, Dhira mau pindah untuk tinggal di kost yang dekat kampusnya. Yah, anggap makan malam ini menjadi syukuran juga karena Dhira dapat kuliah di universitas yang ia dan saya cita-citakan. Sekaligus saya mau berterima kasih, karena sudah menerima Dhira dengan baik di kegiatan remaja masjid selama beberapa bulan ke belakang. Dhira ini dulu gak pernah berbaur sama orang lain, dan saya merasa banyak perubahan setelah Dhira lebih aktif di remaja masjid. Tentunya perubahan baik yang membuat saya semakin bangga dengan anak saya. Terima kasih, ya, Putra, Adli."

"Bukan suatu hal yang besar, Pak Ardi. Dhira berubah karena dirinya sendiri. Ia memang perempuan yang baik dan mudah menyesuaikan diri. Teman-teman putri yang lain bahkan sampai menangis saat berpamitan tadi karena tak ingin ditinggal Dhira. Dhira adalah teman yang menyenangkan, dan membawa vibes positif untuk orang-orang di sekitarnya." Kini, Putra yang membuka mulut.

Dhira blank seketika. Ia dipuji sebegitunya oleh lelaki yang ia kagumi dan cintai dari dulu. Apa tidak meleleh?

"Saya senang kalau begitu. Semoga besok Dhira juga bisa beradaptasi dengan baik di lingkungannya yang baru," ucap Ningrum yang diaminkan oleh semua orang di sana.

Dhira mulai berkaca-kaca, semakin berat rasanya untuk meninggalkan kenyamanan yang sedang ia rasakan. Bagaimanapun, ia ingin terus berada di sekitar Putra, mendengar lantunan azannya, mendengar kalimatnya saat memimpin rapat, mendengar tawanya. Berat, berat sekali untuk belajar melupakan Putra yang telah menaruh hati pada perempuan lain.

"Kalau boleh tahu, kapan Dhira berangkat?" tanya Adli.

"Malam ini, setelah makan bersama," jawab Dhira pelan.

Hening menyapa sekeliling ruangan, sebelum Ningrum mulai mengajak mereka untuk memulai makan malam. Dhira menangkap wajah yang sangat terkejut dengan jawabannya barusan. Dan ia yakin tak salah lihat, bahwa yang terlihat sangat tak rela mendengar waktu kepergian Dhira, bukanlah Putra, melainkan Adli sendiri.

Kak Putra, aku memang gak ada posisi sama sekali di hati Kakak, ya?

Dhira makan bersama dengan segala pikirannya. Hatinya yang berkecamuk, jantungnya yang bergemuruh. Jelas-jelas ia melihat Putra yang santai-santai saja mendengar bahwa Dhira akan pindah malam ini, berbeda dengan reaksi yang diberikan Adli. Dhira paham, Dhira sadar bahwa Adli menyukai dirinya. Dan, hal itu yang membuat Dhira semakin yakin, bahwa Putra memang benar-benar tak menaruh sedikit pun rasa padanya, dilihat dengan reaksi yang diberikan keduanya sangat berbeda.

Ia mengangguk pelan, tekadnya semakin mantap untuk pindah ke tempat barunya. Meninggalkan semua kenangan bersama Putra di sini, pun dengan perasaannya yang tiap hari terasa semakin besar dan menyiksa.

"Terima kasih untuk undangannya malam ini, Pak, Bu. Hati-hati di jalan untuk kalian sekeluarga. Sukses selalu, Dhira," pamit Putra saat mereka telah selesai makan bersama.

"Dhira, boleh aku chat kamu besok-besok?" tanya Adli pelan, merasa malu juga karena harus berbicara seperti itu di depan keluarganya Dhira.

"Boleh, Adli," jawab Dhira sambil tersenyum kecil.

Jawaban yang diberikan Dhira mampu membuat senyuman Adli melebar. Ia menganggukkan kepalanya, sebelum mengucapkan terima kasih dan pulang bersama Putra.

Nadhira kembali masuk ke dalam rumah, kemudian mulai memasukkan barang-barang yang mau ia bawa ke dalam bagasi mobil. Rara ikut membantu, ia pun ikut mengantarkan Dhira sampai kost barunya.

Saat semua telah siap, perlahan mobil yang dikemudikan Ardi meninggalkan rumahnya. Dhira menatap ke arah kaca mobil.

Biarlah ia menjadi egois, ia ingin membahagiakan dirinya sendiri, mengejar cita-citanya setinggi mungkin. Melepaskan segala sesak yang telah menggerogoti pikirannya selama satu bulan ke belakang.

*Bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro