Bab 6
Yuka berdiri kebingungan di tengah empat baris murid yang di depannya berdiri guru bakat sesuai elemen. Aiko masih berdiri di sebelahnya, menggenggam tangan Yuka erat.
"Aku akan ikut ke barisanku, Yuka," cetus Aiko tanpa diminta.
Yuka lantas melihat barisan yang terpisah sendiri di bagian ujung lapangan. Barisan anak-anak yang belum menemukan bakat. Hanya ada sekitar lima belas orangan di barisan itu.
Yuka menggeleng. "Kamu ke barisanmu, sana," usirnya lalu melepas genggaman tangan Aiko.
Aiko menggeleng. "Tidak! Kalau kamu di sana, aku ya di sana," kekeh Aiko dengan keinginan kuat yang terpancar dari matanya.
Ada rasa hangat yang mengalir dalam darah Yuka. Menyenangkan sekali. Ada orang yang begitu peduli dalam keadaan apa pun. Alih-alih mengijinkan Aiko, Yuka malah meminta Iron yang kebetulan lewat bersama rombongan untuk menarik Aiko darinya.
"Sudahlah, Aiko. Kamu harusnya berada di elemenmu," suara judes yang Yuka hapal di luar kepala. Tanpa harus melihat siapa orangnya. Tentu saja cewek itu, Shisy maksudnya.
Sinar-sinar kebencian selalu Yuka tangkap ketika mereka bertemu, meski tanpa bicara. Yuka menggendikkan bahu. "Shisy benar. Aku pasti menemukan bakatku," ujar Yuka berbesar hati.
Shisy lantas menarik lengan Aiko. Sebelum mereka terpisah, sempat gadis serba merah itu berucap, "aku menantikan itu."
Yuka mendesah berulang-ulang. "Sabar, Yuka. Sabar." Setelah tersenyum, dia buru-buru menuju barisannya sendiri. Memilih urutan paling belakang.
Tiba-tiba seseorang menggeser tubuhnya dengan menekan telunjuk di dahi. Yuka mendongak. Matanya memicing. "Kamu ngapain di sini?" tanyanya dengan emosi meningkat.
Bertemu Ryu adalah hal terakhir yang dipikirkannya. Soalnya, Yuka meninggalkan cowok itu sebelum masakan yang dibuatnya matang. Tidak salah, sih. Yuka cuma berjanji memasak saja. Bukan menungguinya makan juga. Dan, fakta bahwa Ryu mengeluarkan api dari jari-jarinya karena kompor dapur mati membuat Yuka curiga. Dia bisa membuat makanan sendiri dengan elemen apinya. Dia punya elemen api! Alasan apa cowok itu bisa berdiri di barisannya? Barisan MAC tanpa elemen ini.
"Kamu yang ngapain di sini?" tanya Ryu balik. Menjejalkan tubuhnya di depan Yuka tanpa permisi.
Yuka langsung memberi jarak. "Suka-suka aku. Bukan urusan kamu," ujarnya sedikit bergetar.
Ryu memutar matanya. "Aku nggak punya bakat. Ngerti?"
Yuka menyipitkan mata sebagai balasan. "Tapi, yang kemarin itu app-"
Ryu membekap mulut Yuka. Mata emasnya melotot tajam. Seolah Yuka mau membeberkan rahasia memalukan saja. Tunggu, rahasia?
"Kamu nggak mau semua orang tau, ya?" tanya Yuka seraya mendekatkan mulutnya ke Ryu. Meski yang dibisikkan bahu Ryu, cowok itu tidak keberatan sama sekali.
"Mmm."
Yuka mengangguk-angguk. Spekulasi di otaknya adalah Ryu mungkin masih ingin mencari jati dirinya. Maksudnya, bisa aja Ryu tidak menyukai elemennya. Atau api kemarin itu cuma akal-akalan aja? Yah, benar! Jika bukan, mana mungkin dia repot-repot berdiri di barisan-yang-dikucilkan-diremehkan-paling dijauhi MAC. Apalagi dia memang anak baru di M-ACADEMY.
"Baiklah, rahasiamu ok," ucap Yuka seraya membentuk huruf 'o' dari kelingking dan jempolnya. Itung-itung prihatin karena mereka berbagi rahasia.
Ryu tersenyum miring. Lantas menatap ke depan karena seseorang bertepuk tangan. Orang itu memakai jubah yang sama, berarti dia juga MAC. Alih-alih guru bakat yang diprediksi Yuka. Yah, apa yang bisa dibanggakan.
"Perkenalkan! Kalian bisa memanggil Shino. Aku berada di level 4. Kalian akan dibimbing sampai menemukan bakat kalian."
Semua orang yang berada di depan Yuka menggerutu. Terlihat sekali kalau guru di sini bahkan tidak mau membuang waktu dengan mengajari mereka.
"Yah, kita memang tidak dianggap," celetuk Yuka sedikit menjulurkan kepalanya ke depan.
Menyebalkan sekali! Yang diajak bicara malah tidak merespon sama sekali. Jangankan menengok, melirik saja tidak. Dia benar-benar punya kelainan di telinga.
"Jangan patah semangat! Kalian pasti menemukan elemen kalian." Shino mengakhiri pidatonya. Seolah mengerti apa yang dirasakan, semua orang bersemangat karena kata-katanya. Yuka sampai mengangguk beberapa kali sebagai persetujuan. Berbeda dengan si rambut arang di depannya yang tidak tertarik sama sekali.
Sepertinya, hari-hari Yuka bakalan hampa dan membosankan.
***
Shisy menjadi kelompok bermain Yuka hari ini. Untung saja Aiko juga bersamanya. Kesialan apa, ya, disatukan sama lidah api seperti dia. Untung saja ini bukan pelajaran bakat. Yuka memegang sapunya tanpa minat. Untuk hal ini, sepertinya dia memang cocok dengan Shisy.
"Yah, jadi kalian akan berlatih sapu. Bukankah di level satu sudah pernah dijelaskan?" Jelas Mr. Onjy yang melayang-layang di udara. Dia salah satu guru bakat dari elemen air. Jika kalian melihatnya pun langsung menyimpulkan demikian, rambut biru laut dan senyum menenangkan itu.
"Ya!" MAC menjawab serentak meski ada nada malas yang menyertai.
"Nah, supaya liburan kalian menyenangkan. Kalian akan berlatih menyapu hari ini. Hahahaha, maksudku kalian akan berlatih mengendalikan sapu. Hebat! Hebat sekali! Ini yang saya tunggu-tunggu."
Dan, sifat menenangkannya itu kelewatan. Apalagi lawakan garingnya yang sukses membuat siapa pun menjatuhkan rahang. Yah, kecuali cowok bermata emas yang berada di belakang Yuka. Eh, dia kok di sebelah kelompoknya. Yuka mendadak horor.
"Meski cuaca mendung, tapi kita harus tetap semangat. Lagipula tidak pernah ada hujan, kan? Mari kita mulai latihannya. Semangat!"
Yuka menelengkan kepalanya. Matanya menatap ke atas. Perasaannya saja karena langit lebih murung dari biasanya. Meski masih bisa melihat sekitar, Academy terasa suram sekali.
"Nah, apakah tanpa bakat sepertimu juga tidak bisa mengendalikan sapu?" sindiran itu membuat Yuka menoleh.
Yah, meski baru satu kali diajari Shino bagaimana mengenali bakat dan itu baru permulaan. Tetap saja, sepertinya Shisy tidak bisa menghargai itu.
"Jaga bicaramu!" teriak Aiko menunjuk Shisy dengan ujung sapunya.
Shisy bergumam panjang. "Sebaiknya kalian mengikutiku. Aku akan mengajari dengan senang hati."
Yuka mengepalkan kedua tangannya. Dia ingin bersikap sombong juga. Tapi, buat apa? Toh, dia tidak menunjukkan itu kepada siapa pun. Tidak ada yang akan bangga padanya. Kecuali Aiko yang mengetahui Yuka luar dalam.
"Kamu pikir paling bisa, ya?" tanya Aiko berkacak pinggang. Lantas menyuruh Yuka memperlihatkan kemampuannya.
Yuka menggeleng. "Aku belum mahir."
Aiko sampai membuka mulutnya karena jawaban itu. Maksudnya, memang tidak ada yang tahu kalau Yuka sehebat itu. Tapi, diremehkan sejak dulu pasti membuat Aiko bakalan membalas dendam mati-matian jika mempunyai otak secemerlang Yuka.
"Ikuti aku!" Perintah Shisy dengan keangkuhan yang ketara. Beberapa orang yang satu kelompok langsung mengikuti Shisy menuju sudut yang tidak terlalu ramai.
Aiko masih bertahan. "Aku lebih baik diajarin, Yuka," cetusnya kesal setengah mati. Tidak terima jika si lidah api itu selalu menyombongkan apa pun juga.
Yuka tersenyum lebar. "Baik. Ayo kita menepi!" Ajak Yuka menyeret Aiko ke arah yang berlawanan.
Sudut yang mereka pilih berbatasan dengan hutan mati. Artinya, mereka berada di ujung utara. Berarti juga gelap menaungi mereka lebih dari yang lain. Tapi, tempat ini cocok karena tidak menarik perhatian.
Yuka mendekati sapu yang kebetulan tergeletak sembarangan di dekat pohon. Ketika ingin mengambilnya, sapu itu bergeser satu langkah. Cewek itu terkejut. Berusaha meraihnya lagi, tapi sapu itu bergeser lagi. Melirik Aiko yang sibuk sendiri di sana, Yuka mengucapkan sesuatu yang dipelajarinya dari buku. Mantera pengunci lawan.
Sapu itu kejang-kejang, meronta-ronta. Lalu tiba-tiba diam setelah menghabiskan hampir satu menit. Yuka memungutnya. Langkahnya tidak jadi ketika melihat sesuatu bersinar di dekat kaki. Matanya fokus pada gulungan hitam yang berkedip-kedip. Melayang rendah di antara hijaunya rerumputan.
"Apa ini?" tanyanya pada diri sendiri. Tak ingin terlalu lama berpikir, Yuka memasukkan gulungan itu ke saku seragamnya.
"Ayo kita berlatih!" ajaknya setelah sampai di depan Aiko. Senyumnya bertolak dengan langit yang terdengar menggerutu. Untuk beberapa jam ke depan, sepertinya dia akan lupa dengan surat misterius itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro