Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16

"Mana ya sejarah," gumam Yuka menempatkan jari jemarinya di antara buku-buku. Yuka hapal sudah membaca di antaranya. Bukan dari buku-buku itu yang dia cari.

Seharusnya ada sejarah tentang konspirasi dunia sihir di sini. Yuka ingat pernah membaca judulnya waktu iseng pergi ke perpus. Rupanya keberuntungannya tidak berpihak pada Yuka.

Tahu-tahu ada buku tersodor di depan wajahnya. Sebaris judul, 'Secret of Magic' itu membuat matanya berbinar. Senyum Yuka terbit mengalahkan lampu buatan di perpus.

"Makasih," ujarnya terhenti melihat mata emas menghujaninya di balik buku itu. "Oh, Ryu. Tahu aja kalau lagi cari ini."

Yuka memberikan senyum tipis sebelum nyelonong dari hadapan Ryu. Mengambil tempat duduk asal. Lalu membuka isinya dengan antusias.

Seseorang menarik bangku di sebelahnya. Yuka melirik sekilas karena merasa terganggu. "Eh, kok duduk di sini?" tanya Yuka terlihat jengkel sekali.

"Emang ini punya kamu?" tanyanya balik.

Ya, terserahlah. Yuka tidak mampu memperpanjang urusannya. Lagian, ini tempat umum. Dan, seharusnya Ryu tahu kalau dia tidak dalam mode damai.

Tiga menit berselang. Yuka tidak fokus dengan buku yang ada dipegangannya. Sisi tubuhnya merasakan hawa panas luar biasa. Seperti dibakar api. Benar, ketika melirik ke samping. Ryu menatapnya polos. "Apa?" tanyanya dengan wajah yang ingin sekali Yuka tonjok.

"Kamu mending pergi, deh," usir Yuka terang-terangan. Peduli amat sama tanggapan orang. Tidak adanya dia kemarin saja sudah digunjingkam dengan berita yang tidak-tidak. Lari dari tanggung jawablah, pura-pura pergi lah hingga berujung pada kekuatannya yang tidak bisa dibanggakan.

"Kenapa? Aku nggak gangguin kok," bantah Ryu sedikit tersinggung.

Mataku itu lho ganggu. "Makanya jangan liatin mulu," ujar Yuka pelan. Pelampiasan karena tidak bisa mengatakan itu secara langsung.

"Aku baca buku itu juga."

Oh, buku ini. Memang ada satu di sini, ya? Kalau ada satu ngapain tadi dikasih ke Yuka, sih. Ngerepotin aja.

"Pipi kamu merah," ujar Ryu tiba-tiba. Senyumnya terbit melihat Yuka gelagapan sambil memegang kedua pipi dengan mata melotot.

"Jangan sembarangan!" tudingnya dibuat horor. Yuka menutup bukunya. Berniat meminjamnya dan membacanya nanti dengan Aiko. Fokusnya bisa pecah kalau lama-lama sama Ryu.

Ryu menahan lengan Yuka. Dia terlihat ragu sesaat. "Kamu bertemu klan Scamael," ujarnya mantap.

Yuka melebarkan matanya. Percuma juga kalau dia bohong. "Kamu mengenal mereka?" tanyanya menilai.

"Mereka membunuh ayahku di depan mataku."

Yuka bisa melihat kesedihan dalam matanya. Auranya bahkan jauh lebih kuat dari sebelumnya. Nyala api seperti membakar Ryu dari segala arah. Yuka merasakan keringan membanjiri dahi. Ryu sepertinya sadar, langsung merubah ekspresinya datar kembali. "Maaf."

Ternyata, dia juga menyimpan cerita menyedihkan.

"Siapa?" tanya Yuka penasaran.

Ryu menggeleng. Entah tidak ingin cerita atau benar-benar tidak tahu. Yang pasti, Ryu sepertinya ingin mengganti topik lain. Dia berujar, "Aku sudah mengumpulkan informasi tentang Klan itu. Kamu bisa mengambilnya sama Shino."

Yuka mengangguk. Mengucapkan terima kasih banyak. Tidak ada pembicaraan lagi sampai Yuka memutuskan pergi ke rak-rak di belakangnya. Hatinya ikut panas didekat Ryu. Rasanya, perlu jauh-jauh dari pengendali elemen api itu mulai sekarang.

Yuka tidak sadar berada di sisi paling ujung. Tempat berkumpulnya barang-barang rusak. Seperti ruang kecil yang difungsikan sebagai gudang.

Portal yang pernah dilihatnya kembali terbuka. Kali ini lebih jelas dari sebelumnya. Yuka bisa melihat gambar pohon di depan matanya. Suara nyanyian alam yang menggodanya untuk masuk. Terhipnotis sekali lagi. Dia berjalan ke dalam sana tanpa sadar.

"Jangan masuk!" teriakan itu terdengar. Portal menghilang. Yuka tersadar apa yang dilakukannya.

Untung saja Ryu datang tepat waktu. Cowok itu mendekati tembok munculnya portal, mengambil sesuatu yang berwarna hitam dari sana.

"Mungkin ini untuk kamu," ujar Ryu menyerahkan surat hitam kepada Yuka.
Yuka mengambilnya terburu-buru. Mencurigai Ryu tahu segalanya. Atau dia pandai menebak.

"Aku pergi."

"Kalau butuh bantuan, kamu bisa cari aku," ujarnya masih didengar Yuka dengan jelas.
Yuka berjalan cepat. Meninggalkan Ryu di dalam perpustakaan sendiri.

***

Aiko datang ke kamar setelah Yuka menyisakan setengah isi buku konspirasi itu. Setelah meletakkan buku-buku dan melepas sepatunya, Aiko berjalan mendekat lalu mengangsurkan lembaran kertas ke arah Yuka.

"Dari Shino. Kamu tahu tidak kalau latihan kali ini benar-benar serius," gerutu seperti biass. Wajah Yuka kembali berseri. "Aku bisa mati muda kalau begini."

Yuka tertawa kecil menanggapi Aiko.

"Emm, Yuka. Kemarin, kamu bertemu Rafelia malam itu?" tanya Aiko bingung. Dia ingin mengutarakan itu tadi malam. Tapi Yuka terlihat syok sekali. Aiko menundanya sampai Yuka merasa lebih baik.

"Kamu tidak lihat?" tanya Yuka aneh. Gelengan Aiko langsung membuat Yuka menegak. "Beneran?" tanyanya tidak mengerti.

"Aku bahkan hanya melihatmu ngomong sendirian?"

Hah? Ryu saja tahu kalau dia bertemu klan Scamael. Tunggu dulu. Waktu penyerangan, Ryu memang menemukan Yuka setelah Rafelia pergi. Artinya, dia tidak melihat percakapan mereka. Hanya malam itu Yuka menemuinya lagi. Berarti Ryu tahu.

"Kamu ngajak Ryu, ya?" tanya Yuka menuduh.

Aiko memperlihatkan giginya. Matanya memutar ke segala arah. "Habisnya, aku takut kalau ada apa-apa. Maaf belum bilang."

Yuka tidak terlalu memusingkannya.

"Tapi, kenapa Ryu bisa lihat?" tanya Yuka parno. Ah, tidak tidak. Semua yang dilihat Yuka bahkan bisa dilihat Ryu. Mereka terlalu banyak memiliki kesamaan hingga membuatnya takut.

Aiko ikut melebarkan matanya mengetahui fakta itu. "Rumor itu benar."

Yuka menatap Aiko tidak percaya. Banyak rumor yang beredar, Aiko tidak pernah melewatkannya sekali pun. "Ah, aku mendengarnya langsung dari Kepala sekolah," bisik Aiko pelan. Dia mendengarnya ketika berjalan keluar masuk kantor. Kalian harus percaya kalau Aiko memiliki pendengaran tajam. Hewan paling sensitif pun akan kalah dengannya. "Matanya memiliki kekuatan magis."

Yuka tidak heran. Mungkin itu alasan kenapa Yuka selalu terbakar jika ditatap olehnya.

Aiko mengalihkan topik. "Nah, sekarang apa kamu punya ide cara bertemu dengan ayahmu?"

Yuka menggeleng. Kepala sekolah dan Rafelia saja tidak tahu, apalagi dia. Yah, meski dia anaknya. Yuka bahkan tidak pernah melihat wajahnya untuk pertama kalinya.

"Ah, iya. Bisa tolong tutup tirainya?" pinta Yuka. Aiko langsung melakukannya. Ruangan jadi gelap gulita. Yuka mengeluarkan dua surat yang diterimanya dan belum sempat dibuka.

Aiko ingin membantah. Bahwa cewek itu tidak mungkin bisa membuka setelahnya. Terlambat. Satu surat sudah terbuka dan terbang ke atap-atap dengan cahaya menyilauakan.

Yuka tersenyum puas. Dia mencari mantera yang diucapkan kepala sekolah waktu membuka surat itu. Menerapkannya pada loker anak-anak yang disegel. Setelah mencoba beberapa kali, Yuka bisa membobol loker mereka.

Antara gelap dan terang.

Lalu, surat itu hancur. Satu kalimat itu seolah menggambarkan apa yang sedang terjadi.
Yuka membuka surat kedua. Reaksi yang sama.

Di antara sunyi yang mati.

Lagi-lagi hanya satu kalimat. Yuka mengeluarkan buku tipis dari saku jubahnya. Menuliskan isi surat ke dalam sana. Ya, ini yang diberikan oleh Mrs. Selly waktu itu.

"Apa artinya?" tanya Aiko masih takjub dengan pertunjukan kembang api itu.
Yuka mengangkat bahu. Dia masih punya waktu sampai bulan purnama berikutnya.
Suara pintu diketuk. Aiko menyahutinya. Yuka buru-buru menyingkap tirai dengan sihir.
Mrs. Wenny meneliti ruangan sebelum menempatkan wajahnya pada mereka. Matanya memicing demi melihat kesalahan yang mungkin mereka perbuat.

"Aku mendengar keributan besar," ucapnya curiga.

Aiko menggeleng. Dengan dalih mereka berlatih terbang di kamar. Beliau pergi setelah memberi ceramah kecil. Mereka selamat kali ini.

"Aku pergi dulu, ya," ujarnya melambaikan tangan.

Waktu makan malam dua jam lagi. Yuka sudah janjian akan melatih kekuatannya pada kepala sekolah. Maka, Yuka berlari-lari kecil karena waktunya sempit. Memutuskan sesaat lalu berbelok ketika di tangga. Meletakkan telapak tangannya pada tembok untuk menciptakan black hole. Masuk ke dalam sebelum ada orang lain yang lihat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro