Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7# Terakhir

Satu tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa telah tiba kembali masanya untuk seluruh umat muslim menjalani puasa.

Hari ini adalah hari pertama puasa.  Gempa dan mama seperti biasa bangun lebih awal dari yang lainnya. Papa juga tumben tumbenan ikutan bangun saat mama bangun, hingga tinggalah enam kebo yang masih hibernasi di kamarnya masing-masing.

Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, namun Gempa dan mama sudah sibuk memasak masakan sahur. Papa yang duduk di sofa pun tertidur sembari menunggu masakan selesai, sedangkan enam orang lainnya belum ada tanda tanda akan bangun. 

"Gem- lebih baik kamu bangunin saudara-saudaramu dulu deh. Tinggal goreng tahu kok. 10 menit lagi imsak" ujar mama. 

"Siapp ma!"

Bersiap dengan sudip kayu di tangan kanannya, Gempa pun berjalan gagah menuju lantai atas dan bersiap membangunkan enam orang itu. Mama yang melihatnya hanya geleng geleng kepala sambil tersenyum. Sepertinya akan ada suara ricuh dari tingkat atas sebentar lagi.

Satu..

Dua...

Tiga...

Gubrak!! Doengg! Plak plak!!

"ADUH!!!"

"ADUDUDUH!! AMPUN AMPUNN!!"

"SAKITT WOI!!"

Benar saja, suara teriakan Solar dan Halilintar yang sekamar adalah yang pertama terdengar hingga ke ruang bawah. Rupanya kamar itu adalah sasaran utama Gempa sekaligus pencicip utama geplakan sudip legenda Gempa.

"Bangun yaaa saudara-saudaraku sekalian- udah mau imsak. Tapi kalau kalian mau kumandiin di kasur biar melek juga boleh, bilang aja"

Gempa tersenyum manis, namun malah nampak mengerikan di mata Halilintar dan Solar yang langsung bangkit dari tempat tidur dan berlari keluar kamar.

Mengangguk puas, Gempa pun beranjak pergi ke kamar kamar lainnya dan membangunkan mereka dengan cara yang sama.

Suara teriakan dan aduhan dari anak-anak lain terdengar bersahut sahutan hingga membuat mama yang tengah memasak tertawa karenanya. Mama tau, Gempa tidak mungkin menyakiti saudaranya sendiri. Namun ia punya 1001 cara untuk membuat saudara-saudaranya itu menurut.

Tak sampai sepuluh menit, seluruh saudaranya sudah berkumpul di meja makan. Walaupun dengan mata yang setengah mengantuk, namun mereka tetap bersemangat begitu mencium aroma masakan mama yang nikmat.

Menikmati sahur sembari mengobrol kecil, suasana meja makan di keluarga ini sangat menyenangkan seperti biasanya. Setelah sahur berakhir pun, mereka saling bekerja sama membereskan meja makan dan mencuci piring.

Setelah selesai dengan semua urusan makan dan dapur, mereka pun beribadah bersama-sama. Sebenarnya mereka bisa saja kembali tidur, namun kantuk mereka telah menghilang sepenuhnya. Sehingga mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dan menonton tv.

.

.

.

.

.

"Haah??? Balik kampung??!"

"Ha ah, nenek minta kita semua balik kampung. Kan kalian libur selama bulan puasa, jadi kita bisa sama sama kesana" mama menjawab santai.

"Yaaay balik kampung! Balik kampung!" Thorn memekik girang.

"Udah lama gak ketemu nenek!" Taufan ikut menimpali.

"Nanti boleh lah kita semua main di air terjun!" sahut Blaze gembira.

"Tidur di teras rumah nenek pasti nyaman- adem.." ucap Ice.

"Ish- tidur mulu kamu Ice" Solar geleng geleng kepala.

Ditengah kegembiraan itu, rupanya ada satu orang yang nampak tidak gembira sama sekali. Malahan wajahnya berubah murung begitu mama mengumumkan hal itu.

"Kak Hali? kakak kenapa?" Gempa sadar akan perilaku aneh sang kakak pun bertanya.

Halilintar menghela kasar, lalu menatap mama, papa dan saudara-saudaranya satu per satu.

"Aku.. nggak bisa ikut balik kampung.."

"Ehhhh???"

Seisi meja langsung heboh. Semua mata langsung menghujani Halilintar.

"Kenapa kakak???" Mama bertanya bingung.

"Hali ada pelatihan di kampus selama bulan puasa.. Senior Hali yang suruh, jadi perkuliahan nggak ada libur mah.." Halilintar berucap lemah.

"Ehhh masuk sekolah selama bulan puasa?? Kejam betul lah.. ya kan?" Thorn menyenggol Taufan di sampingnya.

"Ha ah- tak kan sampai nggak ada libur saat bulan puasa.. Taufan nggak mau masuk universitas ah!"

"Ish- gaboleh gitu Taufan!" Gempa menyenggol lengan Taufan.

"Aih.. Jangan bilang kita nggak jadi balik kampung.." Thorn menunduk sedih dengan mata berkaca kaca. Solar yang duduk disebelahnya pun menepuk nepuk pundaknya.

"Hmm.."

Semua orang disitu menggumam, seakan memikirkan sesuatu. Lalu kemudian mama buka suara.

"Kalau gitu, coba mama telfon nenek deh.. mungkin saat lebaran-nya aja kita kesana?" usul mama.

"Ehhh??? Tapi setelah lebaran kita semua masuk sekolah maa!" protes Blaze.

"Huweeee Thorn pengen liat sawah nya nenek!" Thorn merengek.

"Blaze juga mau liat air terjun!!"

Halilintar menatap gundah, tak enak hati. Hanya karena keperluannya sendiri, seluruh keluarga harus kena imbasnya.

"Kalau gitu, coba mama telfon--"

"Ma!"

Perhatian semuanya langsung tertuju pada Halilintar.

"Umm.. Kalau begitu.. kalian ke sana aja tanpa Hali" ujar Halilintar akhirnya.

"Ehh??"

"Yang betul kak??"

"Hali- mama dan papa gak mungkin tinggalin kamu sendirian disini" ucap mama.

"Tapi Hali nggak mau rencana ini gagal cuma gara gara Hali.. lagipula- kasian nenek di desa sendirian.." balas Halilintar.

"Nggak papa kok- kalian tinggalin aja Hali disini. Nanti kalau Hali ada libur sebelum lebaran, Hali nyusul lah"

Mama dan Papa berpandangan sejenak, lalu sedetik kemudian mereka menggeleng.

"Nggak, tetap aja kita nggak bisa ninggalin kamu cuma sendirian, Hali. Kalau ada apa apa bagaimana? Dan ini satu bulan loh..satu bulan" mama menekankan kata-kata terakhirnya sambil membuat inisial angka 1 dengan tangannya.

Halilintar terkekeh "aku tau ma.." 

"kami nggak mungkin meninggalkanmu selama itu..Hali.." mama menghela. 

"kita melihat satu sama lain setiap hari, tapi nenek hanya melihat kita setahun sekali.." ucap Halilintar "aku bisa aja egois dan menahan kalian.. tapi aku udah cukup dewasa untuk nggak melakukannya. Lagipula, aku bisa nyusul kalian kalau aku dapat libur sebelum lebaran nanti" 

"tapi, Hali.." 

"ma..pa.." Halilintar menatap mama dan papa yang terlihat khawatir itu secara bergantian "tenang aja.. Hali udah gede loh, Hali juga bisa masak sendiri. Toh bukannya selama itu juga" ujarnya. 

"mau papa samperin kampus kamu minta libur nggak?" papa bertanya santai, namun dibalik pertanyaan itu tersembunyi maksud gelap. 

"ngga pah, ngga..makasih..haha" Halilintar membalas takut-takut. Entah kenapa papa walaupun orangnya santai dan gak banyak omong , sekali keluar kata-kata rasanya menusuk hingga ke ulu jantung.

"padahal mama udah pesen tiket buat 9 orang loh.." mama menghela nafas "kamu yakin ga papa kami tinggal sendirian?" 

"maa- berhentilah meragukan anak tertuamu ini" Halilintar mendengus pelan. 

Mama tertawa, kemudian akhirnya ia mengangguk. 

"ya sudah, tiketmu yang satu nanti biar mama re-issue buat om mu. Uang untuk beli tiket nyusul nanti mama transfer ke rekening kamu"

Halilintar mengangguk semangat "jangan lupa duit jajan lebih buat stok sebulan kedepan~" mengangkat jempolnya, Halilintar terkekeh.

"Ah- bisa aja kamu! Bilang aja mau uang jajan tambahan~" tawa mama.

Halilintar cengar cengir "yaa biar anakmu gak makan mi instan tiap hari maa~ emang mama mau pulang pulang liat anaknya usus buntu??"

Mama langsung tertawa lalu tangannya bergerak mengacak rambut Halilintar.

"Iya iya deh- apa sih yang nggak buat anak mama~"

"Jadi kesimpulannya..kitaa.."

Enam saudara yang lain saling berpandangan, lalu menatap mama dan papa dengan sumringah.

"Balik kampung!! Yaay!!"

Halilintar hanya tersenyum melihat saudara-saudaranya yang nampak begitu gembira karena akan segera mengunjungi desa yang mereka impi-impikan setahun sekali. Walaupun ada sedikit rasa kecewa dalam hatinya karena tak bisa ikut serta, tapi setidaknya..ia cukup senang melihat keluarganya bahagia. 

Setidaknya..hingga ia menyesali pemikirannya itu. 

































"seharusnya aku tidak membiarkan mereka pergi di hari itu.." 







To be continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro