Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Gempa

Pagi itu suasana panti tampak tenang, anak-anak mulai bersiap untuk berangkat sekolah. Namun, tepat pukul 05.55 WIB saat semuanya tengah menunggu jam sarapan yang kurang lima menit lagi, tiba-tiba terasa guncangan yang sangat dahsyat. Awalnya Shayra berpikir jika mungkin saja itu karena temannya yang berada di tempat tidur atas baru saja terbangun, sehingga menimbulkan gerakan pada tempat tidur karena posisi gadis itu berada tepat di bawahnya menyandar pada tangga. Namun, semakin lama guncangan itu semakin kencang.

Terdengar suara teriakan orang-orang yang mengabarkan ada gempa bumi. Shayra buru-buru berlari ke luar kamar. Gadis itu mendapati tanah yang dipijaknya bergerak bergelombang. Suasana panti menjadi mencekam, bahkan salah seorang temannya jatuh pingsan karena kejadian itu.

Semua orang panik, beberapa dari mereka bahkan keluar dari kamar mandi tanpa mengenakan sehelai benang pun dan masih berlumur sabun. Gempa bumi itu berlangsung sekitar 57 detik. Walaupun singkat, tetapi berhasil memorak-porandakan seisi bangunan.

Setelah guncangan itu berhenti, kepala panti meminta semua anak untuk berkumpul di lapangan. Beliau ingin memastikan jika semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Anak-anak diminta segera sarapan sebelum terjadi gempa susulan, lalu bergegas berangkat sekolah.

Shayra benar-benar takut, pasalnya sepanjang jalan yang ia lewati saat menuju sekolah menyuguhkan pemandangan mengerikan. Banyak rumah yang atapnya hilang, bahkan temboknya tampak retak akibat guncangan yang cukup dahsyat itu. Ada pula rumah yang rata dengan tanah, keadaan bangunan itu hancur.

Sebenarnya hari senin depan anak-anak SMK harus mengikuti ujian semester dan baru akan dibagikan kartunya besok. Namun, pihak sekolah memutuskan untuk memajukan pembagian kartu ujian menjadi hari ini, dikarenakan gempa yang terjadi tadi membuat beberapa atap sekolah hancur.

Malam harinya keadaan di sekitar panti gelap gulita, semua anak panti berkumpul di teras sambil membawa alat tidur masing-masing. Mereka menata kasur di sepanjang jalan dari ruang makan sampai kamar pengasuh. Listrik dan sambungan telepon terputus. Hujan lebat pun mengguyur tempat itu. Kilatan petir yang menyambar ditambah minimnya penerangan membuat suasana semakin mencekam.

Mereka sengaja tidur di luar agar bisa lari ke lapangan jika gempa susulan tiba-tiba muncul. Beberapa kali mereka harus terbangun karena gempa susulan tersebut. Bahkan ada salah satu pengasuh yang terjatuh karena kakinya tersandung pot hingga mengakibatkan jempol kakinya bengkak dan kukunya hampir terlepas.

Beberapa hari pasca gempa, suara telepon panti tidak henti-hentinya berdering. Anggota keluarga mereka mungkin panik dan khawatir, mengingat beberapa hari sambungan telepon terputus akibat adanya gempa. Tiba-tiba ada yang memanggil Shayra, mengabarkan jika ada sambungan telepon untuk dirinya. Gadis itu segera berlari menuju ruang kerja kepala panti, tempat di mana telepon itu berada.

“Halo,” sapa gadis itu.

“Halo, Nak. Apa kamu baik-baik saja? Bapak dan ibu melihat berita di TV tentang gempa di Jogja beberapa hari yang lalu. Gimana keadaan kamu di sana?”. Ayah dan Ibu Shayra memberondongnya dengan pertanyaan.

“Alhamdulillah, Shayra sehat,” jawab gadis itu.

“Syukurlah kalo begitu. Soalnya bapak ngeri melihat beritanya di TV,” ucap Ayahnya lega.

“Di sana aman kan? Apa masih sering terjadi gempa susulan?” tanya sang ayah.

“Gempa susulan masih terjadi beberapa kali. Ini juga masih pada tidur di luar, masih takut tidur di kamar,” jelas Shayra.

“Bapak sama ibu khawatir sama kamu. Ibumu dari kemarin nangis aja mikirin kamu, apalagi ditelepon juga nggak nyambung. Baru sekarang akhirnya bisa tersambung,” ucap ayah Shayra.

“Iya, dua hari kemarin emang listrik dan sambungan telepon terputus. Sampai sekarang pun listriknya masih belum nyala,” jawab Shayra.

“Baiklah, kamu hati-hati di sana. Jaga kesehatan, kami akan selalu berdoa untuk kamu.” Shayra tersenyum bahagia mendengar ucapan sang ayah.

“Baik, Pak.” Shayra menutup teleponnya dan kembali ke tempat tidur.

Shayra bahagia ternyata kedua orang tuanya masih mengkhawatirkannya. Awalnya gadis itu hampir menangis karena sejak sambungan telepon mulai normal tadi siang, ia belum juga mendapat telepon dari mereka. Mungkin karena saking banyaknya yang ingin menelepon menyebabkan akses jaringan sedikit terganggu.

Di tengah kepanikan akibat gempa, beberapa dari mereka justru semakin khawatir dengan meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Pasalnya anggota keluarga mereka belum ingin mengungsi, padahal merapi sudah terlihat tidak baik-baik saja. Belum lagi isu tsunami yang tempat santer terdengar beberapa waktu lalu karena masyarakat mendapati air laut naik ke permukaan.

Keesokan harinya, anak-anak SMK harus mengikuti ujian semester sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh sekolah. Mau tidak mau mereka harus mengikuti aturan, meskipun rasa khawatir akan gempa susulan masih saja menyelimuti mereka. Bahkan ada beberapa kelas yang melakukan ujian di halaman sekolah.

Suasana ujian yang seharusnya tenang, justru menjadi lebih menakutkan. Kepala sekolah sudah memberitahukan jika sewaktu-waktu terjadi gempa susulan, semua murid diwajibkan untuk berlari ke luar gedung. Ia tidak mau mengambil resiko jika tiba-tiba atap bangunan roboh dan menimpa salah satu atau beberapa dari mereka.

Kejadian ini benar-benar menyisakan trauma bagi semua orang. Tidak sedikit dari mereka yang harus kehilangan rumah, harta benda, bahkan anggota keluarga. Salah satu anak panti pun mendapat kabar jika neneknya meninggal akibat tertimpa bangunan rumah karena gempa.

Shayra sendiri pun baru kali ini merasakan guncangan yang cukup dahsyat. Ia tidak pernah membayangkan akan menjadi salah satu korban gempa. Benar-benar pengalaman yang tidak akan pernah dilupakannya. Apalagi detik-detik tanah bergerak bergelombang, matanya menangkap dengan jelas hal itu.

Gempa ini menjadi salah satu bencana alam yang cukup besar di tahun ini. Pasalnya ia menelan korban nyawa yang sangat banyak. Belum lagi bangunan-bangunan yang rusak akibat gempa itu. Jiwa-jiwa yang mengalami trauma pun jumlahnya tidak sedikit. Salah satu kejadian yang akan tercatat dalam sejarah. Akibat dari tabrakan antara lempengan Indo-Australia dengan lempengan Eurasia yang mengakibatkan guncangan yang cukup dahsyat.

Shayra tidak tahu harus senang atau sedih menjadi orang yang merasakan langsung kejadian itu. Ia bahkan belum percaya jika hal ini terjadi menimpa dirinya. Namun, gadis itu bersyukur akan satu hal, yaitu orang tuanya sudah menghubungi dan menanyakan kabar setelah sekian lama merasa terabaikan. Mungkin jika gempa ini tidak terjadi belum tentu kedua orang tuanya akan menanyakan kabar dirinya.

Hal itu membuka sedikit pemikiran Shayra, jika ternyata orang tuanya masih peduli pada gadis itu. Pikiran negatif yang semula memenuhi benaknya, sedikit demi sedikit mulai terbuka. Benang kusut dalam otaknya perlahan mulai terurai. Shayra berharap mereka akan menjadi lebih baik dengan jarak yang sengaja dibuat oleh gadis itu. Semakin hari pun, ia sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan panti.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro