10 (Revisi)
(Telah direvisi, 30 Juni 2021)
Setelah kejadian salah tanggap yang mana Dhira mengira bahwa i'tikaf itu adalah tidur di masjid, Dhira ngambek total pada Rara. Ya, Dhira beranggapan bahwa itu semua karena kesalahan Rara, salah Rara yang tidak menjelaskan secara rinci pada Dhira.
"Ya elo sendiri yang bilang udah paham, gak butuh penjelasan dari gue lagi, giliran udah gini malah gue yang salah?"
Alis Dhira menukik tajam mendengar Rara yang malah ikut mengomel. "Lah! Kok lo jadi balik ngomel ke gue, sih? Yang harusnya ngomel besar itu cuma gue, Rara Markoneng! Bisa-bisanya martabat gue jatuh lagi di depan pujaan hati."
"Alay."
Dhira menoyor kepala Rara dengan kencang setelah mendengar sebutan tak mengenakkan tersebut. "Alay alay, enak aja lo! Wajar karena gue lagi jatuh cinta. Makanya lo jatuh cinta, dong! Biar bisa ngerasain nikmatnya jadi alay hanya karena dapet senyuman dari pujangga."
Rara memasang wajah masam, merasa tak setuju dengan perkataan Dhira yang terdengar berlebihan. "Jijik. Geli."
Dhira cuma mendengus, bener-bener ngambek sama Rara. Didoain biar jadi jomblo selamanya, baru tahu rasa si Rara.
"Tapi, Dhir, lo ngerasa gak, sekarang lo jadi punya banyak momen sama Ka Putra?"
Denger pertanyaan Rara, kekesalan Dhira jadi hilang sepenuhnya. "Iya! Bener banget! Gue jadi kayak dipertemukan terus sama Ka Putra, jodoh kali ya?"
"Jangan mikir kejauhan dulu." Rara nyentil kening Dhira, biar tidak terlarut dalam khayalan dia. "Gue balik dulu, udah adzan maghrib. salat yang bener jangan lupa."
Begitulah Rara, yang tak pernah bosan mengingatkan sahabatnya untuk beribadah. Rara seperti hadiah terbaik bagi Dhira di saat ia mencoba untuk memulai hijrahnya.
Dhira salat maghrib, tak lupa dengan salat sunnahnya. Iya, dia mulai belajar tentang amalan-amalan sunnah, berkat ceramah Putra saat ada perkumpulan remaja masjid. Lagi-lagi, Putra selalu membawa perubahan baik untuk Dhira.
Setelah menuntaskan ibadahnya, Dhira berbaring di atas sajadah, sekalian nunggu adzan Isya katanya. Dia ambil ponselnya, iseng buka profil akun remaja masjid, dan mencari nama Putra dalam daftar pengikut.
Malik.Ibrputra_
Dhira langsung gerak cepat untuk melihat akun sang pujaan hati. Dan, ya, isinya seperti dugaan Dhira. Hanya postingan tentang ceramah atau kutipan islami. Menggambarkan Putra sekali. Pengikutnya pun tak lebih dari 200, bikin Dhira gemas setengah mati.
Kini ia sedang berperang dengan otaknya. Perang untuk mengikuti kata hati atau logika. Iya, sebingung itu dia untuk mengikuti akun Putra. Takut salah langkah sepertinya.
Tapi apa boleh buat, kata hati selalu menang. Jadi, jempol dia menekan tombol ikuti dengan lancang, lalu mulai mengirimkan pesan.
"Kak Putra, follback Dhira ya."
Dhira senyum-senyum sendiri sekarang. Merasa geli juga dengan diri sendiri karena sok imut begitu isi pesannya. Mana pernah dia menyebut nama sendiri saat berbicara dengan orang lain? Kepada keluarganya saja tidak pernah.
Dhira tetap berada di kolom pesan, berharap Putra segera balas pesannya. Namun, suara adzan tiba-tiba menyadarkannya.
Iya, suara adzan yang sangat familiar di telinga Dhira.
"Pantes. Gimana mau bales dm gue, kalo dia dari maghrib sampe isya stay di masjid gini." Dhira bermonolog, dan langsung geleng-geleng kepala. Harusnya dia ingat, lelaki yang disukainya itu sangat istimewa. Lelakinya itu lebih memilih menunggu waktu isya di masjid sambil mengaji, daripada pulang ke rumah dan bermain instagram.
Hah, membayangkannya saja, Dhira jadi minder lagi. Apa Dhira bisa memantaskan diri untuk bisa bersanding dengan lelaki sepeti Putra?
Ia fokus mendengarkan lantunan adzan dari Putra, sambil menjawab panggilan adzan tersebut. Sesekali ia mengusap air matanya. Perasaannya sungguh membuncah. Rasa ingin memiliki Putra dan dapat berjodoh dengannya sangat besar. Dhira, sungguh jatuh pada angannya.
Tapi untuk saat ini, ia tak ingin muluk-muluk. Jelas, kini hubungan mereka sudah sangat berkembang dibanding dulu. Dengan Putra yang sekarang telah mengetahui nama Dhira, mengetahui wajah Dhira, mengetahui rumah Dhira, itu saja sudah lebih dari cukup. Bahkan, dulu Dhira sama sekali tak pernah bermimpi untuk bisa berkenalan dengan Putra.
Kalau kalian tak lupa, Dhira saja baru tahu namanya saat di remaja masjid, kan?
Iya, Dhira yang dulu masih pakai celana boxer ke mana-mana itu tahu diri, gak mungkin dia minta berkenalan dengan Putra yang selalu memakai peci serta celana di atas mata kaki dan gombrang itu, kan?
Setelah ikomah, Dhira beranjak untuk shalat Isya, dan melanjutkannya dengan membaca Al-Qur'an. Orang tua Dhira yang selalu mengintip kamar Dhira tiap malam itu, selalu meneteskan air mata, melihat perubahan anak semata wayang yang sangat kontras. Bahkan, tanpa disuruh pun, Dhira telah melaksanakan kewajibannya dengan tepat waktu, ditambah mengaji pula.
Ningrum, ibunya, selalu berdoa, semoga perubahan Dhira ini terus bertahan dan menjadi lebih baik lagi. Ia pun ikut mendoakan yang terbaik untuk Dhira, untuk Dhira yang menginginkan Putra menjadi suaminya kelak. Ningrum mendukungnya. Siapa yang tidak mau punya menantu seperti Putra memangnya?
*Bersambung*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro