Gelenyar
Menyembul lagi gerombolan anai-anai itu:
Diam-diam menggerayangi dari ulu hati
Ke batok kepala. Balon-balon serba putih
Dituang dalam cangkir dan digantung
Terbalik di langit-langit rumah ini
Ada deretan bangku hitam-dingin
Yang tak pernah kosong
Dari keluh kesah.
Lambungku hendak merebah di sela-sela
Bangku berkursi empat. Aku tak sanggup
Mencium apa-apa selain bawang beku
Di tengah terik pagi menjelang siang
Selagi setengah wajahku dibekap
Aku memikirkanmu lagi. Di antara riuh
Kabar kenaikan tarif ojol, rengekan anak,
Gejolak api pada pemuda, tong sampah,
Dan menyusulnya seorang ratu sepuh
Pada suaminya. Aku memikirkanmu
Di seberang sungai beton.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro