Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 19

Seorang laki-laki lebih muda dari kepala sekolah. Tanpa rambut putih meski wajahnya bertolak belakang. Dia berdecak melihat siapa yang datang. "Oh, kamu putra Vernon. Kenapa ke sini anak nakal?" tanyanya lalu duduk sembarangan di salah satu tempat. "Ah, apa itu kamu?" tanyanya mengarah pada Yuka.

"Kamu mengenalku?"

Vandish menggeleng. "Tetapi, aku mengenal ayahmu dengan baik."

"Benarkan? Kamu pernah bertemu dengannya?" tanya Yuka menggebu-gebu.

"Tenanglah dulu. Pertama-tama, Sebenarnya apa yang kalian cari di sini? Kalian tahu desa ini banyak penyusup," ujarnya menatap Ryu tajam.

Ryu tidak peduli. "Aku hanya ingin membantu temanku."

"Ah, jadi kamu ingin tahu ayahmu?" tanya Vandish saat melihat mata Yuka berbinar-binar. Dia tertawa lebar. "Baiklah. Tapi, waktuku tidak banyak."

"Anda tahu di mana ayahku?" tanya Yuka antusias.

Vandish menggeleng. "Sampai sekarang dia menghilang. Yah, sejak kulihat terkahir kali menyembunyikanmu dari Klan Scamael. Dia tidak pernah muncul lagi."

Yuka mendesah panjang. "Bagaimana dengan Klan Scamael. Kamu mengenalnya?"

"Mereka pernah menjadi terkuat. Kepercayaan penyihir Agung. Tetapi, kesombongan mereka membuat Penyihir Agung menurunkan kasta. Pemberontakan terjadi di mana-mana dengan tujuan mengkudeta. Akhirnya, mereka diakui, ditakuti meski belum sepenuhnya berkuasa."

Yuka mengangguk-angguk. "Jadi, aku tidak boleh percaya pada mereka?" tanyanya meminta pertimbangan.

"Mungkin iya. Tapi ada seseorang yang bisa kamu percaya dari Klan mereka." Vandish berdiri, mengusap jubahnya yang ternoda darah di mana-mana. "Untuk kekuatan empat elemenmu itu, kamu harusnya tidak percaya siapa pun."

"Anda salah sangka!" tolak Yuka cepat.

"Aku harus pergi. Kalian cepat pergi dari sini," ujar Vandish lalu menghilang dalam sekedip mata.

"Ayo, kita juga harus pergi!" Ajak Ryu sembari menggandeng Yuka yang masih bengong aja.

"Memang kenapa?"

"Tempat ini sudah dikepung penyusup. Berbahaya jika mereka tahu ada kamu di sini."
Ryu gemas karena Yuka masih menatapnya polos. "Kamu masih belum paham? Anak penyihir Agung itu kamu!" lanjutnya dengan intonasi sedikit tinggi.

Yuka masih belum sadar apa yang terjadi. Fakta apa lagi yang dia dapat kali ini. Ketidaksadarannya itu terjadi sampai suara ledakan di luar sana. Ryu mengajaknya bersembunyi.

Pintu didobrak tanpa menunggu lama sejak Vandish keluar. "Dia tidak ada di sini!" teriak seseorang.

Yuka mengintip. Jubah yang dikenakan Rafelia persis seperti itu. Wajah mereka ditutupi tudung. Ada pedang sihir yang masih meneteskan darah. Dia menelan ludahnya sendiri. Klan Scamael, begitu jelasnya mereka menampakkan diri.

"Aku akan melawan mereka. Kamu terbang duluan," ujar Ryu menilai situasi yang terjadi.

Yuka menahan lengan Ryu, lalu menggeleng.
"Denger! Kamu harus selamat kalau mau dunia ini selamat!" teriaknya penuh emosi. Ryu menghentakkan tangan Yuka. Keluar dan mengalihkan perhatian mereka. Suara pedang besi dengan pedang api ciptaan Ryu merusak atap-atap kayu. Memercikkan api di mana-mana.

Yuka masih tidak beranjak. Tubuhnya terasa dingin, hangat di bagian lain. "Aku harus nunggu Ryu," gumamnya memutuskan.

Sampai gubuk rubuh hingga suasana di luar terlihat. Yuka semakin gemetaran melihat banyak orang-orang berjubah di setiap rumah. Seolah mencari nyawa rayap-rayap di sana.

Ryu melirik ke belakang. Dia berdecak saat cewek bermata cokelat itu masih ada di sana. Ryu mempercepat pertarungannya. Dia berhasil menumbangkan dua sosok berjubah itu. Sayangnya, teman-temannya yang lain mendekati mereka.

Ketika Ryu memastikan keberadaan Yuka, seseorang berhasil melukai lengan kirinya. Darah langsung keluar dari sana. Dia meringis sedikit sebelum memberikan bola api yang membuat lawannya tumbang. Mereka sulit sekali dikalahkan.

Yuka mendengar jeritan itu. Matanya melotot melihat lengan Ryu ditebas. Dada Yuka rasanya panas.

"Ayo lakukan bersama!" teriak Yuka geram. Dia mengeluarkan elemen apinya. Melesat lalu kena, begitu terus. Yuka sebal sendiri karena gerakan mereka gesit. Dia memadukan air dengan api hingga menghasilkan sesuatu yang sulit dipercaya. Melemparkannya pada mereka. Tidak kena juga.

Tiga orang mengepung Yuka karena geram. Dia melirik enam orang yang mengepung Ryu. Cowok itu terlihat kewalahan di sana. Yuka mempercepat gerakan tangannya. Melempari mereka dengan dongkol. Dia harus puas karena mengenai jubah atau bahu mereka sedikit.

Yuka kesal sendiri.

"Yuka! Pergi dari sini!" teriak Ryu marah.

Yuka menggeleng. Dia tidak mau meninggalkan Ryu begitu saja. Teriakan Ryu terdengar lagi. Kali ini lengan kirinya yang kena. Mata Yuka berembun melihat itu. Dadanya panas.

"Hahaha. Kalian akan mati juga di sini!"

"Diam!" teriak Yuka menahan emosinya. Dia benci tidak bisa apa-apa. Dia benci Ryu terluka. Semua emosi itu menyatu dalam darahnya. Menimbulkan panas di kepalanya. Yuka melakukan serangan-serangan lain. Dari tangannya keluar kabut yang mengikat mereka menjadi satu. Bola-bola andalannya keluar. Lebih besar seperti bulan yang berada di genggamannya.

Dalam sekali kedip, mereka menjerit karena dingin. Api memakan mereka dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Bau asap memenuhi udara. Tidak ada darah. Hanya mayat yang sudah gosong dan menunggu jadi abu.

Yuka terengah-engah. Seseorang memegang bahunya. Seolah menghantarkan perlindungan yang dicari. Dia sadarkan diri. Pemandangan di depannya sulit dipercaya.

***

Shysi menghadang Yuka di dekat tangga. Dia pengin banget bikin Yuka nangis kejer. Keberuntungan dari mana yang bikin Yuka dilindungi semua orang. Setelah pengumuman kalau Yuka dapet latihan langsung dari kepala sekolah, Shysi harus tahan emosi karena tida ingin mendapat teguran. Saat Shino dan Ryu tiba-tiba dekat dengannya, Shysi udah nggak bisa sabar lagi. Makanya, dia udah nyiapin rencana buat ngejebak Yuka. Gagal karena Yuka tidak muncul waktu makan malam. Dan, juga Ryu tidak ada.

"Enak, ya dapet perhatian khusus," sindirnya kesal. Lupa kalau Yuka pernah melukai kakinya waktu itu. Mungkin karena kakinya udah sembuh makanya Shysi berani begini.

"Minggir, deh! Kamu mau ketahuan kepala sekolah?" tanya Yuka menggertak.

Shysi tersenyum kayak nenek sihir. "Oh, kamu mainnya ngadu," sindirnya tidak berperasaan.

Yuka mencembik. "Kamu pasti mau tahu kenapa deket sama Ryu? Aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa, oke," jelas Yuka jengah.

"Aku cuma penasaran, kenapa anak-anak ngosipin kamu. Latihan khusus buat anak nggak berbakat kayak kamu itu mustahil tau," ujar Shysi menggebu-gebu. Matanya mengerling. Rasanya tidak mungkin Yuka menyogok kepala sekolah-Pria tua itu anti korupsi dan Yuka yatim piatu. Siapa yang membiayainya coba?. "Atau, kamu punya darah yang buruk?"

Kali ini Yuka sukses menoleh. Darah yang buruk katanya! Shysi bakalan diam kalau tahu Yuka bisa gosongin dia sekarang.

"Kamu nggak tahu akibat omongan kamu," ujar Yuka memperingatkan.

Shysi malah kesenangan karena Yuka terpancing kali ini. Dia mendadak jatuh sambil memegangi kepalanya. Wajahnya dibuat memelas. Air matanya jatuh dalam hitungan detik. Yuka menatapnya aneh.

"Ryu! Dia dorong aku!" teriaknya tiba-tiba.
Yuka melototi Shysi. Benar saja, Ryu baru datang lalu menghampiri mereka.

Shysi semakin menjadi. "Dia punya kekuatan mengerikan. Kamu harus jauh-jauh dari dia," ucapnya seraya berdiri dan langsung berlindung di belakang Ryu.

Yuka melipat tangannya. "Kamu emang bakat banget," tuturnya mengejek akting payah Shysi.

"Aku tahu kamu iri, kan sama aku?" tanya Shysi melontar ke mana mana. Melingkarkan tangannya di lengan Ryu.

Terserah, deh. Yuka nggak mau terjebak dalam percikan emosi mereka. Lagian, kerjaan Yuka bukan meladeni Shysi doang.

"Ya udah, sih. Aku pergi, ya. Selamat siang!" ujarnya seraya menggendikkan bahu. Lantas meninggalkan mereka berdua yang terbengong-bengong.

Ryu melepas kepala Shysi dari bahunya menggunakan telunjuk. "Pergi sana," usianya dingin.

Shysi cemberut. "Kita satu elemen. Kamu mau ajarin aku nggak?" tanyanya menawari.

Ryu mendesah. Menggaruk ujung alisnya. Merepotkan sekali kalau berurusan dengan cewek! Dia nggak tahu maksudnya Shysi apa. "Aku harus ke Mr. Onjy buat ngasih data cuaca."

Shysi berteriak-teriak di belakang karena Ryu udah main pergi-pergi aja. Cowok itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Barangkali bertemu Yuka. Geram dengan sikap Yuka yang tidak peduli padanya tadi. Melirik lengannya yang sudah diperban. Padahal, dia baik sekali tadi. Repot-repot bawain ramuan dan membalut lengan Ryu yang terluka.

Shysi sebal sekali lihat Ryu langsung menjauh begitu saja. Dia bertekad membuat Yuka menyesal. Persetan dengan dua elemen yang katanya dimiliki Yuka saat ini.
Siapa pun yang menghina Shysi harus merasakan akibatnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro