Chapter 2 : Keputusan Bulat
"Harusnya kamu merasa beruntung, dong, dijodohin sama Hamzah. Dia itu pendiem, nggak neko-neko, mana rajin jamaah di masjid, selain itu juga dia pintar. Kita nih udah di akhir zaman, nyari suami itu yang paham agama biar selamat dunia akhirat," oceh Kinar, sahabat Shira.
Shira hanya menghela napas panjang sambil menatap foto iklan Ryuga, superstar K-Pop di papan reklame mempromosikan aplikasi belanja. Shira mengenal Ryuga tiga tahun yang lalu, waktu pelik Shira menghadapi dunia setelah ketok palu orang tuanya. Di ruang tunggu Pengadilan Agama, Shira melihat video musik boygrub asal negeri ginseng tersebut yang diputar di televisi ruang tunggu.
Lirik dan makna lagu untuk tetap melanjutkan hidup terdengar menggelitik di telinga Shira. Seolah mereka sedang berbicara pada gadis itu, meskipun dunia seolah berhenti tanpa peringatan, Shira harus tetap berjalan. Seperti anak panah yang terbang di langit, biarkan semua terlepas dan berjalan apa adanya. Dunia telah berubah, itu bukan sebuah akhir, tetapi sebuah langkah yang baru.
Beyond The Star adalah nama grub Ryuga dengan tujuh personil yang kini lagu-lagunya telah mendunia. Dari tujuh personil tersebut, Shira tertarik pada kepribadian Min Ryuga, sikapnya yang misterius dan lirik-lirik lagunya yang bermakna kehidupan menghangatkan sisi hidup Shira yang mendingin karena pecahnya kehangatan rumah.
"Kamu kenapa suka sama dia?" tanya Kinar sambil menunjuk foto iklan Ryuga dengan matanya. "Kamu tahu, kan, kita ini dilarang mencintai kaum kafir? Entar di akhirat kita bisa dikelompokan dengan mereka."
Shira hanya tersenyum, "Siapa bilang aku mencintainya?"
"Kamu ngoleksi photocard, sering nonton video klipnya, kamu juga pernah beli albumnya, kan? Bohong, kalau kamu nggak cinta."
"Dia penghiburku di masa sulit. Aku cuma sebatas suka, bukan berarti mendamba ingin memiliki. Kalimat-kalimatnya kadang suka nge-push semangatku yang kendor. Bisa dibilang dia adalah perantara Allah penyembuh sakitku di masa lalu, melalui lagu-lagunya."
"Penyembuh itu salat, baca Al-qur'an. Bukan dengerin musik orang kafir."
Shira kembali tersenyum, "Salat dan Al-qur'an itu kewajiban. Sudah pasti jadi langkah pertama sebelum mencari hiburan lain." Shira menoleh ke arah Kinar yang mengerutkan kening, "Kamu nggak akan bisa paham kalau kamu nggak pernah berjalan di sepatuku."
Kinar semakin mengerutkan keningnya, tak paham. Kinar adalah satu-satunya orang yang tahu kalau Shira menyukai superstar negeri ginseng itu. Sudah berapa kali Kinar menasihati agar Shira tidak terjerumus pada magic shop hiburan Korea, tanpa tahu bahwa keinginan bunuh diri Shira tiga tahun lalu terurungkan karena lirik lagu Beyond The Star untuk mencintai diri sendiri.
Shira tak membenci Kinar, sebab Shira tahu kalau sahabatnya itu tak paham beratnya jalan yang telah dilalui Shira tiga tahun terakhir sampai akhirnya bisa wisuda tahun ini. Kinar hidup dalam keluarga yang harmonis, Shira memahami Kinar kalau ia tak bisa memahami dirinya.
Memutuskan menyukai Beyond The Star sudah pasti menjadi pro dan kontra karena status Shira sebagai penganut agama Islam. Kebanyakan yang kontra menganggap buruk menyukai K-Pop, padahal jika ditelisik menyukai idola sepak bola, idola sinetron, idola dangdut pun juga sama saja. Itu hanya hobi, sebuah kesukaan.
Sejak Shira memutuskan menyukai Beyond The Star, khususnya menyukai Ryuga, Shira sudah menarik sebuah garis batas. Ada beberapa prinsip yang ia pegang, apabila Beyond The Star atau Ryuga berlawanan dengan prinsip yang Shira pegang, Shira siap untuk meninggalkan mereka.
"Kamu kalau beneran bisa ketemu Ryuga, apa yang pengin kamu bilang, Shir?"
Shira menggeleng, "Nggak ada."
Kinar kembali mengerutkan kening, ia sama sekali tak memahami cara mencintai Shira kepada idolanya. "Aneh, kamu, mah. Di mana-mana orang ketemu idolanya pasti ngomong banyak hal dong."
"Oh, ya, kamu jadi lanjut ke Turki, Kin?" Shira mengalihkan pembicaraan.
Kinar mengangguk, "Sayang banget nggak ada kamu di sana."
Shira hanya menghela napas panjang sambil kembali menatap papan reklame iklan Ryuga. Beasiswa yang ia ajukan semua ditolak di beberapa universitas pilihannya. Kini gadis itu sedang memutar otak agar tak dijodohkan dengan pria yang sama sekali tak dikenal. Shira hanya sebatas tahu, tetapi tak benar-benar kenal dengan Hamzah.
"Kamu belum jawab pertanyaanku, tahu."
"Pertanyaan apa?"
"Kenapa kamu nggak mau dijodohin sama Hamzah?"
Shira kembali menghela napas besar. Bukan masalah Hamzahnya, tetapi masalah waktu yang terkesan mendadak. Shira punya mimpi yang ingin ia kejar, termasuk mimpi ingin membuktikan ia bisa bahagia bersama mamanya tanpa sang ayah. Shira ingin mandiri dan berpendidikan tinggi, ingin keliling dunia dan mencari bahagia untuk mengganti masa-masa kelam mamanya.
"Aku ngerasa nggak pantas jadi istri Hamzah." Hanya kalimat itu yang bisa menjadi alasan untuk menutupi misi besarnya.
ㄴㅇㄱ
Shira baru saja memarkir motor di garasi rumah, matanya menyipit melihat mobil Nurman terparkir di halaman. Sambil berjalan masuk dan mengucap salam, Shira semakin mengerutkan kening karena tidak ada orang di ruang tamu.
"Mama!" panggil Shira sambil berjalan ke kamar Halima, ternyata kosong.
Kakinya kembali mengayun, kini berjalan menuju dapur. Pintu belakang dapur terbuka, tercium bau asap menguar.
"Ma!" panggil gadis itu lagi, ia mempercepat langkahnya keluar dapur melalui pintu belakang, takut jika ada kebakaran karena aroma asap yang pekat. Begitu keluar, mata Shira membeliak kaget saat melihat Nurman menyobek album dan foto-foto Ryuga koleksinya.
"Ayah!!!" pekik Shira sembari berlari. Tak hanya ada Nurman di sana, ada Halima dan Seruni juga. "Ayah, apa-apaan sih bakar-bakar barang Shira!?"
Nurman semakin brutal menyobeki foto-foto Ryuga kemudian dilempar ke arah tong pembakaran. Pria paruh baya itu kini berjalan mendekati Shira dengan sorot penuh amarah.
"Barang nggak guna memang harusnya dibakar! Kamu yang apa-apaan nyimpen-nyimpen foto mereka? Mau kafir kamu?" tunjuk Nurman ke wajah Shira. "Ini sebabnya dulu Ayah mau kamu ikut sama Ayah! Kamu udah kebablasan ngoleksi barang-barang mereka! Habis-habisin uang beli barang nggak guna!"
"Itu semua Shira beli pakai Shira sendiri, Yah! Nggak minta sama Ayah!" protes Shira, ia menabung susah payah untuk membeli album itu.
"Mau pakai uang kamu, uang siapa kek, tetep bakal Ayah bakar! Mau jadi apa kamu ngoleksi kayak gitu? Mau murtad kamu?" ujar Nurman seolah tak memberi penjelasan bagi Shira untuk membela dirinya sendiri.
"Astagfirullah, Mas!" sela Halima yang sedari tadi diam, ia tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan ketika Nurman memaksa masuk ke dalam kamar Shira dan mengobrak-abrik barang putrinya itu. Halima sendiri juga terkejut mengetahui sang putri mempunyai kegemaran mengoleksi foto-foto boygrub di dalam jajaran buku-bukunya.
Mendengar kalimat ayahnya, Shira hanya diam. Bukan karena ia takut, tetapi karena kecewa. Seperti itulah anggapan sebagian orang, menganggumi idola k-pop disamakan dengan kemurtadan, padahal sama sekali tak mengubah akidah Shira. Shira sangat tahu batasan menganggumi sesama makluk Allah, mereka juga manusia biasa bukan nabi. Shira tahu betul tentang itu.
"Terima saja tawaran Ayah buat nikahin kamu sama Hamzah, biar kamu nggak keblabasan kayak gini!" Nurman berjalan ke arah Halima, "Halima, kamu kalau nggak bisa ngatur anak, biar saya yang mendidiknya!"
Shira sudah tidak tahan dengan sikap sang abi. Namun, Halima langsung meraih tangan putrinya, mencoba memberi isyarat agar Shira bisa menahan amarah.
"Nanti aku coba bicara sama Shira, Mas."
"Nggak perlu, Ma, Shira nggak mau dijodohin!"
"Diam, Shira," tegur Halima, "Kalau udah selesai urusannya, Mas Nurman bisa pulang saja, malu dilihat tetangga ribut-ribut. Nanti aku kabari kalau udah bicara sama Shira."
Nurman menghela napas gusar, "Ayo, Seruni, kita pulang." Nurman meraih tangan Seruni untuk beranjak dari halaman belakang rumah Shira.
Meninggalkan Shira dan mamanya serta tong pembakaran yang membakar habis koleksi album dan foto-foto Ryuga. Shira menatap tong pembakaran itu dengan perasaan kesal, tangan gadis itu mengepal menahan amarah yang berusaha mati-matian ia tahan. Nurman tidak tahu, apa yang dibakarnya itu pernah menjadi alasan Shira tersenyum setelah badai keluarga mereka.
"Ayo, Shira kita bicara di dalam," ujar Halima.
Shira masih menatap tong pembakaran itu, tak langsung menuruti perintah sang mama untuk beranjak dari sana. Benaknya sedang berputar, tercipta satu keputusan di kepalanya.
"Ma." Shira menoleh ke Halima, "Shira mau kuliah di Korea," ucap gadis itu dengan tatapan serius.
"Kamu sudah nggak waras, ya? Mana boleh sama ayahmu."
"Selama Shira mendapat izin dari Mama, Shira nggak perlu izin dari Ayah."
"Shira..."
"Shira nggak perlu izin dari orang yang nyakitin Shira!" Gadis itu menatap Halima dengan nanar, "Shira akan berusaha lebih keras, Ma. Shira nggak akan ngecewaiin Mama. Shira cuma minta doa Mama, itu saja."
Halima menatap punggung anak gadisnya dengan perasaan berkecamuk, ia takut dan bingung. Shira selama ini sudah banyak mengecap rasa sakit karena keputusan Halima yang tak ingin dimadu dan berakibat perceraian yang membuat Shira terluka dan banyak berkorban. Halima hanya ingin putrinya itu bahagia dengan apa pun pilihan jalannya.
Sementara Shira melangkah dengan langkah penuh tekad, masuk ke kamarnya lalu membereskan satu persatu bukunya yang berserakan. Kemudian gadis itu membuka laptop, membuka laman universitas bergengsi di Korea. Mencatat segala keperluan mendaftar. Semalaman suntuk Shira mengobrak-abrik berkas.
Esoknya ia pergi ke kampus untuk meminta surat rekomendasi dan berkas lainnya, ditemani Kinar yang sebelumnya memang lolos mendapat beasiswa S2 di luar negeri.
"Aku udah bantu kamu buat contoh personal statement, tinggal surat rekomendasi, sertifikat TOELF, LoA dan Bakor. Aku punya kenalan yang ngajar di lembaga bimbel basing, mungkin di sana juga ada kursus Bahasa Korea. Ah, ya, lupa, kamu, kan, udah lumayan ya bakornya. Oke, surat-surat kayak scan KK, KTP, Ijazah, Transkip, udah, kan?" cerocos Kinar sambil membolak-balik berkas Shira, mereka sedang berjalan menuju ruang kemahasiswaan untuk memproses surat rekomendasi.
Shira menghentikan langkahnya.
Kinar membalikkan badan dan turut berhenti, "Ada apa?"
Shira tersenyum, "Kamu semangat banget bantu aku? Kemarin baru aja bilang kalau aku nggak boleh keterlaluan sama hal-hal yang berbau Korea. Sekarang kamu malah repot-repot pergi ke kampus pagi-pagi buat bantu aku kuliah di Korea."
Kinar menurunkan bahunya sambil tersenyum, "Aku nggak tahu alasanmu apa tiba-tiba mau kuliah di Korea, yang aku tahu kamu pasti nggak sembrono mengambil keputusan ini, juga aku yakin bukan karena Ryuga, kan?"
"Iya, benar. Ini nggak ada sangkutpautnya sama Ryuga," tegas Shira.
Sama sekali tidak ada sangkutpautnya dengan Ryuga atau Beyond The Star, keinginan Shira didasari oleh sikap sang ayah dan perjodohan itu. Shira terlalu muak dan ingin melawan pilihan sang ayah dengan pilihannya sendiri.
ㄹㄹㄹ
Disclaimer: Cerita ini tidak ada hubungan langsung dengan tokoh-tokoh inspirator, murni imajinasi dan fiksi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro