Anamnesis
Jarum jam berdetak bagai tetes embun di atas talas
Lalu hening sejenak. Di antara kawanan kukila culas
Yang berehat sebelum bilah-bilah baskara terkampai
Dan menerpa ruas-ruas jalan di bawah mata badai
Maka, alihkan netramu, wahai para penyintas!
Badai akan segera enyah. Kalian tidak sendirian!
Cobaan ini biarlah berakhir. Jadi abu dan kandas
Atau merias jiwa dengan selaksa sayatan
Lebih baik daripada bertekuk lutut di depan sekali
Pada bayang-bayang orang lain atau diri sendiri
Diam adalah sepuluh ribu suara dalam sukma kita
Siap mencekoki ujung lidah dengan asumsi
Di titik bifurkasi. Getol meniadakan asprak suci
Maka, wahai para penyintas, ikutilah kartika kita
Dan tempatkanlah kalbu kalian di belakang lisan
Sebab di sanalah kata-kata akan berpulang
Ah, jentera samsara! Pun insan yang terpenjara
Dalam jari-jari dinginnya usai senja merebah
Adakah kesempatan lain sebelum berkalang tanah?
Meski kita mesti jadi hewan hina buat memahami
Bahwa yang rupa itu fana dan yang hampa itu esa
Lekas, lekas, songsong-menyongsong dalam darma
Kita mesti lebih cepat dari pagi buta. Jangan menanti
Mukjizat atau masa keemasan silam di kemudian hari
Walau kita terpaksa berpuasa dengan makan tanah
Atau menggelandang dalam gorong-gorong bertuah
Kita yakin esok lebih baik dari segala derita duniawi
-----
Banyuwangi, 07/03/19.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro