Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

b

"Bagaimana rumahnya menurut kamu?''

Pertanyaan pertama yang diberikan Mbok Semi sejak Vianka turun dari taksi yang mengantarkan mereka dari kostan Renia ke rumah majikan Mbok Semi.

Rumah bergaya minimalis yang terlihat bersahabat sebab banyaknya tanaman bunga yang menghiasi tamannya. Vianka bisa melihat jelas betapa terawatnya rumah itu. Bahkan sebelum dia melewati gerbang rumah berbahan kayu setinggi satu meter. Pagar rumah ini terbuat dari tralis besi berongga yang dirambati pohon bunga melati Afrika.

"Rumahnya cantik, mbok'', puji Vianka.

Dia membayangkan nyonya rumah ini pasti seorang perempuan yang sangat feminim dan penuh kasih. Terlihat dari bagaimana dia menata tamannya yang asri dan banyaknya tanaman bunga-bungaan yang mendominasi taman. Ada juga pohon bonsai tertata rapi di sepanjang teras rumah.

"Bagus kalo kamu suka, ndok. Mbok khawatir kamu ndak betah tinggal di sini. Kamu sepertinya bukan anak gadis yang sering bantu kerjaan rumah.''

Bener banget, mbok, sahut bathin Vianka.

Mereka berdua masuk ke dalam rumah beriringan. Soal Renia, perempuan itu tidak ikut karena dapat panggilan mendadak dari kantornya.

Setelah mengepak baju-baju Vianka, mereka berdua langsung meluncur ke sini. Untung barang bawaan Vianka hanya satu koper ukuran sedang, bisa dicurigai bukan pembantu kalau banyak.

"Bapak sama Mas Kasyaf pulangnya agak malam'', kata Mbok Semi.

Mesti berjalan dengan alat bantu tongkat, Mbok Semi tetap lincah. Dia mudah beradaptasi dengan kondisi kakinya.

"Bapak itu siapa? Mas Kasyaf itu siapa?'' Tanya Vianka sembari mengikuti Mbok Semi masuk ke dalam kamar yang berada di belakang dapur.

"Bapak yang punya rumah ini. Mas Kasyaf anaknya bapak'', jawab Mbok Semi. "Ini kamar kamu. Masih bersih soalnya baru tadi pagi mbok beresin.''

Vianka memperhatikan ruangan seluas dua kali dua meter ini. Kasur ukuran single di lantai dan sebuah lemari plastik tiga susun. Tidak ada televisi, AC, bahkan kipas angin.

"Mbok, nggak ada kipas angin gitu?''

"Banyak maunya. Nanti cari aja di gudang belakang. Waktu itu sih mbok simpan satu kipas angin lama.''

Vianka berseru riang. "Yeah, makasih mbok. Nggak kebayang bobok tanpa pendingin ruangan.''

Mbok Semi mengulas senyum. Menurut Vianka, mbok kelihatan lebih muda jika tersenyum. Baru kenal sebentar saja, Vianka sudah menyukai Mbok Semi yang baik tapi bermulut pedas.

"Kamar mbok dimana?''

Vianka mulai mengatur pakaiannya ke dalam lemari.

"Di sebelah. Kalau butuh apa-apa, minta ama mbok di sebelah ya. Mbok mau istirahat dulu.''

"Oke, mbok.''

Mbok Semi meninggalkan Vianka sendirian di dalam kamar pribadinya. Menyebut kamar pribadi malah membuat Vianka geli. Kamar ini lebih kecil dari kostan Renia yang full facilities, kamar mandi dalam ruangan, AC, free wifi, tv kabel, dan kulkas.

"Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah..'' Vianka mulai menyanyikan lagu D'Massive dengan nada amburatul nggak ketulungan.

Mbok Semi yang mau tidur di kamar sebelah sampai meloncat dari tidurnya. Belum pernah dia dengar suara sejelek itu. Untung bapak nggak denger suara jelek Ayuni, bathin Mbok Semi.

***

Sesuai instruksi Mbok Semi, tugas pertama Vianka adalah berbelanja. Dia harus belanja bahan-bahan yang rusak akibat tabrakan tadi pagi. Agak miris, dia yang disuruh belanja, uang dia pula yang harus keluar membayar biaya belanja.

Biarlah, toh ini memang salahnya.

Vianka memilih naik angkot untuk pulang ke rumah majikan Mbok Semi. Jika berkeras naik ojek atau taksi, uang simpanannya bisa makin menipis. Hitung-hitung olahraga dari depan kompleks sampai rumah bos barunya yang lumayan jauh.

Vianka yang sudah tidak sabar ingin pipis, mempercepat langkahnya. Biar kakinya pendek, asal digerakan cepat, dia pasti bisa segera sampai.

Sisa seratus meter lagi jarak rumah majikannya. Pagar tralis cokelat keemasan sudah terlihat eksotis terkena terpaan sinar jingga mentari.

Tunggu!

Di kejauhan Vianka menangkap gelagat tidak wajar seorang pria di depan rumah bos barunya. Mungkinkah ada maling di sore hari begini?

Vianka mengambil batang kayu yang tergeletak di tanah dekat trotoar. Sambil merapalkan doa keselamatan dan mengatur napas, dia berjalan mendekat. Kakinya berjinjit agar tidak diketahui kehadirannya oleh si maling.

Satu.. Dua.. Tiga..

Buk! Buk! Buk!

Vianka menerjang pria itu dengan ayunan batang kayunya. Dia tidak menghiraukan pekikan kesakitan dari si tersangka kriminal. Dia terus memukul tanpa kenal ampun. Biar si maling kapok, begitu pikirnya.

"Ayuni berhenti!''

Vianka baru menghentikan aksi heroiknya setelah suara teriakan Mbok Semi menginterupsinya. Pria 'calon maling' itu sudah terduduk di depan gerbang. Wajahnya babak belur.

"Ya ampun, Ayuni. Kamu kenapa mukulin bapak, ndok?''

Mbok Semi berjalan tertatih-tatih membuka gerbang kayu. Vianka tidak paham kenapa dia yang kena omel, dia yang menyelamatkan rumah ini dari kemalingan.

"Ayah!'' Seorang bocah laki-laki sekitar sepuluh tahun mendekati 'calon maling'. Anak itu terisak melihat kondisi pria yang ditebak Vianka adalah ayahnya.

Pria itu berusaha berdiri. Tangannya memegangi perutnya. Meski wajahnya memar dan berdarah, dia tetap berusaha tersenyum pada si anak. "Ayah nggak apa-apa.''

"Adududuh'', ringis Vianka karena lagi-lagi Mbok Semi menjewer telinganya.

"Kamu kenapa mukulin bapak?'' Tanya Mbok Semi

"Bapak siapa? Dia mau maling tuh mbok. Masa tadi dia manjat gerbang'', adu Vianka.

"Ya biarin aja dia panjat. Toh gerbang ini gerbang rumahnya. Cah sableng, bikin malu'', omel Mbok Semi.

Ayah dan anak itu hanya diam menyaksikan drama sang pembantu dengan gadis muda yang tidak mereka kenal.

"Pak, maafin Ayuni ya. Dia baru datang dari kampung. Mau bantu-bantu saya'', kata Mbok Semi lembut kepada pria yang dianggap 'calon maling' oleh Vianka.

Vianka malu sekali dengan perbuatannya yang salah sasaran. Bukan memukul maling, malah memukul Pak 'calon bos'-nya.

Mbok Semi menyenggol lengan Vianka. Dia memberi kode agar Vianka minta maaf pada Pak 'calon bos'.

Vianka pelan-pelan mengangkat wajahnya. Dia meringis melihat hasil perbuatannya membuat wajah majikannya memar dan berdarah.

"Saya minta maaf, pak. Saya bener-bener nggak tau'', mohon Vianka.

Pria itu menatap sengit pada Vianka. Jujur Vianka baru kali ini bertatapan dengan pria yang murka sampai wajahnya merah padam begini.

"Mending kamu bersihin dulu itu'', kata Pak 'calon bos' sambil menunjuk genangan air di kaki Vianka. Seringai sinis tersimpul di bibir Pak 'calon bos'.

Vianka dan Mbok Semi mengikuti arah telunjuk Pak 'calon bos'.

"Ya Ampuuunn.. kamu ngompol Ayuni?''

Tbc

Happy Reading

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro