Bab 4
7 Juni 2006
M-ACADEMY dunia sihir, yang selanjutnya akan dikenal dengan dunia Erebos(Ketika asal-usul dunia terungkap)
Tahun ajaran kedua pada musim gugur. Terlihat dari sisi gerbang besi berwarna hitam yang ditanam tanaman sulur berwarna hijau, hingga menutup logo 'M-Academy'. Berbentuk kunci dan perisai yang menyatu berwarna emas tua. Gerbang seukuran ogre raksasa terbuka lebar. Berlalu lalang siswa M-Academy yang memakai jubah hitam dengan sulur-sulur emas di tepi.
Beberapa mobil terbang dan sapu terbang yang mengeluarkan orangtua murid memenuhi sekolah. Beberapa murid berlarian demi mencapai mereka.
Masuk ke dalam, lapangan yang menjadi pusat acara pembagian level terlihat penuh. Dikelilingi bangunan-bangunan tua berwarna merah bata yang juga dipenuhi sulur-sulur. Dari pinggir lapangan, tepatnya di pohon maple-yang daunnya berwarna jingga- berwarna kuning dedaunannya, seorang cewek berambut sepunggung curly, sewarna dengan matanya. Di tangannya ada kertas emas yang menjelaskan kelulusannya pada tingkat 1.
Cih, lagian siapa yang bakalan bangga jika dia lulus. Atau setidaknya ingin tahu apakah levelnya akan naik atau tidak.
Tidak ada yang peduli. Karena ... dia sendiri di sini. Ah, mungkin ada.
Yuka, cewek itu menepuk pinggiran roknya berwarna ungu tua. Lantas, berdiri ketika suara kepala sekolah membuat atensinya teralih.
"Silakan semua murid M-Academy dan orang tua murid berdiri sesuai urutan yang ada."
Yuka berjalan tergesa menuju pusat kerumunan. Bahunya bertabrakan dengan sesuatu yang keras dan asing. Sedetik kemudian dia terpental.
Mendongak, sedikit menyipit menemukan cowok berambut hitam keemasan dengan mata hazel berwarna emas.
"Hei! Kalau jalan lihat-lihat dong!" teriak Yuka ketika tidak mendengar satu pun suara yang keluar dari cowok di depannya.
Cowok itu melirik sedikit. "Oh, nggak lihat."
Yuka sampai menganga dibuatnya. Hanya kalimat itu? Hanya itu!
Yuka berdiri dengan kesal. "Minta maaf sama aku!" perintahnya tidak terima.
Satu alis cowok bermata emas itu terangkat. Diliriknya Yuka dari bawah ke atas, seolah memberi penilaian. Lalu, dia mendengkus. "Aku ada urusan," ujarnya datar. Langkahnya berlanjut dengan Yuka yang berteriak di belakang.
"Hei!"
"Jangan lari gitu aja!"
"Lututku sakit nih!"
Tenggorokan Yuka hampir kering, ditambah semua orang menatapnya dengan berbagai ekspresi. Yuka menatap lututnya yang lecet. Perasaannya hampa kembali. Matanya memburam. Astaga, ini pasti efek karena tidak ada yang datang untuknya, dan semua orang hanya melihatnya. Dan, goresan sialan ini.
"Ashhh, tenang. Liburan semester kita ke hutan Yuka," ujar Yuka menyemangati diri sendiri. Yuka berdehem untuk mengembalikan kepercayaan dirinya lagi.
Lalu, seseorang memanggilnya dari jauh. "Yuka!" teriakan Aiko membuat Yuka tersenyum cerah. Mengalahkan langit yang selalu mendung. Ah, Yuka lupa sesuatu. Di antara banyaknya MAC di sekolah ini, ada satu yang membuat hari-hari Yuka berwarna. Seorang cewek yang rambutnya dikuncir dua. Si cerewet yang selalu ada untuk Yuka.
Yuka mengisi barisan di depan Aiko. Terlihat Ayah Aiko berada persis di sampingnya. "Shian," sapa Yuka dengan menundukkan sedikit kepalanya ke bawah, Salam khas dunia sihir. Meski kata Shian, di dunia manusia sana orang-orang akan membungkuk ketika bertemu orang yang lebih tua. Oh, ayolah. Memikirkan itu membuat Yuka juga ingin ke sana. Sayangnya, peraturan dunia mengharuskan penyihir dengan hologram emas yang bisa mengunjungi bumi. Dia saja gagal dalam pelajaran bakat, bagaimana bisa dapat hologram emas?
"Bagaimana ujianmu?" bisik Aiko seraya melirik Shian yang tengah berbicara dengan Ayah Yina.
"Tidak terlalu buruk," jawab Yuka lalu menggoyangkan gulungan kertas miliknya. "Aku iri sekali sama kamu."
Aiko sudah mengetahui kekuatannya meski dia baru masuk ke level ke dua. Sedangkan tingkatan level ada 4. Level pertama adalah pencarian kekuatan. Di sana murid-murid akan mempelajari 4 elemen dasar seorang pemula sihir. Api, kabut, air, angin. Biasanya dalam tiga bulan, bertepatan dengan kenaikan tingkat semua murid akan mengetahui elemennya masing-masing. Oh, ya, setiap siswa di M-ACADEMY terbiasa dipanggil dengan sebutan MAC. Dari elemen apa pun dan tingkat berapa pun.
Tapi lihatlah, meski sudah level satu ini Yuka tidak bisa mengenali apa pun dengan baik. Dia tidak bisa mengeluarkan kabut, mengendalikan air, menciptakan api atau menggerakkan angin. Makanya, nilai Yuka di keahlian paling rendah. Untung saja pelajaran M-Academy bukan seputar bakat saja. Setidaknya Yuka memiliki otak cemerlang dari rata-rata di sekolah.
"Kalian harus semangat untuk jadi Magician!" seru Iron yang tiba-tiba nyeletuk. Pakaiannya yang nyentrik; jaket metalik dengan jeans senada, rambut dicat merah, kulitnya kekuningan ketika terkena sinar mentari. Untung saja dia memakai jubah yang menutup penampilan anehnya itu. Dia teman sekelas Yuka dan Aiko. Ralat, mungkin hanya Aiko yang dianggap Iron sebagai teman.
"Astaga! Kamu ngagetin!" teriak Aiko kesal, lalu menepuk bahu Iron kencang. Si empunya langsung memasang muka galak.
"Mau kebakar sama kekuatan apiku?" ejek Iron seraya mengangkat telapak tangannya ke udara. Dari sana, keluar percikan-percikan api. Seperti kembang api yang diterbangkan ketika pembukaan acara di sekolah. Yuka sampai ternganga melihatnya. Yah, tanpa perlu diselidiki lebih lanjut, Iron sudah pasti berada di elemen api.
Aiko merasa tertantang. Melakukan hal sama seperti Iron. Dari telapak tangannya keluar bulatan-bulatan kecil seukuran tetes hujan. Meski terlihat seperti sedang keringetan, tetap saja kebolehan Aiko membuat Yuka ternganga.
"Ini bukan ajang pamer kekuatan!"
Tiba-tiba sebuah suara membuat satu lapangan menoleh pada satu titik, kepala sekolah. Paruh baya dengan jenggot yang hampir melewati pinggang. Warna matanya biru safir, seperti kebanyakan penyihir lain. Lebih bening daripada kristal. Jubahnya berwarna cokelat tua dengan sulur-sulur emas. Topi penyihir; berbentuk bundar dengan ujung mengerucut ke atas, ada percik-percik ungu kebiruan di sekitarnya. Hawa dingin seolah berkumpul pada diri ruang kepala sekolah. Ini rahasia, Yuka pernah melihat hologram emas pergelangan kanannya. Ah, anggap saja kalian berutang karena tahu rahasia ini.
"Kita mulai acaranya!" perintahnya rendah, tetapi berwibawa. Lantas, dalam sekejap black hole menelannya dan berpindah ke atas panggung secara tiba-tiba. Aiko yang berada di sebelah Yuka sampai melotot. Yuka menghela napas panjang untuk menetralkan detak jantung.
***
"Bukankah ini aneh?" tanya seorang cewek berambut blode yang berada di samping meja Yuka. Kafetaria masih berfungsi seperti biasa kendati sekolah sudah usai. Untuk informasi, hanya waktu liburan saja M-ACADEMY memperbolehkan siswanya ke luar sekolah. Selebihnya, seperti Academy lainnya semua kegiatan terjadwal dari matahari terbit sampai kita menutup mata.
"Mm, yang benar saja! Kita tidak jadi liburan," gerutuan lain menyauti Si Blode.
Yuka menegakkan kepala melihat Aiko membawa dua nampan makanan. Sahabatnya memang terbaik!
"Yuka! Kamu pernah lihat yang sama kepala sekolah?" tanyanya tanpa jeda sedikit pun.
Yuka menaikkan sebelah alisnya. Belum mengerti pembicaraan Aiko. Diabaikannya kumpulan gosip dari 3 MAC di samping mejanya. "Yang mana?" tanya Yuka seraya mengambil sumpit dengan sihir. Ini bukan elemen angin yang membantunya. Sudah dibilang, Yuka termasuk cerdas. Dan menghapal mantera adalah keahliannya.
"Itu, yang matanya emas," jelas Aiko lalu menunjuk-nunjuk pintu kafetaria.
Yuka mengikuti telunjuk Aiko. Tidak menemukan siapa pun selain kerumunan MAC yang berebutan untuk masuk. Memang, roti isi daging sapi dengan mayones ini adalah favorit siapa pun. Yuka menggigit lapisan roti sebagai balasan jawaban. Mata cokelatnya mengerjab polos ketika Aiko mengarahkan serangan membunuh lewat mata.
Yuka mengangkat bahu. "Yang jelas, sepertinya liburan kita kacau," ujarnya lalu mengangguk-angguk.
"Yah, tidak berperasaan sekali kepala sekolah. Upss!"
Menyebut kepala sekolah adalah larangan. Larangan sesama MAC. Soalnya, beliau bisa tiba-tiba muncul hanya dengan menyebut gelarnya saja. Seperti hantu-hantu di lembah kematian.
Dengarkan dulu, oke?
Siapa yang tidak jengkel kalau liburan sekolah ditiadakan. Itu berarti sepanjang waktu MAC hanya akan meratapi musim-musim yang sedang berganti. Walau tidak ada pelajaran sekali pun. Jika saja kepala sekolah menyebutkan alasannya, pasti semua MAC tidak akan menyumpahinya di belakang seperti ini.
"Pasti kepala sekolah punya alasan," elak Yuka berbicara santai. Roti lapisnya sudah habis. Menyeruput kopi panas yang tadi dibawa Aiko. Lagi pula, Yuka tidak memiliki acara khusus untuk menghabiskan liburannya.
Yuka merasakan hawa dingin memasuki ruangan. Matanya mencari-cari ke seluruh sudut kafetaria. Lalu, seseorang tersenyum tipis dari balik kaca. Yuka mengucek matanya demi melihat itu. Bagaimana mungkin ada orang yang bisa berada di lapisan kaca jika tidak menggunakan sihir? Masalahnya, kaca itu dibuat sejak dulu dan tidak pernah pecah dari berlalunya generasi karena kaca itu ... kaca anti sihir!
"Aku pasti mimpi," ujar Yuka lalu menepuk pipinya sendiri. Rasa panas yang menjalar dari pipi seolah melawan keyakinannya sendiri.
Aiko berdecak. "Hei! Apa yang kamu lakukan!" teriaknya lalu membuat Yuka tersenyum bodoh. "Kepala sekolah ada di atas," bisik Aiko lagi.
Ternyata semua MAC telah menjadikan kafetaria sebagai tempat pertemuan cadangan. Terbukti dari kepala sekolah yang melayang di atas. Mata beningnya menatap penuhi ruangan. Yuka merasa terintimidasi ketika mereka bertatapan. Apalagi kalau bukan warna matanya yang berbeda. Seluruh MAC rata-rata memiliki warna mata seperti kepala sekolah. Kecuali, ah, cowok bermata emas yang tengah berdiri di sampingnya. Eh. Kapan dia datang?
"Aku ingin mengumumkan sesuatu," ujar Kepala Sekolah. Meredam bisik-bisik yang mulanya terdengar samar. Semuanya terdiam. Lantas melihat kabut hitam yang menampilkan percik-percik keunguan. Dari sana, keluar tulisan berwarna darah.
Serahkan anak itu!
Atau kutukan akan terjadi!
Semua orang terpekik. Kami kebingungan. Kutukan? Kutukan apa?
----
*Ogre: Makhluk berwarna hijau. Tingginya tiga puluh kaki. Seluruh tubuhnya dipenuhi lendir berbau busuk. Tinggal di rawa-rawa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro