Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9 - PENGHUNI KOS

Langkah Karina semakin gontai mendekati rumah indekos. Setelah seharian memaksakan diri berkeliaran di luar dan pada akhirnya tiga jam terakhir dihabiskan di ruang perpustakaan kampus, Karina menyerah. Kantuk yang menjerat tubuhnya membuat dia pulang ke rumah indekos yang didominasi cokelat tua.

Karina bahkan tidak punya energi untuk makan lebih dahulu. Dia ingin cepat tidur, hingga bertemu keesokan hari dimana Jum'atnya full dengan kegiatan. Meski harus bertemu banyak orang, selama kepalanya sibuk, Karina akan menjalani rutinitas biasa.

Rumah indekos itu lumayan luas. Dengan pagar lebar dan tinggi, halaman kamar-kamar menjadi area parkir sepeda motor. Agak disayangkan bahwa pengendara roda empat tidak bisa difasilitasi. Kalaupun bawa mobil, mustahil. Sebab jalan gang perumahan indekos ini lumayan kecil.

Karina melempar tasnya ke meja belajar. Tanpa menyalakan lampu atau membersihkan diri lebih dahulu, dia jatuh tengkurap di atas kasur.

Kegelapan rupanya tidak cukup bagi Karina untuk bisa terlelap. Aneh sekali. Seharian dia sangat mengantuk dan lelah. Kini malah terjaga penuh.
Ingatan Zyan kembali menghantui Karina. Dia lelah mengenang pedih yang bersarang di dalam dada. Sebagai gantinya, Karina duduk meringkuk di sudut ranjang dan menyalakan ponsel Zyan setelah tiga hari dinonaktifkan.

Tidak butuh waktu lama ponsel Zyan berdering. Puluhan notifikasi dari beragam aplikasi berebut atensi. Namun, nama yang serupa di seluruh sosial media milik Zyan bermunculan.

Devi.

Karina bergidik ngeri. Sebagai pacar Zyan hampir empat tahun, dia tidak pernah separah ini mengirim pesan. Karina justru cuek. Kalau bukan Zyan yang menghubungi lebih dahulu, Karina tidak akan mengajak komunikasi. Namun, memang Karina mengakui, intensitas komunikasi memburuk semenjak Karina pindah ke Surabaya.

"Dia maniak atau apa sih?" gumam Karina dan membaca pesan Devi di satu aplikasi.

Satu kesimpulan dari Karina tentang Devi.
Cewek itu obsesif kepada Zyan. Semakin ke atas, Karina membaca pesan-pesan Zyan yang pendek dan seperlunya. Kontras saat Zyan chattingan dengan Karina. Zyan memberi pesan-pesan lebih panjang.

"Kamu siapa sih, Zyan? Apa yang terjadi sama kamu selama kita berjauhan?"

Karina tanpa sadar menitikkan air mata. Rindu kembali menghantui Karina. Isakannya semakin deras seiring ingatan-ingatan manis mereka semasa pacaran.

Keraguan demi keraguan mengiris perasaan Karina.
Dia memang pembunuh. Akibat ketidakpercayaanmya, Zyan meninggal.
Andai mereka bicara lebih dahulu dalam kondisi tenang, mungkinkah jalan kehidupan keduanya berbeda?

Suara ketukan pintu di luar menjeda tangis Karina. Gadis itu mengusap air mata dan berdehem. Dia turun dari ranjang dan mengintip orang yang mengetuk pintunya dari balik tirai jendela.

Mbak Adistia rupanya, mahasiswi Ekonomi Bisnis semester 5 kembali mengetuk. Dia mengenakan piyama tidak serasi. Atasnya katun hijau army, bawahannya berupa celana motif Hello Kitty.
Mau tidak mau, Karina membuka pintu kamar.

"Ada apa, Mbak?" tanya Karina seraya mengerjapkan mata. Dia butuh penyesuaian diri dengan cahaya lampu yang terang di garasi sekaligus teras kos-kosan berbentuk U dan lantai dua.

Adistia menarik lengan Karina dengan semangat. "Makan bareng," ucapnya.

Karina seperti robot yang rusak. Langkah kakinya semakin sempoyongan selagi keduanya naik ke lantai 3. Kebetulan lantai itu terbuka dan dijadikan tempat jemuran. Ada dua kompor portable, teflon, dan beragam makanan menggugah selera. Aroma bakaran dari sosis dan daging iris meninju siapapun. Sepuluh penghuni rumah sibuk dengan sumpit masing-masing, silih ganti mengambil makanan panggang dari dua kompor portable.

"Ditunggu dari tadi kagak muncul-muncul," tanggap sosok paling tua, mahasiswa legend semester 13 dengan ramah.

Mas Fajar yang gondrong itu menyodorkan sumpit baru untuk Karina.

"Ayo makan-makan!" Nuril menumpahkan ayam mentah ke kompor portable. Kebetulan irisan daging yang matang telah habis.

"Adik kita ini introvert banget. Jarang kelihatan sebulan ini. Dan untuk menyambut ulang tahunnya, kita rayakan dengan BBQ-an bareng-bareng." Fajar mengangkat gumpalan daun selada berisi potongan aneka daging. Lalu dia melahap bulat-bulat dan anggota lain mengikuti cara makan yang bar-bar.

"Kamu sakit apa, Karina?" tanya Adistia penasaran.

"Flu."

"Mestinya kasih tahu kita. Minimal bantu rawat kamu. Kalo sakit atau apa-apa, kasih tahu kita. Jangan dipendam sendiri. Di sini kita keluarga."

Bagaimana mau kasih tahu? Aku nggak dikasih tahu tentang perasaan Zyan sesungguhnya itu menyakitkan banget.

Namun, demi kesopanan kepada penghuni yang lebih tua dan peduli itu, Karina menganggukkan kepala. Dia tidak akan memberitahu siapapun tentang perasaannya sendiri. Toh mereka adalah orang asing.

"Makan, Karina. Kamu harus pilih agar bahagia di hari ulang tahun kamu. Meski kita kelewatan tanggal sih ngerayainnya."

Mas Fajar cekikikan disusul yang lain. Tawa cowok itu memang khas banget. Renyah dan membuat aura positif dimana-mana. Namun, saat ini tawanya belum ampuh untuk mengatasi kesedihan Karina.

"Iya loh. Tadi pagi mukanya cemberut melulu."

"Berani bertaruh, transferannya belom cair," sahut yang lain dengan riang.

"PMS kaliiii." Adistia sumbang suara.

"Abis kena marah dosen?"

"Kagak, krismon itu paling valid."

"Mana ada gitu. Sampeyan yang duitnya nggak ada, Cak Fajar."

Senda gurau itu terasa sangat jauh dari jangkauan Karina. Cewek itu mengambil sepotong daging. Rasanya memang enak dan gurih, tetapi dia tidak tertarik untuk makan lebih banyak lagi.

Karina lebih suka menyendiri di kamar. Merasakan kesedihan mendalam tanpa ujung. Tidak berhak bahagia dengan orang lain.

"Kenapa nih, aslinya? Apa abis putus sama cowoknya?" tembak Nuril tanpa filter lebih dahulu.
Kontan Karina membeku. Kebenaran tentang ucapan orang tidak tahu apa-apa itu lebih menyakitkan saat didengar. Karena ingat bagaimana dengan dinginnya meminta putus di mal Roxy kepada Zyan.

"Spill orangnya. Kalo putusnya nggak baik-baik, biar aku hajar," balas Fajar sok peduli.

"Sok-sokan hajar aja, Cak. Palingan kamu semaput kalo berantem sama orang." Adistia mencibir.

Karina mengepalkan tinju. Sama sekali tidak ingin membahas tentang Zyan.

Meskipun perselingkuhannya menyakitkan hati, tetapi Zyan tidak layak untuk dihakimi oleh orang lain. Khususnya ketika kuburannya masih sangat merah tanahnya.

"Tenang aja. Mati satu tumbuh seribu. Mau tak kenalin sama temen-temenku, ta?" Fajar berupaya menghibur hati Karina.

"Jangan mau, Karina. Aku dikenalin sama temennya, kacau pokoknya," sahut Adistia yang mengibaskan tangan ke arah Karina.

Fajar cemberut, tetapi tidak protes dengan ucapan Adistia.

Dalam satu tarikan napas, Karina berdiri. Dia tidak ingin merusak momen seru kata penghuni yang asik BBQ-an di saat suasana hatinya buruk. Pengganti para penghuni sangat baik dan peduli, Karina ingin menjaga jarak.

Kelopak matanya mulai panas bukan karena asap menerpa wajah Karina. Namun, dia tidak tahan dengan kebaikan orang lain. Karina takut membangun kepercayaan dan lebih takut lagi bila kehilangan saat ditinggalkan.

----
Songgon, 09 Desember 2023
¹⁹.¹⁰ WIB

haiiii, lama tak jumpa. Terima kasih yang berkenan terus membaca. Semoga menikmatinya. Maaf agak macet nulisnya disebabkan duta dan bom drakor di awal Desember yang ampun-ampunan. Apalagi pada bagus juga alurnya. Muehehehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro