Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8# Kecelakaan


***

"nak, mama dan yang lain berangkat dulu ya? kamu baik baik dirumah" 

"iya mah- mama gak usah khawatir deh. Hali baik baik aja kok" 

Mama mencium kening anak tertuanya itu sebelum mereka sekeluarga akhirnya pergi dengan koper di masing-masing tangan. 

Sejujurnya, mama masih keberatan untuk meninggalkan salah satu anaknya itu di rumah sendirian. Memang begitulah sifat mama, mudah khawatir dan sangat peduli dengan keluarganya. Tapi ia tau tidak ada yang bisa dilakukan. 

"udah gih- nanti keburu telat loh check in nya loh. Nanti kalo udah sampe rumah nenek, jangan lupa telfon Hali yaa" ujar Halilintar. 

"uhm- baiklah.. kalau begitu..kami jalan dulu" 

Lagi-lagi, alih alih keluar rumah, mama malah meletakan kopernya dan membuka lebar tangannya. 

"peluk mama dulu sini" ucapnya. 

Halilintar menaikan sebelah alisnya "ey?" 

"ayo dong~ kamu gak mau peluk mama ya?" bujuk mama, sengaja memasang wajah memelas. 

"ih..mama.." 

Walaupun Halilintar nampak ragu awalnya, pada akhirnya ia mendekati mama dan memeluknya erat. Keduanya berpelukan selama beberapa saat lamanya. 

"baik baik ya, Hali..jaga diri kamu" mama berucap lembut sembari mengelus elus punggung Halilintar "kamu harus inget, kalo mama, papa..dan kita semua sayang sama kamu.." 

Mendengarnya, Halilintar mengernyit heran. Entah kenapa kata-kata mama hari itu terasa sedikit aneh.. namun ia tetap membalasnya. 

"iya ma iya, aku juga sayang banget sama kalian" senyum Halilintar. 

Saat mama melepaskan pelukannya, ia menatap lekat anak tertuanya itu. Kemudian tangannya merambah dan mengelus lembut pipi Halilintar. 

"janji untuk makan dengan baik, jangan tidur larut.. jaga kesehatan, oke?" 

Halilintar tertawa kecil melihat mamanya yang begitu khawatir. Oh, ayolah.. ini hanya berpisah selama tiga atau empat minggu. Apa perlu sampai se-khawatir itu? 

"iya ma, mama tenang aja deh. Hali bisa jaga diri kok!" balas Halilintar sembari menunjukan jempolnya. 

Mama tersenyum manis, kemudian mengangguk puas dengan jawaban yang dilontarkan Halilintar. Hingga papa memanggilnya karena taksi yang dipesan sudah datang , mama pun mencium pipi Halilintar untuk yang terakhir kalinya sebelum menaiki taksi itu. 

Halilintar melambaikan tangannya, mengucapkan selamat jalan untuk keluarganya yang akan terpisah dengannya untuk sementara waktu. 

Tapi apa yang dirasakan dalam dadanya malah berkata lain. 

Ia memandangi taksi itu hingga semakin jauh dan akhirnya memasuki jalan raya dan menghilang dari pandangannya. 

entah kenapa pagi itu..

ia merasa seharusnya ia tidak membiarkan mereka pergi. 

Namun Halilintar cepat cepat menepis perasaan itu dan bergegas pergi ke kampusnya. 







*** 

"Ini salahku!"

Halilintar tau-tau mencengkram rambutnya dan berteriak.

"Tenang, Halilintar.. Jangan salahkan dirimu.."

"Ini salahku..aku..aku.." Halilintar berkata dengan gemetaran "aku seharusnya... Tidak membiarkan mereka pergi.."










***



"Hey Hali!"

"Ah- hah??"

Tepukan keras sang senior di pundak Halilintar membuyarkan sang empu dari lamunannya.

"Jangan bengong! Kesambet loh!" omel sang senior.

"Ah..m-maaf kak.." Halilintar meminta maaf sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Senior itu menghela, kemudian mendudukan dirinya di sebelah Halilintar "kamu teh kenapa? dari tadi liatin hape terus kerjaannya.. untung barang bawaan wes selesai dipindahin" 

Halilintar tersenyum tipis "maaf kak.. aku lagi nunggu kabar dari mama" jawabnya. 

"memang mamamu kemana teh?" senior itu bertanya lagi. 

"mama, papa dan adik-adikku hari ini balik kampung. Harusnya mereka udah naik pesawat, tapi mama nggak ngabarin aku sama sekali.." ucap Halilintar lesu. 

"dimatiin kali, hapenya? atau di airplane mode" 

"mungkin aja.. tapi harusnya mama ngabarin pas udah mau naik pesawat kan.." 

"Hayoo! Mikirin apa??" Senior itu kembali menepuk pundak Halilintar lumayan keras, karena ia tau bahwa Halilintar terlihat gelisah.

"Jangan mikir yang nggak nggak, positif thinking aja. Nanti pasti mereka kabarin kok"

Tes.. 

Tes...

Halilintar tersentak begitu merasakan tetesan air berkali kali jatuh di kepalanya. Ia menadahkan tangannya dan menyadari bahwa gerimis mulai turun disertai guntur mulai terdengar dari langit yang menggelap. 

"hujan lagi hujan lagi! hujan mulu bikin ngantuk!" keluh sang senior dan langsung bergerak masuk ke dalam gedung untuk meneduh. 

"kamu juga teh, jangan ujan ujanan! cepetan masuk! kalau udah gak ada yang dikerjain, pulang aja. Istirahat. Jangan mikir macem macem" 

Setelah mengatakan itu, senior itu pun berlalu untuk mengurusi urusannya yang tertunda. Ia meninggalkan Halilintar disana seorang diri yang masih memandangi ponselnya dengan cemas. Merasa hujan semakin deras, Halilintar pun bangkit untuk berteduh dari hujan. 

Ia tau bahwa seharusnya ia bisa lebih tenang dan sabar. Namun tak dapat dipungkiri perasaan cemas dan firasat aneh terus menerus menghantui pikirannya, yang bahkan ia tak tau firasat apakah itu. Ditambah hujan deras yang membuatnya tak nyaman. 

'semuanya akan baik baik saja..kan?'















*** 












"Selamat datang pada pesawat Doeing 1554 , penerbangan tujuan Bandar Udara Sultan Bekasi, kota Bekasi" 

"Penerbangan menuju Sultan Bekasi akan ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 20 menit, melalui ketinggian 30.000 kaki di atas permukaan laut" 

"diharapkan kepada para penumpang untuk mengikuti peraturan yang berlaku. Kami beritahukan bahwa penerbangan ini bebas asap rokok. Dan diharapkan bagi para penumpang untuk mematikan telepon genggam atau menyalakan mode pesawat selama penerbangan berlangsung. Terima kasih" 

Semua pintu telah ditutup, seluruh penumpang pun sudah duduk masing-masing di kursinya dan memasang seatbelt masing-masing. Para Pramugari dan Pramugara pun bersiap di tempatnya begitu kapten memberi pengumuman bahwa pesawat siap untuk take off.

"kapten" 

Salah seorang pramugara yang baru selesai memberikan arahan kepada para penumpang tau-tau saja masuk ke ruangan pilot, sesaat sebelum sang kapten mulai menjalankan pesawatnya. 

"hujannya semakin deras. Guntur juga semakin terdengar. Apa kita nggak mau delay aja? takut sistem nggak bekerja saat guntur nanti" ucapnya. 

Kapten hanya tersenyum tipis "perkiraanku, hujan ini akan berhenti tak lama lagi. Kasian para penumpang yang sudah menunggu" 

"tapi kapten--" 

"sudah, kamu nggak usah khawatir" kapten itu menyela "disini, saya pilotnya. Dan saya tau apa yang saya lakukan. Lebih baik kamu kembali. Saya akan menjalankan pesawatnya sekarang"

Pramugara itu menghela, kemudian dengan berat hati ia mengangguk dan kembali ke tempatnya. Benaknya dipenuhi rasa cemas, namun ia yakin bahwa pilot pasti akan melakukan pekerjaannya dengan baik. 

Dan pesawat pun mulai berjalan. 

















"ma.." 

"hm?" 

"kenapa kita harus naik pesawat sih ma.. udah pake ujan lagi.." 

Taufan yang duduk di sebelah mama, menggenggam tangan mama erat erat. Delapan orang itu duduk dengan formasi dua-dua. Blaze dengan Ice , Solar dengan Thorn, Gempa dengan papa, dan Taufan dengan mama. 

"Bekasi jauh kalau gak naik pesawat, sayang. Lagipula, sebentar aja kok. Hujannya juga pasti bentar lagi berhenti. Kamu udah gede kan? masa masih takut naik pesawat?" goda mama sembari menggengam balik tangan Taufan. 

"bukan takut ma-- Taufan nggak nyaman aja.. " kilah Taufan menutup matanya rapat rapat saat dirasa pesawat bergerak semakin cepat. 

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya mereka naik pesawat, namun Taufan adalah satu satunya yang selalu merasa takut saat bepergian dengan pesawat. Entah apa alasannya.

Laju roda pesawat yang semula lambat pun bergerak semakin cepat hingga akhirnya pesawat berhasil lepas landas dengan selamat. Walaupun sepanjang detik-detik take off, mama harus meringis karena Taufan mencengkramnya dengan tak kira kira.

Menarik nafas lega, Taufan akhirnya melepaskan tangan mama saat pesawat sudah melayang di udara. 



















"oi- Ice..kau sudah tidur?" 

Blaze merasa bodoh menanyakan pertanyaan itu pada Ice yang jelas jelas sudah terjebak di alam mimpi. Ia tak habis pikir melihat saudaranya yang kerjaannya hanya tidur, dimanapun kapanpun. 

Sebenarnya Blaze berusaha untuk tidur juga, karena demi apapun ia takut dengan ketinggian. Namun rasanya sulit untuk memejamkan mata. Energinya masih tersisa terlalu banyak dan rasanya ia ingin bermain dan berlarian saat itu juga.
















"kak, nanti di rumah nenek kita makan bakso ya" 

Taufan merespon ajakan mama dengan anggukan semangat. 

"bakso mas udin ya, ma?? pasti dong! Taufan udah kangen banget!" ujarnya gembira. 

"mas udin pasti kaget liat kalian yang udah gede gede. Maklum, pertama mama bawa kalian makan disana pas kalian masih bocah--" mama terkekeh.

"hmp- anak mama kan udah tumbuh jadi laki-laki ganteng semua. Taufan juga ganteng kan ma??" 

Mama melirik Taufan yang kini berpose lucu. Alih-alih tampan, sosoknya malah terlihat sangat imut di mata mama. Namun tentu saja, mama akan selalu membuat anak-anaknya merasa senang dan percaya diri.

"iya sayang , Taufan udah ganteng banget sekarang. Papamu aja kalah" senyumnya. 

"hehe~ iyadong! anak siapa dulu!" 

Menyenderkan kepalanya pada bahu mama, tak butuh waktu lama hingga ibu dan anak itu akhirnya terlelap tidur.













***




























Sudah 40 menit sejak lepas landas, sangat jelas bahwa pesawat mengalami beberapa kali turbulensi. Tapi turbulensi yang terjadi secara terus menerus itu mulai menimbulkan kecurigaan baik kapten maupun penumpang. Selain itu, suara decit seperti benda yang bergesekan juga terus terdengar sepanjang waktu. 

Seluruh penumpang protes. Guncangan yang terus terjadi membuat mereka gelisah, dan suara decit itu seakan hampir membunuh pendengaran mereka. 

Lama kelamaan, guncangan pun semakin menjadi jadi. Hingga puncaknya, terdengar suara ledakan dari bawah tubuh pesawat dan membuat seluruh penumpang berteriak, menjerit ketakutan. Asap tebal berwarna hitam pun mengebul mengelilingi badan pesawat di tengah hujan deras. 

"mayday mayday !" 

"kapten! mesin kita terbakar!" 

grrk

gratakk

"awasi semua penumpang! jangan ada yang beranjak dari kursi!"









"mama!!" 

"mama, papa!!" 

Taufan menangis, memeluk erat mama yang ada di sampingnya dengan tubuh gemetaran. Sedangkan yang lain juga melakukan hal yang sama, menangis keras dan berteriak karena ketakutan yang luar biasa.

Suasana di badan pesawat begitu ricuh. Sebagian besar penumpang berteriak panik, walaupun ada yang tetap duduk di kursinya dengan berusaha tenang. Keadaan semakin runyam dikala banyak penumpang yang meninggalkan kursi mereka karena panik dan mulai membuat kegaduhan. 



"mama!! Blaze takut!!" 

"Tenang-- jangan panik! k-kita ikuti aturan awak pesawat!" mama berusaha menenangkan anak-anaknya yang tengah menangis saking takutnya.

Namun sia-sia, pesawat yang mulanya terbang ke depan, kini mulai menukik tajam ke bawah. Pergerakannya begitu cepat hingga para penumpang berbondong bondong berteriak histeris. Tak sedikit juga yang menyebut nama Tuhan dan meminta pertolongan-Nya.

Hingga saat terakhir itu, mama dan papa masih setia memeluk enam anaknya dengan erat dan mereka semua berteriak dengan berlinang air mata. 


"Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'un..!!" 

"Dalam nama Tuhan Yesus!!" 

"Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'un. Allaahumma ajirnii fii mushiibatii wa akhlif lii khairan minhaa...!!" 

"Allahu akbar!!"











To be continued. 

(Aku minta maaf kalo ada kesalahan penyebutan doa, karena aku cari di gugel TwT)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro