Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌷8. Keluarga Ganendra🌷

Mobil SUV hitam sudah terparkir di halaman yang tak terlalu lebar. Believe turun diikuti Magda yang geraknya melambat. Wajahnya terlihat pucat dengan cengkeraman erat di gagang rotan keranjang buah untuk oleh-oleh. Mami Magda yang memesan parsel buah itu sendiri dengan memilihkan buah-buahan terbaik. 

Believe menangkap kilat cemas di mata Magda.  Ia berdiri menanti perempuan mungil yang berjalan ke arah. Walau langkah Magda mantap dan penuh percaya diri, senyum canggung itu tak bisa menyembunyikan gundahnya. Seolah memang Magda takut tak direstui oleh mami Believe. 

Namun, untuk apa Magda takut? Bukankah lamaran Believe lamaran berbayar yang tak melibatkan hati? Walau nantinya mereka akan bermain peran di hadapan altar Tuhan, tetap saja Magda takut apabila satu-satunya jalan ia bisa mendapat kehidupan 'normal' itu terlewatkan, bila Joana menolaknya.

"Ayo!" Believe mengulurkan tangan, disambut oleh Magda. Saling bergandengan tangan layaknya kekasih yang dimabuk asmara, mereka berjalan masuk ke dalam rumah.

Magda mengedarkan pandang ke rumah yang berarsitektur tua. Magda menebak rumah itu mungkin seumurannya dengannya. Walau tampak tua, rumah itu sangat rapi, bersih dan terawat. Sepertinya penghuninya berusaha mempertahankan rumah itu untuk mempertahankan kenangan di setiap sudutnya

Joana keluar dari ruang tengah, duduk di kursi rodanya dengan baju terbaiknya dan rambut yang ditata rapi. Brave yang mendorong kursi roda maminya, menyapa ramah kedatangan mereka, disongsong pula oleh Cinde yang menerima oleh-oleh dari Magda.

"Brain, salim dulu sama Tante Magda!" Seorang perempuan kecil sedikit lebih pendek dari Magda menyapanya. Perutnya yang buncit karena umur kehamilannya sudah masuk ke trimester dua. 

Cinde memperkenalkan diri dengan dibarengi ciuman di pipi kanan dan kiri seolah mereka sahabat lama. Disusul anak lelaki kecil pasangan Brave dan Cinde itu berlari kecil lantas meraih tangan Magda untuk menyalami Magda sesuai titah maminya. 

Saat mendapati keriuhan anggota keluarga Believe yang menyambutnya ramah, Magda merasa terenyuh. Inilah kehidupan 'normal' yang ia impikan. Tawa renyah anggota keluarga, pekik nyaring anak kecil, dan tangan kokoh yang menggandengnya disertai senyuman lelaki yang akan menjadi tempatnya bersandar. 

Bersandar? Magda terkekeh geli dalam hati. Believe membayarnya untuk menjadi pelacur legal dengan label istri. Yang jelas, ia harus melayani lelaki itu. Seperti seorang nyai di era kolonial. Perempuan yang menjadi abdi juragannya mulai dari urusan dapur, menyiapkan keperluannya, bersih-bersih rumah dan memuaskan di ranjang.

Lelaki yang wajahnya lebih dewasa dari Believe mendorong kursi roda Joana setelah menyalami Magda. Magda berjongkok, menyamakan tingginya, dan menyalami Joana dengan mencium punggung tangan wanita yang melahirkan Believe. 

Kesan pertama yang ditangkap Magda, mami Believe sangat cantik. Wajah yang berkeriput itu tak menyurutkan sisa kecantikan masa mudanya. Rambutnya yang masih dominan warna hitamnya, membuat parasnya awet muda. Walau wajah tirusnya kini sedikit kendur, mata Joana menyiratkan sorot wanita tegar dan kuat. 

Magda paham, mengapa tak banyak orang bisa melayani Joana yang pasti banyak maunya, dan keras. Hidup membesarkan dua putra seorang diri tanpa suami pasti sangat sulit. Kerasnya hidup menempa pribadi Joana menjadi wanita kepribadian tangguh. Seperti maminya, yang juga mengeraskan nurani demi Magda sehingga melakukan segalanya agar mereka bisa menyambung hidup. 

"Kenalkan saya Magda, Tante." Gadis manis itu memperkenalkan diri.

Joana mengulas senyuman semringah. Tarikan bibir tak bisa lekang dari wajah wanita itu.

"Ayu ne. Pinter kamu Bil cari calon istri." Pujian Joana membuat Magda tersipu. Pipi berperona itu semakin merekah merahnya. 

Believe salah tingkah. Ia hanya memberikan senyum canggung, sambil memijat tengkuk karena tiba-tiba terbebani dengan rasa bersalah.

"Ayo, duduk!" Joana menyilakan tamunya duduk. Magda bangkit kemudian duduk didampingi Believe.

Jantung Magda mulai berdetak dengan kencang. Hawa sejuk di dalam rumah itu, berkebalikan dengan reaksi tubuhnya yang terus mengeluarkan peluh tipis. Tenggorokan Magda mulai kering, khawatir salah mengeluarkan kata. Beberapa kali dia menarik ujung dressnya menutup paha. Kebiasaan yang mulai dicatat otak Believe yang detail.

Joana berdeham. Walau mengalami stroke, hanya kinerja anggota tubuh bagian kanan yang terganggu. Otot wajahnya tidak terpengaruh, dan bicaranya pun lancar. Saking lancarnya beberapa perawat kewalahan mendapati kecerewetan Joan.

"Jadi, sudah berapa lama kalian pacaran?" tanya Joan dengan senyuman, menatap Magda yang berusaha menguasai reaksi tubuhnya yang dilanda ketegangan.

"Baru saja, Tante. Udah kenal beberapa saat. Pas Mas Believe bilang ga cari pacar tapi cari istri, Magda langsung mau." Suara Magda terdengar bergetar. 

"Panggil Mami saja. Mami Joan."

Magda mengangguk, menyibak anak rambut ke belakang telinga memperlihatkan anting mutiara yang mempercantik penampilan. Ia melipat bibir ke dalam, menyembunyikan birai yang gemetar.

"Magda, katanya kerja menjadi manajer di resto Taste Buds. Backgroundnya apa?"

Magda mendesah dalam hati. Pertanyaan Joana seperti wawancara mencari kerja. Ah, iya. Bukankah Magda bekerja sebagai perawat dan istri bayaran? Miris sekali nasib percintaan Magda. Dulu didepak pacarnya karena dianggap latarnya tak bagus dan sok suci saat menolak ajakan making love gratis, kini Magda harus dibayar mahal untuk menjadi seorang istri.

"Saya kuliah S1 Gizi. Pernah bekerja di rumah sakit Kasih Bunda, hanya saja karena suatu hal saya keluar dan belajar lagi kursus Boga karena cita-cita saya ingin mempunyai resto yang menyajikan makanan sehat namun tetap lezat disantap," terang Magda.

Believe menoleh, mengerjap. Dia tak tahu Magda mempunyai background pendidikan S1 Gizi dan boga. Lantas kenapa ia harus menjadi pelacur? Setahu Believe semua wanita penghibur yang bekerja di situ selalu berakhir dengan pelayanan plus-plus. Atau apa mungkin dia manajer di bagian resto? Tidak juga! Ia mengenal manajer bagian resto club itu, karena dikenalkan oleh Iwan. Setahu Believe gadis pole dance pun biasanya akan menari striptis. 

"Wah, Mami jadi pengen ngerasain masakanmu. Internis sama ahli gizi … pas banget!"

"Mami tenang aja. Magda bisa bikinkan makanan enak yang bergizi buat Mami dan Mas Bil," ujar Magda semangat.

Suasana menjadi lebih cair. Magda ternyata mudah sekali mengambil hati Joan. Mulutnya manis, berkebalikan dengan bibir tanpa saringan Believe. Ia pun juga cepat akrab dan membaur dengan Brave dan Cinde.

Mereka ngobrol dengan asyik hingga waktu makan siang. Cinde terpaksa memotong percakapan mereka, memberitahu yang lain makan siang sudah siap. Beberapa makanan yang lezat tersaji di atas meja. Ayam goreng lalapan dengan sayur asam menjadi menu untuk menyambut Magda.

Sambil menikmati makan siang, Joan mengemukakan bahwa mereka akan melamar Magda dengan resmi.

"Nanti bilang mamimu kalau Believe mau melamar. Kamu mau kan tinggal di sini? Believe memang maunya tinggal di sini. Makanya dia putus sama pacarnya, Aileen. Dia dokter spesialis anak."

Wajah Magda yang tersenyum cerah sontak mendung rautnya. Aileen … nama mantan lelaki yang membayarnya. Apa hanya itu alasan Aileen memutuskan Believe?

"Mi, kok masih nyinggung Aileen sih?" Believe merasa tak nyaman. Ia tidak ingin masa lalu dan hal pribadinya banyak diketahui oleh Magda. 

"Sangat disayangkan saja. Pacaran dua tahun tapi putus begitu saja. Seperti kemarau setahun diguyur hujan sehari. Entah apa kejelekan Believe sehingga kebaikan yang Believe lakukan demi Aileen tak terlihat." Joana mengesah.

Dari ucapan mami Believe, Magda menangkap sekilas bahwa wanita itu seperti tak rela melepas Aileen menjadi menantunya. Jelas sekali Joan seolah membandingkan Magda dengan gadis bernama Aileen.

Brave berdeham menyudahi omongan mamanya yang melantur. "Jadi, kamu anak tunggal Magda?"

"Iya, Mas." Akhirnya Magda bisa bernapas lega karena terbebas dari pembicaraan mantan Believe yang membuatnya kurang nyaman. Namun, saat manik mata Magda bergulir ke arah Believe, lelaki itu hanya menunduk tak merespon maminya. Seolah Believe juga merasa menyesal telah menyudahi hubungannya dengan Aileen.

"Papimu bekerja di mana?" tanya Brave yang memang tak tahu menahu soal orang tua Magda. 

Magda menggigit bibir. Pertanyaan gampang  itu sulit untuk dijawab.

"Ehm, Papi sudah meninggal," jawab Magda lirih. Cuping hidungnya kembang kempis saat birainya melontarkan dusta.

Dibandingkan percakapan di awal pertemuan tadi, Magda memang bercerita apa adanya. Walau Believe menganggap Magda hanya berceloteh kosong sesuai skrip yang mereka sepakati. Berbicara tentang lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas lahirnya Magda adalah topik sensitif yang membuat Magda merasa rendah diri karena merasa sebagai anak haram.

Believe menyipitkan mata menatap Magda yang menunjukkan wajah sendu. Segera ia mencari topik lain, untuk menyapu paras layu itu. "Ehm, jadi kira-kira kapan kami bisa datang ke rumah buat lamaran?"

"Wah, kamu udah ga sabaran ya, Bil?" celetuk Cinde.

"Hehehe, iya. Udah jenuh pacaran. Mending langsung ijab sah aja. Ya ga, Yang?" Believe melirik ke arah Magda yang tergagap.

Sayang? Magda menekan liang telinganya. Kuduknya meremang saat mendengar sapaan aneh yang terlontar dari mulut Believe.

"Yang? Pala lu peyang?" goda Brave. "Sejak kapan kamu sok romantis? Dulu dideketin cewek aja, cuek banget. Katanya kalau nolak, bikin nangis cewek. 'Sorry, aku ga minat sama kamu'." Brave memperagakan suara dan ekspresi datar Believe yang tenang, membuat Magda membeliak.

"Serius Mas Believe nolaknya pakai ekspresi dan suara datar gitu?" tanya Magda yang sudah terlupa dengan pembahasan tentang papinya. Mata bulat dengan bulu mata lentik itu mengerjap.

"Hahaha, iya tuh. Sukanya gaul sama temen-temen cowok. Cocok sama kakaknya Cinde absurdnya. Kalau Chandra perhitungan, kalau Believe royalnya ga ketulungan. Ngeluarin duit berapapun ga masalah."

Magda mengangguk-angguk. Pantas saja Believe rela mengeluarkan uang lima puluh juta untuk membayar dirinya.

Pertemuan itu sedikit banyak membuat Magda sedikit mengenal sisi lain Believe. Setidaknya Magda justru semakin mantap menapak untuk bergabung dalam keluarga Ganendra. Sebuah keluarga yang akan mewujudkan cita-citanya mempunyai kehidupan 'normal'.

***

Menjelang sore Magda berpamitan dengan keluarga Ganendra. Saat perjalanan pulang, gawai Magda berdering kencang. Mata Magda berbinar, menerima panggilan itu.

Believe melirik, berusaha menangkap nama yang ada di layar gadget Magda. Sayangnya, gerakan matanya kalah cepat dengan jari Magda yang menggeser tanda penerima panggilan.

"Ya, Dad" 

" … "

"Udah."

" … "

"Ketemuan ntar? Boleh."

Hanya percakapan pendek, tetapi berhasil menyentil rasa ingin tahu Believe. Dengan ekspresi sok tidak ingin tahu, ia bertanya, "Siapa?"

"Oh, Sugar Daddyku."

Sontak, otak Believe terasa kosong mendengar gabungan dua kata yang mempunyai presepsi buruk. Ia membanting setir ke kira dan menginjak rem hingga tubuh Magda tersentak ke depan.

Magda terkejut, ketika tubuhnya yang terdorong tertahan seatbelt. Namun, belum selesai sembuh dari shock, sergahan Believe menguar keras. "Aku sudah bilang kan jangan jadi pelacur lagi! Kamu itu pelacurku. Hanya aku!"

💕Dee_ane💕

Silakan mampir ke KBM dan KK untuk membaca part lebih lengkap.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro