Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16 ~ Anak Baik(?)


Anak hanyalah selembar kertas putih.
Bagaimana jalan hidupnya tergantung pada orang tua.
Mereka boleh menggores pena dan memberi warna,
tetapi berilah waktu supaya anak-anak bisa menentukan warnanya sendiri.
Namun, jangan lupa pada batas tepi supaya mereka tetap pada jalurnya.

(L.K)

🍁🍁🍁

Kesunyian malam mengisi perjalanan Biru dan Bang Lano menuju ke kantor polisi tempat Fajar bertugas. Biru lebih banyak diam dan memandang kelap-kelip lampu di sepanjang jalan.

Segala bentuk kekesalan yang sudah diucapkan di hadapan sang ayah lenyap begitu saja. Apa yang diutarakannya tadi hanyalah sebatas ucapan, tetapi tidak bisa dia laksanakan.

Hatinya masih berperan, menghadirkan perasaan welas asih ketika menerima laporan bahwa anak didiknya terlibat dalam balap motor liar dan beberapa diantaranya dalam kondisi mabuk.

"Bang, bisa lebih cepat? Mereka pasti pengin cepet pulang!"

Delano yang melihat kekhawatiran dari wajah sang adik melajukan mobil dengan lebih cepat lagi. Keduanya kembali terdiam, hingga mobil membawa mereke ke Polsek yang hanya berjarak kurang dari sepuluh kilometer dari sekolah.

"Jar, mereka di mana?" Biru terengah karena berlari dari parkiran ruangan tempat temannya bertugas dan meninggalkan kakaknya yang masih memarkirkan mobil.

"Duduk dulu. Aku jelasin semuanya. Ini masalah dua sekolah. Anak SMAPSA dan STM terlibat taruhan, balap liar juga konsumsi miras di jalanan sepi. Kita dapat laporannya dari warga karena kerumunan ini menjurus ke tawuran. Pas anggota sampai di sana kebetulan udah banyak yang teler. Sisa beberapa aja yang sadar dan malah mau baku hantam."

"Ada yang luka fisik? Atau korban jiwa dari kejadian itu? Anak-anak SMAPSA baik-baik saja?"

"Satu-satu, Bos. Aing bingung jawabnya. Mending langsung saja temui mereka. Sengaja sih emang dipisah dan nggak ditempatkan di sel. Kalau disatuin ntar tawurannya pindah. Mereka ada di ruang sebelah."

Biru mengekori temannya, Bripda Fajar. Teman semasa SD yang masih setia dan selalu menjalin tali silaturahmi. Mereka saling memberi semangat dan nasihat jika salah satu ada yang terpuruk. Saling mengisi dan melengkapi sebagai teman.

Terdapat dua ruangan yang ditunjukkan oleh Bripda Fajar. Mereka baru saja melewati sebuah ruangan yang berisi beberapa siswa STM yang belum dijemput keluarganya.

"Sisa mereka yang belum dijemput keluarganya, lima anak sudah dijemput, tapi lima anak-anakmu ini kompak nggak ada yang kasih tahu nomer keluarganya. Aku ingat kamu salah satu guru mereka, makanya aku manggil kamu. Daripada mereka harus nginap di sini," ujar Bripda Fajar sambil membuka pintu.

Aroma alkohol langsung menusuk indera penciuman Biru. Tiga siswanya tampak tidur di lantai tanpa alas. Dua lainnya sekadar duduk dan langsung berdiri saat Biru memasuki ruangan.

"P-Pak Biru?" Dito langsung menyambut si guru BK dan menyalaminya. Begitu juga dengan Faris yang ikut beranjak dari duduknya.

"Bangunkan mereka," perintah Biru. "Jar, aku pinjam ruangannya dulu." Biru menoleh dan meminta persetujuan dari teman masa kecilnya.

"Silakan." Bripda Fajar keluar dan menutup pintu kembali.

Randy hanya menggeliat ketika Dito mengguncang badannya. Sementara Erza dan Surya langsung terbangun dan membelalak ketika melihat sesosok yang mereka kenal.

"Ran, mau pulang nggak? Ada Pak Biru, nih!" Dito masih berusaha membangunkannya.

"Heh, bangun! Goblokmu dipelihara, Ran. Nggak kuat minum pakai maksa segala. Teler 'kan jadinya?" Faris masih menggoyangkan badan Randy dengan keras."

"Randy Davian Permana!" panggil Biru dengan suara keras dan membuat si pemilik nama langsung tersentak.

Randy tergagap dan langsung duduk begitu mendengar suara lantang dari sang guru. Mereka yang ditahan di ruang koordinasi rapat duduk di kursi-kursi yang berjejer di sisi kanan dan kiri meja.

Biru yang duduk di kursi terdepan memeriksa anak didiknya dengan teliti. Anak didiknya hanya menunduk dalam diam. Hanya Randy yang berceloteh tidak karuan karena masih mabuk

Biru akhirnya mempertanyakan alasab mereka sampai mengikuti balapan liar, taruhan, hingga dari mana asal miras yang ikut hadir di tengah perselisihan dengan siswa STM. Mereka yang tersisa akhirnya harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.

Sanksi sudah jelas menunggu di sekolah. Ini merupakan pelanggaran yang lumayan berat. Biru pusing bukan kepalang pada tingkah anak didiknya kali ini. Menghadapi pihak berwajib, dan memohon supaya anak didiknya tidak masuk catatan kepolisian.

Setelah perundingan yang alot, mereka sampai pada satu kesepakatan, anak-anak boleh pulang, tetapi pihak kepolisian mengancam mereka dengan tindak pidana dan masuk ke dalam catatan perilaku tidak baik.

Jika masih melanggar, maka pihak kepolisian tidak akan pernah memproses Surat Catatan Kelakuan Baik yang dibutuhkan untuk mendapat pekerjaan di masa mendatang. Namun, tanpa sepengetahuan anak-anak, ancaman itu hanyalah gertakan semata.

Biru pamit undur diri, tidak lupa berterima kasih pada sahabatnya dan beberapa polisi yang bertugas malam ini. Erza dan Dito memapah Randy yang masih di bawah pengaruh alkohol menuju parkiran.

"Bang, antar mereka pulang dulu, gimana?" Biru menunjuk pada kelima anak didiknya yang duduk di kursi penumpang.

"Surya sama Dito paling jauh, tapi mereka searah. Antar mereka dulu. Setelah itu baru Faris, Erza sama Randy."

Bang Lano mengangguk dan mulai melajukan mobilnya. Dia sesekali melirik ke arah sang adik yang mengusap peluh. Padahal cuaca malam lumayan dingin, tetapi peluh tetap saja menetes di kening Biru.

"Tidur saja kalau nggak enak, Dek. Nanti abang bangunin kalau sudah sampai." Biru hanya menggeleng.

Biru mengantarkan Dito dan Surya, lalu menjelaskan pada orang tua mereka tentang kejadian yang baru saja dilalui. Ayah Dito berusaha memakluminya, tetapi orang tua Surya sedikit menampakkan amarah.

Merasa urusannya sudah selesai, Biru segera pamit. Dia kembali ke mobil dan mendapati Randy membuka lebar matanya dan tampak kebingungan.

"Dito dah pulang, sisa kita bertiga. Mau pulang nggak? Yakin nggak digebukin sama si babe kalau pulang nyium bau alkohol kek begini?" Erza berusaha menjelaskan situasinya pada sahabatnya.

"Mau pulang apa gimana, Ran?" tanya Biru begitu duduk di bangku sebelah sang kakak.

"Nggak tahu, Pak. Pulang sekarang bonyok, pulang besok juga bonyok. Nggak pulang aja sekalian," jawab Randy sekenanya.

"Faris?" Biru membalik badannya dan menatap si pemimpin The Fantastic Four.

"Pulang, Pak. Asal nggak merepotkan Pak Biru. Ibu pasti di rumah nenek, bisa dipastikan rumah kosong. Aman buat pulang." Faris memamerkan barisan giginya pada Biru.

"Saya nggak pulang! Nggak akan ada yang nyariin juga." Erza menjawab sebelum gurunya bertanya.

Bang Lano melajukan mobilnya sesuai dengan instruksi si bungsu. Tujuan terakhirnya adalah kamar indekos milik Biru. Dua anak didiknya yang tersisa diminta untuk tidur di kamar tersebut. Biru yang awalnya hendak pulang memilih untuk menemani Randy dan Erza.

"Istirahat, Dek. Ini sudah pagi, seharusnya Abang bawa kamu pulang, tapi kamu juga nggak bisa ninggalin mereka 'kan?"

Biru mengangguk, "Besok jemput Adek pas jam makan siang, Bang! Mau izin pulang cepat saja sebelum Ibu ngamuk tahu anak bungsunya nggak istirahat."

Begitu mobil kakaknya meninggalkan pekarangan tempat indekos, Biru berbalik dan mendapati Erza duduk di teras depan kamarnya. Anak lelaki itu menunduk sambil memainkan beberapa kerikil di hadapannya.

"Nggak usah mikir macam-macam. Orang tua pasti khawatir kalau anaknya nggak pulang. Pak Biru yang seusia segini saja masih sering diawasi, apalagi yang seusia kamu, Za."

"Mereka nggak akan cari saya. Mungkin kalau saya sudah nggak ada baru dicari karena merasa nggak becus ngurus anak dan merasa menyesal."

Biru mendekati anak didiknya, merangkul bahu rapuh yang berada di sampingnya, "Baik buruknya orang tuamu, mereka tetaplah orang tua. Doakan yang terbaik untuk mereka, sentuh mereka dengan doa."

"Saya capek, Pak. Mereka sibuk sama pekerjaan padahal saya butuh perhatian. Semuanya dinilai sama uang. Pak Biru akan tahu kalau sudah berhadapan langsung dengan mereka."

Erza beranjak, meninggalkan Biru di teras dan memilih merebahkan tubuhnya di samping Randy yang sudah tertidur pulas. Namun, sampai matahari mulai muncul, justru Biru yang tidak bisa memejamkan mata.

Kedua siswanya itu pamit undur diri selesai salat Subuh berjamah. Biru melepaskannya dengan syarat membawa wali ke sekolah. Awalnya Erza bimbang untuk menyanggupi, tetapi akhirnya Biru lebih dulu menawarkan diri untuk menelepon ayah atau ibunya.

Begitu mendekati jam masuk sekolah, Biru berjalan kaki dan menikmati udara sejuk di sekitar SMAPSA. Suasana terasa segar dan terbebas dari polusi karena banyak pepohonan besar yang teduh di sekitarnya.

Guru BK itu langsung menuju ruang kepala sekola. Dia menjelaskan secara terperinci pada Pak Rudi sang kepala sekolah perihal kejadian semalam. Begitu selesai, ternyata beberapa wali murid dari sepuluh siswa bermasalah mulai berdatangan.

Setelah banyak berbicara dan bertukar pikiran dengan kepala sekolah dan beberapa wali murid, akhirnya disepakati bahwa skorsing tidak diberlakukan dan diganti dengan mengabdi selama dua minggu penuh.

Bentuk pengabdian itu dipilih supaya mereka bertanggung jawab. Mereka akan diberi tanggung jawab untuk menjadi petugas perpustakaan, petugas UKS, petugas jaga koperasi, dan petugas kebersihan.

Buru menjadi lebih paham mengapa anak-anak itu bermasalah. Kebanyakan dari mereka yang bermasalah ternyata dilatarbelakangi oleh keluarga. Erza contohnya, sang ayah lebih memilih untuk membayar denda dan menggunakan uang supaya anaknya terbebas dari hukuman.

Belum lagi dari orang tua Randy yang dengan bangganya mengaku sudah menghajar putranya begitu sampai di rumah. Lain lagi dengan orang tua Surya yang tampak cuek dengan bentuk hukuman yang diberikan.

Helaan napas Biru memberat. Dia mencoba memejamkan matanya sejenak di ruang konseling, tetapi gagal karena suara riuh dari luar ruangannya. Seorang yang dikenalnya sebagai petugas perpus dan seorang siswi tiba-tiba saja sudah berada di ambang pintu.

"Pak, ternyata selama ini dia yang suka mencuri buku-buku di perpustakaan. Saya jadi curiga, jangan-jangan dia juga yang mencuri beberapa barang milik siswa. Saya sudah memeriksa dari cctv yang ada di perpus, memang dia yang mencuri." Ibu penjaga perpustakaan dengan rambut pendek berponi dan gincu merah terang di bibirnya menjelaskan seperti tidak ada titik dan koma.

🍁🍁🍁

ANFIGHT BATCH 6
#DAY 16

Bondowoso, 16 Januari 2021
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro