Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pengagum Rahasia

Sekembalinya dari liburan, Shayra mencoba membangkitkan lagi semangat yang mulai memudar. Kini, orang tuanya tahu jika selama ini ia berada di panti asuhan. Setelah pertengkaran hebat dengan sang ayah satu minggu yang lalu, ia memahami jika didikan keras dari beliau selama ini adalah cara agar ia tumbuh menjadi gadis yang kuat. Ingatan Shayra terlempar pada masa itu, saat seluruh tubuhnya menjadi saksi kerasnya didikan sang ayah.

“Ampun, Pak! Sakit....” Tubuh kecil Shayra gemetar menahan perihnya pukulan.  Gadis itu sudah tersungkur tidak berdaya, tetapi sang ayah masih saja menghujaninya dengan sabetan reng bambu.

“Kamu apakan anaknya Bu Nur?” bentak ayahnya.

“Aku nggak ngapa-ngapain, Pak,” jawab Shayra kecil sambil terisak.

“Jangan bohong kamu! Kata Bu Nur, lengan anaknya sampai bengkak.” ucap ayahnya.

“Bukan gara-gara aku, dia jatuh sendiri setelah nyembunyiin sandalku.” Lelaki itu menghentikan pukulannya setelah mendengar pengakuan Shayra.

“Astaga, Mas. Kamu keterlaluan!” pekik ibu Shayra saat tiba di rumah dan mendapati tubuh anaknya dipenuhi memar dan lecet. Ibu Shayra langsung memapahnya bangun dan memintanya duduk sementara ia mengambil minuman dan kotak obat.

Ini bukan yang pertama sang ayah memperlakukannya seperti itu. Ia bahkan pernah disuruh berdiri di luar saat matahari bersinar sangat terik, hanya karena lupa belum memasak nasi saat ayahnya pulang dari shift malam. Ibunya sudah berangkat pagi, hingga lupa memasak nasi.

Dulu ayah dan ibunya bekerja di perusahaan yang sama, hingga akhirnya mengalami pemutusan hubungan kerja karena perusahaan yang hampir gulung tikar. Sejak kecil Shayra selalu dibatasi untuk bermain maupun berteman dengan seseorang. Bahkan teman-temannya takut untuk mengajaknya bermain bersama.

Air mata Shayra tiba-tiba menetes mengingat peristiwa itu. Ada luka lama yang seolah terbuka kembali. Tidak ada dendam dalam hatinya, hanya rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan.

“Mbak, ada yang nyariin,” kata Amel, salah satu adik kelas di panti asuhan.

“Siapa?” Shayra segera menghapus jejak air matanya dan memasang wajah ceria.

“Mas Setyawan. Ditunggu di gerbang belakang katanya,” ucap Amel sembari pergi meninggalkannya.

Shayra mengambil sebuah buku yang biasa mereka pakai untuk komunikasi. Gadis itu sudah menuliskan pesan di sana. Ia mengambil napas panjang dan mengatur detak jantungnya sebelum menemui lelaki yang sudah menjadi pacarnya selama lima bulan ini.

“Hai, apa kabar?” sapa Setyawan saat melihat wajah pujaan hatinya.

“Baik.” Shayra mengedarkan pandangannya ke sekitar, berjaga-jaga jika tiba-tiba pimpinan panti atau salah satu pengasuh akan memergoki mereka.

“Kamu lagi ada masalah?” tanya lelaki itu.

“Nggak ada,” ucap Shayra.

“Terus kenapa beberapa hari ini seolah kamu sedang menghindariku?” Setyawan memegang tangan Shayra dari sela-sela gerbang.

“Maaf, sepertinya aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku mau fokus belajar,” ucap Shayra sembari menundukkan pandangannya.

“Kamu bercanda ‘kan?” desak lelaki itu.

“Maaf, tapi ini demi kebaikan kita berdua. Sekali lagi maaf.” Shayra berbalik dan berjalan cepat meninggalkan lelaki itu yang masih berdiri mematung.

Shayra sebenarnya merasa bersalah dengan keputusan sepihaknya. Gadis itu terpaksa mengakhiri hubungan mereka. Ia sudah mencoba untuk membuka hati pada Setyawan. Namun, tidak ada getaran apa pun di hatinya. Maka dari itu ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini.

Gadis itu tidak ingin lagi mendustai perasaannya. Lelaki itu pantas mendapatkan yang lebih baik. Biar lah terluka hari ini, dari pada harus memaksakan diri.

***

Tahun ajaran baru sudah dimulai. Saatnya untuk kembali menata hati dan semangat. Shayra duduk sendiri di bagian belakang. Mencoba untuk tidak terlihat mencolok.

Semenjak ia memenangkan lomba puisi minggu lalu, ada seorang laki-laki yang diam-diam memperhatikannya. Lelaki itu mencuri pandang dari balik jendela kelas. Hatinya ingin mendekat, tetapi nyalinya terlalu ciut untuk menerima penolakan.

Suatu hari tiba-tiba lelaki itu menjatuhkan kertas di dekat Shayra yang duduk di depan kelas saat jam istirahat. Gadis itu menutup buku yang dibacanya dan mengambil kertas tersebut. Di dalamnya ternyata berisi puisi yang cukup menyentuh. Namun, ia tidak tahu siapa yang menjatuhkan kertas tersebut. Matanya hanya fokus terhadap buku yang dibacanya sehingga tidak memperhatikan sekitar.

Hal itu terus berulang hingga beberapa kali. Shayra penasaran siapa sebenarnya yang menuliskan puisi itu. Shayra berpura-pura membaca buku untuk menangkap basah orang yang melemparinya kertas akhir-akhir ini. Tampak seorang pemuda berjalan melewatinya sambil melemparkan sesuatu.

“Tunggu!” ucap Shayra sembari memungut kertas itu.

“Apa selama ini kamu yang memberiku puisi-puisi ini?” tanya Shayra.

“I...iya. Maaf jika kamu tidak suka, aku akan menghentikannya.” Lelaki itu menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mata Shayra.

“Aku suka. Lain kali cobalah untuk lebih percaya diri,” ucap Shayra sembari masuk ke dalam kelas.

Lelaki dengan tinggi 170cm dan bermanik mata cokelat itu tersenyum memandang Shayra dari belakang. Seolah ada bunga-bunga yang bermekaran di sekitarnya mengiringi suasana hati yang tengah berbahagia. Usahanya selama ini ternyata tidak sia-sia. Gadis yang membuatnya semangat untuk bersekolah, kini susah mulai membuka hati.

Ternyata gadis itu tidaklah sombong seperti yang dibicarakan oleh teman-temannya. Ia memang terlihat pendiam dan cuek terhadap keadaan sekitar, sehingga membuatnya terkesan sombong dan angkuh.

Wajah Shayra tampak memerah menahan malu saat harus menegur lelaki tadi. Pasalnya selama ini ia memang tidak pandai dalam bergaul. Di kelas pun ia dikenal sebagai gadis yang pendiam. Ia hanya akan menimpali ucapan temannya hanya saat ditanya saja. Selebihnya ia akan menjadi pendengar setia.

Setelah memutuskan hubungan dengan kekasihnya beberapa bulan lalu, memang banyak laki-laki yang tiba-tiba mendekatinya. Entah apa yang terjadi, semua laki-laki itu berusaha untuk mengambil hati Shayra. Namun, gadis itu tidak tertarik sama sekali untuk menjalin hubungan dengan seseorang dalam waktu dekat.

Shayra tidak ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Bu Cipto pasti akan bercerita hal yang lebih menyakitkan, jika ia memiliki kekasih lagi. Entah dari mana wanita itu mendapatkan informasi tentang dirinya. Seolah ada mata-mata yang mengawasi gerak-gerik gadis itu selama ini.

Ia tidak ingin orang tuanya menerima cibiran dari tetangga karenanya. Shayra benar-benar sangat berhati-hati dalam bertindak. Biar lah orang lain menganggapnya sombong karena menutup diri dari yang lain. Ia hanya ingin menjaga amanah dari kedua orang tuanya. Berusaha menjadi gadis baik di mata mereka.

Walaupun sesungguhnya jauh di hati kecil Shayra, ia ingin bebas. Ia ingin menikmati masa mudanya tanpa bayang-bayang amarah sang ayah. Namun, setiap kali ia ingin melangkah, belenggu trauma kekerasan di masa lalu membuat nyalinya seketika menciut. Ia seakan terikat oleh tali yang tidak terlihat. Sebuah jerat halus yang membuatnya tidak leluasa bergerak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro