Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Lihat Aku

Butuh perjuangan menjaga wajahnya tetap ceria. Karina balik ke setelan pabrik. Murung lagi mengingat hari yang berat.

Kendati dunia tidak terjadi apa-apa. Damai dengan segala kehidupan makhluk lain yang terkesan stagnan. Namun, bagi Karina, ini hari yang terlampau berat. Pura-pura itu berat dan melelahkan.

Kenyataannya, dia tidak bisa berdiam diri dalam menghadapi kenyataan. Waktu menggiling perasaan Karina menjadi tidak terbentuk. Dia kacau dalam dinamika kehidupan sebagai mahasiswi. Dia memaksakan diri agar selalu sibuk. Harapannya, saat tiba di kamar, Karina melupakan hari menyesakkan dengan kelelahan fisik. Terkapar tanpa mimpi.

Namun, sekali lagi. Mau disangkal sebanyak apapun. Ingatan tentang Zyan tidak akan memudar. Disangkal dengan cara apapun, wajah mati itu membayang di balik kelopak mata Karina. Semakin jelas saja wajah Zyan bersimbah darah dan penuh luka.

"Kalau aku nggak datang ke Jember dan mengantarmu ke liang lahat, mungkin kita teleponan seperti biasa. Saling bilang kangen, meski itu dusta buat kamu ya, Zyan?"

Karina menekuk kedua lututnya. Lengannya melingkari kaki semakin erat. Dia menjadi gulungan di atas kasur.

Dadanya sesak. Dia tidak bisa menangis lebih banyak lagi.

Rindu itu berat sekali, apalagi karena ini kesalahan yang diperbuat Karina.

Dia yang sekenanya datang memergoki Zyan selingkuh. Dia yang bertengkar di telepon saat kejadian naas itu merenggut nyawa sang pacar. Dia... Dialah pembunuh Zyan.

Mata Karina terpejam. Dia takut bukan main.

"Zyan, maaf." Bibir Karina bergetar. Pilu sekali untuk didengar semesta dalam penyesalan. Apalagi Karina terus menyalahkan diri.

"Dengan cara apa aku menebusnya, Zyan?"

Hari ulang tahun terkutuk. Karina benci ulang tahun penuh drama. Di usia 19 itu, perselingkuhan dan kematian menghantam tanpa ampun. Merusak segala kebahagiaan yang Karina rasakan seumur hidupnya. Dia hancur sejadi-jadinya hanya karena kematian.

"Senyumlah."

Karina menggelengkan kepala. Dia tepis kata yang masuk ke pendengarannya. Konyol sekali Karina harus tersenyum. Dia tidak pantas berbahagia, apalagi tersenyum kecuali pura-pura.

Kekehan itu menggema. Karina merutuk pada dirinya sendiri. Dia pasti gila mendengar suara Zyan barusan. Itu hanya imajinasinya sendiri. Mana mungkin Zyan hidup setelah raganya terpendam di tanah 2 meter dalamnya.

"Aku pantas jadi orang nggak waras." Karina mendengkus. Mulai tersinggung dengan ucapan barusan. "Senyum katamu? Mending aku nggak senyum udah bunuh orang."

"Nggak boleh!" sangkal Zyan sekali lagi. Suaranya semakin gusar.

Kelopak Karina semakin terkatup rapat. Ingin sekali menemukan wajah Zyan yang bersih. Namun, gambaran yang terlihat di kepalanya adalah sosok penuh darah.

"Kamu harus bahagia, Karina. Karena itu tujuanku buat kamu. Aku mau kamu bahagia."

"Persetan bahagia. Kamu selingkuh dariku!"

"Karina, lihat aku, Rin. Aku di sini. Di sisimu!"

"Aku beneran nggak waras. Mimpi sialan ini."

Karina membuka mata penuh kemarahan. Dia benci dialog di kepalanya. Suara Zyan berisik sekali bahkan dalam imajinasi yang tidak dia harapkan itu. Namun, seluruh tubuhnya membeku. Dia bahkan tidak bisa menarik napas.

Zyan.

Wajah itu bersih sekali.

Karina ingin menggapainya. Namun, yang direngkuh hanyalah kabut keperakan yang lekas menghilang.

"Kamu lihat aku, Rin? Rin, Karina!"

Kabur itu bergerak. Karina tidak ingin memejamkan mata. Dia takut ilusi itu menghilang dalam sekejap.

"Lah, malah diem kayak batu. Karina, jawab dong. Kamu lihat aku, kan?" Zyan berupaya menarik tangan Karina agar bereaksi. "Aku jadi setan. Eh, serem banget kedengerannya. Aku jelmaan Zyan. Eh, apanya jelmaan. Aku ya aku sendiri. Zyan sendiri. Em.... Aku arwah, Rin."

Zyan semakin frustrasi. Parah sekali reaksi Karina. Sosok Zyan semakin dekat. Hidung mereka nyaris bersentuhan. Raut girang kabut keperakan itu terlalu kontras dengan Karina.

"Petrificus Totalus," gumam kabut itu disertai cengiran bodoh. "Lah, nggak mempan. Tambah batu aja. Rin, teriak kek. Nangis kek. Jangan lumpuh gini kayak Longbottom. Kamu tinggal teriak Protego."

"Rin, bangun dong. Emmm... Kagetnya jangan lama-lama. Gampangnya, aku itu sejenis Baron Berdarah, Helena Ravenclaw. Sama apalagi yaaaa. Udah, itu aja. Aku arwah. Datang cuma buat kamu."

"Pergi!" desis Karina akhirnya pulih dari keterkejutan. Dia berkedip dua kali menyadari asap yang terlalu nyata dalam kegelapan kamarnya. Bisa-bisanya dia berhalusinasi soal Zyan dan Harry Potter.

"Rin."

"PERGI!"

"Galak banget. Nasib jadi arwah. Diusir gini! Gila nih cewek. Katanya kangen. Gimana sih Karina ini!"

Zyan membenturkan kepala ke tembok. Sebalh dengan wujud barunya. Namun, daya dorong kekuatan sebagai arwah membuat kepala Zyan tersungkur ke kamar sebelah yang bau tengik luar biasa. Ada banyak sampah berserakan selagi penghuni aslinya malas beberes. Zyan menarik lehernya dan kembali menghadap ke Karina dengan senyum terbaik yang bisa dia kerahkan. Syukur-syukur bisa ganteng, meski tidak yakin wujud arwahnya seperti apa.

"Kamu salah paham. Aku bersumpah nggak akan pergi ke langit kecuali kamu percaya aku."

Karina menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Kondisi gadis itu sangat memprihatinkan. Denial yang semakin tidak masuk akal itu membuatnya syok luar biasa.

Dalam sepersekian detik berikutnya, air mata Karina bercucuran hebat. Kedua bahunya bergetar cepat. Jelas sekali bahwa dia tidak bisa mengontrol emosi. Tekanan yang besar menghadapi hari yang berat.

Menyedihkan bahwa dia berusaha menahan kesedihannya dalam waktu yang lumayan lama tanpa diketahui orang-orang terdekat. Kalaupun ada yang mengucapkan belasungkawa atas kematian sang pacar, itu hanyalah sebatas ucapan formalitas belaka.

Tidak ada yang bisa menelpon Karina. Cewek itu berusaha untuk tidak banyak interaksi dengan orang lain. Dia tahu, dia bakalan rapuh di depan orang lain. Lebih baik pura-pura biasa saja dengan alasan masih sakit daripada menangis. Karina tidak ingin kelemahannya terlihat.

Maaf, aku ngebunuh kamu. Harusnya aku yang nggak pergi, biar kamu nggak pergi selamanya. Sekarang kamu muncul, buat menghukum apa memberi kekuatan untuk aku, Zyan? Aku bingung. Sumpah!

Pikiran Karina semakin kalang kabut. Imajinasi yang tidak terkontrol itu terlalu menakutkan. Di ambang waras dan tidaknya, Karina berupaya mengerem laju pikiran yang semakin liar. Dia akhirnya mengepalkan tinju dan menumpu seluruh kekuatan pada seluruh jari-jarinya.

Bibirnya yang mengerucut karena tidak ingin isak tangisnya didengar orang di luar kamar, terasa lebih berat saat merenggang.

Senyum, kenapa berat sekali sampai Karina kembali terguncang.

Dia tidak pantas tersenyum usai membunuh sang pacar. Rasanya dia tidak boleh untuk tersenyum. Berikut asap keperakan yang semakin padat dan jelas. Wajah Zyan terlihat sedih saat menatap Karina. Bibir pemuda itu terangkat sebagai senyum penuh permohonan.

Tersenyum.

Karina memejamkan mata. Ini wajah yang dia cari. Zyan yang dirindukan dengan senyum penuh ketulusan.

Karina ingin menyimpan wajah itu untuk waktu yang lama. Dia kembali memejamkan mata. Terlalu lelah untuk meratapi sebuah kematian.

*******

Songgon, 15 Desember 2023
18.25 WIB
Terima kasih telah berkenan memberikan bintangnya. Semoga mengikuti bab berikutnya ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro