KARENA SEKOTAK TIRAMISU
Inilah kenapa Panji tak pernah senang kalau May pulang. Selain menjadikan Panji samsak untuk melepas kekesalan, kakaknya akan menimpakan banyak tugas. Rencana pulang untuk menengoknya? Semingguan ini May malah lebih banyak di luar mengurus pekerjaan katanya. Dan pagi-pagi sekali, May sudah pergi, hari ini ke Yogya bersama Rekza. Oh, Panji tidak akan cemburu. Dia hanya kesal karena kunci motor miliknya malah disandera.
Mengumpati kakak tidak masalah, kan? Panji mendengkus ketika melihat berbagai pesan pada sehalaman HVS tertempel di lemari pendingin. Usai mengambil sebotol minuman, Panji bergegas kembali ke kamar, tahu-tahu begitu berbalik jempolnya malah terantuk kaki meja. "Berengsek!"
Panji mengambil ponsel, ketika dihubungi May, malah panggilan itu tertolak. "Berengsek banget deh." Umpatannya kali ini lebih menggelegar.
Apa susahnya coba memberitahunya kalau akan bertemu keluarga Rekza, toh Panji tidak akan menghalangi. Menelepon ulang tidak akan berarti. Percuma. Gantinya dia mengetikkan chat, dengan hati teramat jengkel.
Kamu pulang cuman karena kangen Rekza, kan? Aku nggak boleh keluyuran di luar. Sedangkan kamu? Nginap di rumah orang lain tanpa ngomong dulu ke aku.
Bellatrix Lestrange: Hati-hati sama pilihan kalimatmu, Ji.
Panji mendengkus. Dia beranjak menuju kamar. Pokoknya dia tidak akan beres-beres, tidak mengindahkan semua perintah dari May sebelum kunci motornya kembali ke tangannya. Menyadari kamarnya amat berantakan makin membuat Panji uring-uringan.
Pada meja berukuran sedang tak jauh dari lemari, Panji beranjak ke sana setelah mengambil jurnal di dalam lemari. Langsung saja dia menulis di jurnal tersebut.
She burns me up.
Sesingkat itu Panji menulis di sana, setidaknya kekesalannya dapat terurai. Isi jurnal itu memang kebanyakan tentang perasaannya. Panji sulit berbagi dan May tidak lagi bisa diandalkan seperti dulu. Jurnal itu ditutup kemudian Panji menyandar di kursi berbantal tangan yang dilipat. Moodnya akan terus memburuk jika membiarkan kamar ini tetap berantakan.
Sprei yang mungkin setahun lebih tak diganti, akhirnya dilepas. Juga kasur yang perlu diteriki matahari. Lalu memungut barang lain yang terserak di lantai. Terakhir, Panji memindahkan tatapan pada tumpukan tak berguna di bawah hanging closet. Baik, itu juga perlu dibereskan.
Scabble, papan catur, dan kebanyakan diklat yang baru disadari Panji keberadaannya. Dia tengah mendorong tumpukan itu menuju ke sudut ruang, kemudian benda berkover pink terjatuh. Itu milik May, Panji diam-diam pernah mengambil dulu.
Di halaman yang ditandai dengan lipatan, terdapat beberapa tulisan. Petunjuk samar yang pernah Panji selidiki berbekal bantuan kata kunci di internet. Tidak memberikannya apa-apa, karenanya Panji tidak lagi berharap dan menyimpan saja buku harian May.
Bersama jurnalnya, buku harian itu juga dimasukkan ke dalam lemari.
Aku tuh cuman pengin nanya, kenapa teleponnya di-reject? Ditelepon doang nggak mungkin ganggu kamu.
Bellatrix Lestrange: Iya, kamu gangguin. Malam nanti deh aku telepon, Ji. Aku ngantuk.
Sekalian kamu nggak perlu telepon, May. Aku juga nggak pengin diganggu!
Tidak ada balasan dari May setelahnya. Panji mengeloyor ke kamar mandi. Pikirannya akan sumpek di rumah. Dia perlu ke kampus, setidaknya ada Anjar yang menemaninya.
***
Di antara semua hal yang pernah dilakukannya, mungkin ini yang paling konyol, tetap bertahan di kelas hingga selesai, padahal Panji menyadari di menit ke- 10 bahwa ini bukan kelasnya. Masa bodoh, terpenting dia tidak membolos.
Kelas berubah hening begitu dosen menutup ceramahnya dan menghilang dari ruangan ini. Ah, masih ada satu lagi. Di barisan kedua duduk cewek dengan ujung rambut berwarna keunguan. Ketika diperhatikan, Panji merasa familier dengan sosok tersebut. Dia sedang menggali informasi dalam ingatannya bersamaan dengan ponselnya yang mendering. Terkejut, Panji mengumpat.
Bunyi ponsel mengingatkannya May sewaktu-waktu ada di rumah dan mencarinya. Ingat isi chatnya tempo hari, May bisa saja menggila nanti. Itu pasti terjadi, firasatnya tidak pernah keliru jika menyangkut monster satu itu.
Mengambil benda pipih tersebut, Panji sungguh-sungguh merapal doal. Pelan membuka ponsel dan teramat lega bukan dari May, melainkan dari cewek kenalan Anjar. Untuk saat ini, Panji tidak ada waktu beramah-tamah. Dimatikan segera ponsel tersebut, daripada sepanjang hari dia panas dingin dan perutnya mulas ketika ponselnya berdering.
Sudah saatnya meninggalkan ruangan ini, tetapi Panji juga begitu penasaran dengan sosok di depan itu. Dia bersiul, melewati celah antar kursi. Berada sejajar dengan cewek berambut ungu, Panji melirik. Hah, benar dugaannya, dia mengenal sosok ini. Prish.
Dia, Prish yang menyuapkan sesendok cake ke mulutnya hampir tersedak, menengah dan memberikan wajah memberengut begitu melihat Panji. "Bisa kamu menyapanya biasa saja? Bikin kaget, tahu."
Menyengir, Panji menggumamkan permintaan maaf. Pemandangan sekotak tiramisu itu mengalihkan Panji, tampak begitu menggiurkan. Lalu, "Nungguin kelas berikutnya?"
"Lagi nunggu teman."
Dan beruntung, tanpa diminta, Prish sudah menyorongkan kotak tiramisu tersebut padanya. Panji segera menggeret kursi dan duduk. "Teman kayak gini yang asyik, suka nawarin makanannya."
"Kayak aku nggak tahu kamu hampir melotot ngeliatin tiramisunya. Itu tujuanmu menyapa, kan?"
Panji tergelak. Menerima pemberian sendok dari Prish. "Warna rambutmu yang mencolok. Padahal sudah begitu saat presentasi tempo hari deh, oh waktu itu memang kamu ngucir rambutmu sih. Dan tiramisu ini, alasan aku mau menemanimu di sini."
Keduanya tidak lagi mengobrol sebab Prish tertarik pada novel yang dibacanya. Panji tahu akan jadi masalah ketika mengganggu seseorang saat tengah membaca serius, ingat sekali dia pernah digeplak May. Omong-omong, monster satu itu sudah di rumah apa ya?
Yang tak disangka Panji, dia menghabisi tiramisu milik Prish, untunglah Prish tidak mengamuk ketika Panji berulangkali meminta maaf. Dia memasukkan kotak tersebut ke dalam tas, berikut barang-barangnya. Katanya akan beranjak dari ruangan ini.
"Katamu sedang menunggu teman."
"Nggak jadi, dianya masih lama. Aku sudah pengin pulang."
Panji mengekor di belakang Prish, dia sibuk apakah perlu mengunjungi langsung Anjar. Masalahnya, tidak ada motornya hari ini, susah untuk melakukan mobilitas. Ponselnya pun dimatikan, dia tidak mau mengambil risiko, menyalakan ponsel dan menemukan chat May. Panji berhenti tak jauh dari Prish, cewek itu hanya mematung di puncak tangga. Kepalanya bergerak beberapa kali ke bawah.
"Ada apa?"
"Eh, kamu masih di sini?"
"Sudah sejak kita keluar, aku ada di belakangmu. Nyari teman kamu itu ya? Kalau pengin ditunggu, aku temenin deh."
Prish menggeleng lemah. "Aku capek. Sudah nggak ada jadwal kuliah juga hari ini. Lagian, kalau di kamar aku bisa mengulang materi tadi. Bikin pusing, ya?"
"Jangan dipikir kalau gitu. Sebenarnya aku nggak terlalu menyimak." Prish menggeleng, diiringi decakan. "Tadi itu aku salah kelas, makanya percuma aku catat, nggak ada gunanya. Lagian, bisa bertahan sampai akhir tanpa tidur itu prestasi luar biasa."
"Astaga!"
"Heh, nggak semua mahasiswa di sini rajin kayak kamu, ya."
"Bukannya aku merendahkan." Prish tampak berpikir sekarang. "Kamu sepertinya sadar berada di kelas yang sama, bukannya pamit, malah tinggal. Itu aneh."
"Kadung di dalam, mager pula aku mengulang nyari-nyari kelas." Dibuka ranselnya untuk mengambil jadwal. Setelah mengaduk-aduk isi tas, akhirnya ditemukan juga catatan yang sudah lecek, diperlihatkan pada Prish. "Ini jadwalnya, kalau masih nggak percaya."
"Kita ada di kelas Bahasa Inggris besok. Kamu mengulang berapa matkul sih?"
Panji berdeham. "Ada lah. Nah, aku bisa minta bantuan kalau gitu?"
"Menyalin catatan untukmu?"
"Bukan!" Panji berdengkus. Ingin sekali menjitak kening Prish, tapi itu tidak sopan mengingat tiramisu yang dihabiskannya. "Tolong chat aku, intinya buat ingetinlah. Juga letak ruangannya, biar aku nggak pusing nyari-nyari."
"Kan bisa bikin reminder-nya di hape."
"Pinter deh." Panji menunjukkan ponselnya. "Mati. Keburu lupa kalau aku sudah di rumah."
Prish tidak memberinya jawaban ketika seseorang muncul. Cewek jangkung dan lebih tinggi dari Prish, tergesa menghampiri mereka dan meminta maaf karena telat. Keduanya pamit pada Panji. Saat menuruni beberapa anak tangga, Prish menoleh. "Tapi setelah aku chat, kamu wajib hadir."
"Tentu, aku bawak tiramisu juga nggak nih?"
Yang tak disangka Panji, cewek itu memberinya senyum. Cukup lebar. "Nggak usah."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro