Berita Bohong
Tidak terasa sudah hampir sembilan bulan Shayra tinggal di panti asuhan. Selama itu pula ia selalu meyakinkan diri sendiri jika ia mampu bertahan. Tidak dapat dipungkiri jika sebenarnya ini cukup sulit baginya. Beberapa anak yang seangkatan dengannya bahkan lebih memilih kabur dari pada harus bertahan dengan banyak kesulitan yang harus dihadapi.
Beberapa bulan di tempat ini, ternyata ada seorang pemuda yang tertarik dengannya. Pemuda itu berasal dari masyarakat sekitar yang merupakan kakak kelasnya di sekolah. Entah kebetulan atau memang disengaja, pemuda itu selalu bertemu dengan Shayra saat sedang berjalan ke sekolah. Diam-diam pemuda itu mengirimkan surat yang berisi ajakan untuk bertemu di gerbang belakang panti asuhan yang berada di dekat dapur kotor. Awalnya Shayra ragu untuk menemui pemuda itu, tetapi ia penasaran tentang apa yang ingin dikatakannya.
Shayra pun menuju lokasi, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Kebetulan ini adalah jam tidur siang, jadi kepala panti asuhan dan sebagian besar penghuninya sedang beristirahat. Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekitar, terlihat seorang pemuda sedang berjalan ke arahnya. Pemuda itu tersenyum saat melihat Shayra sedang menunggunya.
“Udah lama nunggu?” tanyanya.
“Nggak juga, baru sekitar lima menit yang lalu. Ada perlu apa?” ucap Shayra.
“Sebelumnya terima kasih sudah mau ke sini. Jujur sudah lana aku naksir kamu, tetapi memang menunggu waktu yang pas untuk memberi tahunya,” ungkap pemuda itu.
“Kamu mau nggak jadi pacarku?” sambung pemuda dengan rambut belahan tengah itu sambil berlutut.
Tindakan tiba-tiba pemuda itu membuat Shayra terkejut. Pasalnya ia belum begitu mengenal pemuda yang bernama Setyawan itu. Sgayra pun tidak memiliki perasaan apa pun. Namun, gadis itu merasa tidak enak hati untuk menokaknya.
“Em, gimana kalo kita jalanin aja dulu.” Shayra melihat wajah pemuda itu tampak berseri.
Sebenarnya ini adalah hal baru di hidup Shayra. Pasalnya Selama ini gadis itu belum pernah menjalin hubungan dengan seorang lelaki mana pun. Selama ini memang banyak lelaki yang mendekatinya, tetapi ia belum tertarik untuk pacaran. Shayra ingin mencoba hal baru ini, semoga saja semuanya berjalan lancar.
***
Liburan semester pun tiba, anak-anak diizinkan untuk pulang ke rumah masing-masing selama dua minggu. Shayra pun tengah mengemas barang-barangnya. Gadis itu sangat antusias untuk liburan. Akhirnya ia bisa berkumpul dengan keluarganya setelah sekian lama.
Pagi-pagi sekali ia sudah bersiap untuk menuju ke agen bus yang akan dinaikinya bersama anak-anak yang lain. Di depan gerbang gadis itu melihat Setyawan tengah berdiri menunggunya. Pemuda itu menghampirinya sambil menyerahkan sebuah buku. Buku yang selama ini menjadi perantara mereka saat tidak bisa berbicara langsung karena ketatnya peraturan di tempat itu.
Shayra sudah tidak sabar untuk bertemu dengan keluarganya. Ia membayangkan wajah-wajah bahagia mereka menyambut kedatangannya. Sembilan bulan lebih mereka terpisah jarak, rasa rindu pun sudah mulai memuncak. Terlebih selama ini mereka hanya dapat berbicara di telepon beberapa kali.
Namun, setelah gadis itu tiba di rumah ternyata apa yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Ayah dan ibunya sudah duduk rapi di ruang keluarga menunggunya. Shayra langsung menyalami keduanya.
“Shayra, duduk dulu!” ucap ayahnya saat gadis itu hendak menuju kamar.
Gadis itu menerka-nerka apa yang terjadi. Tatapan kemarahan sang ayah terlihat jelas di matanya. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Shayra mencoba menuruti perintah ayahnya.
“Bagus kamu sudah pulang. Gimana rasanya tinggal di sana?” tanya ayahnya.
“Biasa saja,” jawan Shayra.
“Kamu sekolah jauh-jauh ke sana kalau hanya untuk bermain-main dan pacaran saja mending nggak usah!” Shayra terkejut mendengar ucapan ayahnya.
“Maksud Bapak apa?” ucap Shayra.
“Sudahlah, Bapak sudah mendengar semuanya dari Bu Cipto. Kamu di sana tidak sungguh-sungguh belajar, tetapi hanya sibuk pacaran ‘kan?” Ayah Shayra tampak mulai tersulut emosi.
“Pak, aku baru pulang loh! Bapak dan Ibu bukanya menyambut anaknya dengan pelukan, tapi justru menuduhku yang bukan-bukan.” Bulir bening mulai menetes dari mata gadis itu. Hatinya benar-benar sakit mendapat perlakuan seperti ini.
“Apa benar kamu di sana hanya sibuk pacaran saja, Nak?” tanya ibunya.
“Itu tidak benar, Bu!” jawab Shayra.
“Jangan berbohong kamu! Bu Cipto sudah menceritakan semuanya dan orang-orang di sini tahu tentang hal itu. Bapak malu dengan kelakuan kamu!” bentak ayahnya.
“Dari dulu Bapak memang tidak pernah percaya sama aku. Di mata Bapak, aku memang tidak pernah benar!” ucap Shayra seraya berlari menuju kamar.
“Shayra mau ke mana kamu? Bapak belum selesai bicara!” Shayra tidak mempedulikan teriakan ayahnya, ia bergegas masuk ke kamar dan membenamkan wajahnya ke dalam bantal.
“Sudahlah, Pak. Kasihan Shayra.” Ibu Shayra mengelus pundak suaminya yang naik turun menahan amarah. Wanita itu mencoba menenangkan sang suami.
“Kamu urus anakmu itu! Aku mau keluar sebentar,” ucap ayah Shayra sambil melangkah pergi.
Ibunya segera menghampiri anak sulungnya itu di kamar. Ia mendengar suara isak tangis sang anak. Wanita itu bergegas menghampiri Shayra dan membelai rambut anak gadisnya itu.
“Maafin Bapak, ya. Bapakmu nggak bisa menahan amarahnya saat mendapat laporan seperti itu dari Bu Cipto,” ucap ibunya.
Shayra duduk dan menghapus jejak air mata di pipinya. Gadis itu menatap mata sendu sang ibu. Mata itu tampak lelah seakan kurang tidur. Shayra langsung memeluk dan mencurahkan kerinduannya selama ini kepada sang ibu.
“Ibu tahu nggak kalo aku berusaha keras untuk bisa bertahan di sana?” ucap Shayra dalam pelukan ibunya yang di jawab anggukan oleh sang ibu.
“Semua yang dikatakan Bu Cipto itu tidak benar, dia bahkan tidak pernah mengunjungiku di sana. Setelah meninggalkanku di panti asuhan itu, belum sekali pun aku melihatnya ke tempat itu lagi,” ucap Shayra.
“Panti asuhan?” Ibunya mengurai pelukan mereka karena terkejut dengan perkataan itu. Selama ini ia tidak tahu jika anaknya dititipkan di panti asuhan.
“Iya, Bu. Asrama yang dimaksud oleh Bu Cipto adalah panti asuhan,” ungkap Shayra.
“Selama ini beliau tidak pernah mengatakan hal itu, bahkan dia bilang sering berkunjung ke sana untuk menemuimu,” ucap sang Ibu.
“Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Aku memang memiliki pacar, tetapi kami hanya bertemu di sekolah dan itu pun saat jam istirahat. Ia yang mentraktirku jajan karena aku sama sekali tidak mendapat yang saku,” ungkap Shayra.
“Ya Allah, kenapa Bu Cipto tega mengatakan berita yang tidak benar? Bapakmu marah karena malu mendengar orang-orang membicarakan hal buruk tentangmu.” Shayra memegang kedua tangan ibunya dan menciumnya.
Shayra mencoba meyakinkan ibunya jika ia akan baik-baik saja. Entah apa maksud Bu Cipto menyebarkan berita bohong itu, tetapi setidaknya sang ibu percaya padanya. Kini tinggal menjelaskan pada sang ayah bagaimana keadaan sebenarnya, walaupun itu tidaklah mudah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro