p r o l o g
Di sebuah tanah lapang, tak jauh dari kota Jakarta.
Sudah beberapa jam terlewat sejak matahari beranjak turun menuju peraduannya, namun pemuda itu masih tidak mengenal lelah. Kaki panjangnya berlari tak tentu arah menggiring bola, lantas menembaknya menuju gawang buatan dalam sekali tendang.
Ia bahkan sudah tak peduli pada telapak kakinya yang berdarah atau pun teman-temannya yang terkapar lelah. Belum hilang. Belum lenyap. Sesak itu tidak juga punah.
Ia lantas membanting tubuhnya di atas tanah lapang. Napasnya memburu keras, tapi nyaringnya tetap kalah dengan jeritan dalam hatinya.
Sekali lagi, kenyataan itu berhasil meremukannya.
***
Di sebuah balkon kamar hotel, dengan malam sebagai payungnya.
Gadis itu duduk tepat di belakang birai balkon. Matanya menatap lurus menuju jalan raya. Di sana, ratusan mobil melintas cepat, kerlap-kerlip lampunya mengalahkan ratusan bintang yang berserak tersembunyi di balik awan.
Televisi yang menyala membuatnya beranjak dari sana, sebuah talk show dengan topik paling hangat saat ini mengisi layar datar berukuran 20 inch. Ia terdiam cukup lama di sana, perbincangan semakin sengit ketika Jurnalis pembawa acara tersebut menyebut beberapa nama, termasuk nama yang ia hapal di luar kepala. Gadis itu menekan remote dalam sekejap layar itu berubah gelap.
Gadis itu merebahkan tubuhnya, menatap hampa pada tempat tidur kosong di sampingnya, lantas membagi tatapannya pada ponsel di atas meja. Sunyi. Tidak ada yang datang dan tidak ada pesan balasan. Malam ini ia kembali sendirian.
-----------
A/n:
Part ini sebelumnya sudah dipublish, tapi karena satu dan lain hal, aku take down. Sekarang, aku balik lagi.
Semoga bisa bertahan sampai terakhir.
Terima kasih yang masih tetap setia, walau aku sangat tidak jelas.
Ayo kita mulai sekali lagi.
Bismillah.
Tangerang Selatan, 01 Maret 2020.
Best regards,
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro