Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 - MATA KETIGA

Bagaimana rasanya salah menghitung? Capek-capek mikir agar jawabannya terjawab, justru hasilnya di luar dugaan. Perhitungan yang salah total!

Karina girang melihat penampakan Zyan versi kabut ini sama sekali tidak enak dipandang. Atau apakah itu salah? Seharusnya Karina histeris sampai kesurupan melihat hantu.

Sebaliknya yang terjadi adalah Karina menangis sejadi-jadinya dan menyalahkan diri yang semakin tidak waras. Bagus memang jika Karina memilih untuk logis di dunia yang di luar nalar ini.

Namun, sekali saja, Zyan ingin percaya ada hal-hal yang sulit dijabarkan. Salah satunya adalah dia yang tidak sepenuhnya bisa pergi dari dunia manusia. Zyan masih ada di dunia perbatasan antara mati dan hidup. Entah kapan dia bisa pergi, Zyan ingin perkaranya terselesaikan lebih dahulu.

Khususnya Karina bisa tersenyum.

Ya ampun. Alasan Zyan bisa naksir Karina itu simpel. Melihat senyum manis Karina sudah bikin hatinya adem ayem. Zyan tidak salah pilih pacar. Cakepnya membuat Zyan betah memandang berhari-hari selama di sekolah.

Sekarang senyuman itu menguap entah kemana.

Jika memungkinkan, Zyan ingin sekali melingkarkan kedua lengannya ke tubuh Karina. Menghibur gadis itu seperti dulu saat Zyan di titik terbawahnya.

Zyan bisa membaca dirinya sendiri. Pantulan mata kosong itu sangat jelas pada Zyan versi 16 tahun. Kesepian dan kerinduan menggilas Zyan saat itu. Dia ingin menyusul orang tua dan adik-adiknya. Bersalah karena menjadi satu-satunya yang masih hidup.

Namun, pelukan Karina saat itu membuat Zyan sadar. Hanya masalah waktu soal dia bisa merelakan kepergian orang-orang terkasih. Dari sana, Zyan bersumpah akan menjaga Karina sampai gadis itu yang muak.

Zyan tersenyum bersalah. Dia gagal menjaga sumpah itu. Setiap bulir air mata yang turun, mengiris hati Zyan.

"Kamu tidak perlu minta maaf. Justru aku yang harus minta maaf karena pergi tanpa pamit."

Zyan mengelus puncak kepala Karina. Namun, tidak ada kehangatan disana. Zyan hanya menyentuh udara kosong. Sadarlah Zyan bahwa tangannya menembus fisik Karina.

"Kamu harus bahagia. Senyuman kamu itu cantik, Rin. Maaf, aku melukaimu."

Zyan kembali menyentuh puncak kepala Karina. Benar-benar berharap sentuhan itu menyadarkan Karina tentang keberadaan Zyan. Tahu bahwa ada Zyan yang selalu menemaninya dan tidak membiarkan Karina sendirian.

Terus menyaksikan seseorang yang menangisi kematiannya itu jauh lebih menyakitkan. Untuk sesaat, Zyan menyadari siapa orang yang paling mencintainya selain keluarganya sendiri.

Semenjak melihat proses kematian sampai dikebumikan, Zyan mengikuti kehidupan Karina kembali ke Surabaya. Bagaimana orang lain berinteraksi dengan pacarnya, baik di kampus maupun di rumah indekos. Karina akrab dengan siapapun sampai banyak relasinya. Namun, cara gadis itu menarik diri sekarang membuat Zyan bersalah. Tidak seharusnya Karina bersedih atas kematian Zyan. Siapalah cowok itu untuk terus diratapi. Zyan merasa kecil.

Gadis itu bertekad untuk bahagia. Namun, upayanya sangat sia-sia.

Perlahan Zyan lega melihat air mata Karina luruh lebih deras lagi. Badai yang menggulung hati Karina pasti akan berlalu. Sesudahnya muncul pelangi.

Zyan menggelengkan kepala. Sempat-sempatnya dia bak pujangga. Ini bukan waktunya memikirkan itu. Dia tidak punya waktu lagi. Tidak ada batas waktu kapan dia pergi seutuhnya itu lebih menakutkan. Bisa-bisanya dia tercerabut begitu saja dari alam perbatasan. Selagi Karina bisa melihatnya, lebih baik Zyan berupaya keras menjelaskan.

"Aku cinta kamu, Rin. Kamu akan tahu, kamu satu-satunya perempuan yang ada di hatiku. Bukan Devi yang kamu maksudkan. Kamu nggak tahu soal aku, hidupku dan gimana aku nggak pengen kamu kepikiran sama masalahku." Zyan berteriak keras.

Namun, penjelasan panjang itu menjadi gaung karena Karina terlalu tenggelam dalam kesedihannya.

Zyan putus asa. Dia ikut duduk di sebelah Karina. Pusing dengan media interaksi yang terbatas. Bisa tampak saja sudah syukur, apalagi bicara.

Ah, coba kalau Baron Berdarah muncul betulan dan membantu Karina bicara. Namun, itu kan dunia fiksi berbalut fantasi. Omong-omong, bukankah Zyan juga bagian dari fantasi? Entahlah. Kecuali orang yang diberi karomah. Anak indomi, eh indigo!

Zyan bertepuk tangan. Bangga dengan ide briliannya.

"Tunggu aku, Rin."

Zyan bersemangat. Dia meluncur ke atas, menembus plafon kamar Karina dan saat berhenti, dia ada di lantai rumah paling atas. Ruang terbuka dengan aroma bakaran daging yang menggugah selera. Namun, makanan-makanan itu sudah habis disantap para penghuni yang kekenyangan.

Sekumpulan orang itu bersenda gurau. Adistia menuangkan kopi dari tumbler ke cangkir plastik milik Fajar. Akan tetapi, pandangan Zyan tertuju pada sosok yang mengusik Karina seharian ini.

Nuril.

Dari tatapan matanya saja, Zyan tahu kedalaman hati pemuda berwajah cerah itu. Nuril yang diam-diam curi pandang dari seberang kamar Karina. Namun, kecanggungan satu sama lain menyeruak sepanjang teras pemisah pintu kamar. Zyan menebak, Nuril baru-baru ini saja bicara dengan Karina. Pasalnya selama mereka saling komunikasi, penghuni kos-kosan jarang sekali disinggung oleh Karina sebagai bahan cerita.

Apakah Zyan berhak cemburu soal Nuril yang naksir pacarnya?

Sayangnya, Nuril lumayan peka soal kondisi Karina di luar kebiasaan. Nuril yang berinisiatif mengadakan pertemuan untuk merayakan ulang tahun penghuni. Dia yang tidak sengaja tahu tanggal lahir Karina, mengabarkan berita itu kepada Adistia. Upaya yang mengesankan untuk menghibur Karina agar lekas pulih dari demam.

Zyan memicingkan mata. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, Nuril terlihat lebih sehat. Kehidupannya teratur kendati banyak di kamarnya. Nanti, kalau Zyan ingat, akan dia buntuti Nuril. Pantaskah pemuda itu menggantikan posisi Zyan demi menghibur Karina.

Siapa Nuril, apa hobinya, doyan main hati ke gadis lain, dan segala seluk beluk kehidupan baru yang cocok untuk dimasuki Karina.

Dia semakin tidak senang dengan gagasan itu. Lebih baik Zyan yang selalu ada. Namun, mustahil bila dia hanyalah arwah yang kapanpun tercerabut di dunia fana ini. Menjadi kabut terlalu rentan saat ini. Jika boleh memilih, Zyan ingin jadi arwah berkeliaran karena raganya koma, ketimbang mati betulan. Tidak ada jalan kembali. Namun, Jihan terbaik adalah tetap hidup. Masalahnya takdir tidak bisa dilangkahi oleh siapapun termasuk Zyan. Yang mati tetap pergi ke alam selanjutnya dan yang hidup tetap tinggal di alam sekarang.

Jantung Zyan mencelos. Dia bersumpah bahwa Nuril menggelengkan kepala dengan tatapan tidak terbaca. Rumahnya semakin mengembang karena satu hal. Betapa mudahnya menemukan orang yang memiliki kemampuan melihat, mendengar, dan merasakan kehadiran makhluk tak kasat seperti dirinya.

"Aku pinjam kamu sebentar!" Zyan mendekat penuh harap.

Nuril mendengkus. Dia memalingkan muka ke Adistia, pura-pura tidak melihat Zyan. "Minta kopinya, Mbak!" seru Nuril dan merebut tumbler yang tersisa separuh.

Namun, gerakan tiba-tiba itu membuat Adistia berteriak.

Zyan menggerung penuh dendam kesumat.

Panas sekali dilempari air kopi dari Nuril.

"Eh, Cok. Kalo nggak suka, gak usah banyak lagak! Mau dimintai tolong malah sombong!"

Usai mengatakan itu, Zyan berpaling sambil menggosokkan tubuhnya. Dia tidak akan membiarkan Karina bersama Nuril. Pemuda indipret itu tidak dapat lampu hijau dari Zyan.

"Aku bakal bahagiakan kamu. Jodohmu, kupastikan bukan Nuril, Karina. Semoga ketemu biar kamu nggak nangisin aku terus!"

Zyan bergegas menembus langit, berharap bisa mencuri informasi tentang masa depan Karina. Namun, satu sentakan membuatnya terkulai jatuh jauh sekali ke dalam ruang tidak terhingga. Entah kemana dia akan menabrak ujung gravitasi, hanya satu kata yang tersebut di dalam diri Zyan.

Karina.

****

29 Desember 2023
Maap lupa posting. Sempat hectic sama PKKS dari Cabdin. Jadinya puyeng sama belasan dokumen sebelum akhir tahun.
22.42 Waktu Indonesia Baca

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro